Dengan berbekal dukungan teknik Jerman ditambah modalnya sendiri sebesar Rp 69 juta serta pinjaman dari Bank Negara, Kasoem mulai membangun sebuah pabrik modern.
Letaknya di desa kelahirannya, Kadungora, Leles (Garut). Di bulan September 1974, pabrik itu diresmikan. Sri Sultan Hamengku Buwono, yang waktu itu menjabat Wakil Presiden RI, turut hadir. Sri Sultan tak lain adalah kenalan lamanya semasa di Yogya.
Dengan dibangunnya pabrik tersebut, Kasoem tak hanya bermaksud membuat kaca untuk kacamata. Tetapi juga membuat lensa untuk alat foto dan mikroskop. Untuk mewujudkan visi enterpreneurnya itu, ia secara tegas menyatakan tak mau minta bantuan pinjaman utang luar negeri. Sebelum perluasan baru, ia menginginkan utang lamanya dilunasi dulu.
Tak hanya itu, ia juga telah mendidik anaknya agar kelak dapat menggantikannya. Cucunya pun diharapkannya kelak dapat meneruskan usahanya.
Di sini menarik untuk menyimak pesan Kasoem, sebagaimana dicatat Thalib Ibrahim dalam Jiwa Joang Bangsa Indonesia (1975): “Bagi Kasoem biarlah pabrik itu kecil saja, tetapi milik sendiri. Apalah gunanya pangkat kita sebagai direktur di dalam pabrik dari usaha dengan bekerjasama dengan luar negeri itu, tetapi tidak ada kekuasaan sedikit pun juga di pabrik itu. Nama saya direktur, tetapi tidak ada pekerjaan direktur sama sekali. Telah menjadi tradisi ilmu optik ini diturunkan kepada anaknya. Pun begitu pula Kasoem akan memberikan ilmunya kepada anaknya.”
Nama Kasoem menjadi terkenal di seluruh Jawa Barat. Sebab, banyak orang melihat sepanjang jalanan reklame bertuliskan “Kasoem, Optik, Bandung”. Reklame dengan cat berwarna putih itu dipasang hampir di mana-mana. Padahal kala itu, ide untuk mengatur periklanan belum begitu dikenal.
Belakangan, Kasoem terkenal karena kedermawanannya. Ia membantu sejumlah anak Sunda yang layak meneruskan studinya. (Nusa Jawa Silang Budaya)
Penulis | : | Rusman Nurjaman |
Editor | : | Rusman Nurjaman |
KOMENTAR