Intisari-Online.com - Setelah pada Senin lalu (28/11/2016) Google membuat doodle khusus untuk merayakan ulang tahun Suyadi alias Pak Raden, hari ini, Sabtu (4/12/2016), Google menghadirkan doodle khusus untuk merayakan ulang tahun Dewi Sartika.
Tentu Anda tahu bahwa Dewi Sartika adalah pahlawan nasional Indonesia. Namun, tahukah Anda apa peran sosok kelahiran Bandung 1885 tersebut?
(Baca juga: Pak Raden Ulang Tahun, Google Bikin Doodle “Si Unyil”)
Jawabannya terjawab di halaman Google hari ini yang menggambarkan seorang perempuan dewasa tengah mengajar enam gadis kecil yang mengenakan kebaya.
Ya, Dewi Sartika, sama seperti Raden Ajeng Kartini, memiliki peran besar dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, khususnya di bidang pendidikan. Hal ini ditandai dengan didirikannya sekolah perempuan pertama oleh Dewi, “Sakola Istri” pada 1904.
Pada 1914 atau sepuluh tahun setelahnya, sekolah itu semakin populer dan berganti nama menjadi "Sakola Keutamaan Istri". Tak cuma di Bandung, sekolah tersebut berekspansi ke seluruh kota dan kabupaten di Jawa Barat.
(Baca juga: Mengenal Sosok Rodolfo Guzman Huerta, 'Santa' Pegulat yang Menjadi Google Doodle Hari Ini)
Untuk memperingati usia sekolah tersebut yang ke-25 pada 1929, namanya lagi-lagi diganti menjadi "Sakola Raden Dewi". Kini, kaum perempuan bisa mengenyam pendidikan setara dengan kaum pria berkat inisiatif Dewi Sartika yang diperkuat pergerakan Raden Ajeng Kartini.
Latar belakang Dewi Sartika sendiri bukan dari kalangan biasa. Orang tuanya adalah kaum priyayi, yakni pasangan Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas.
Tak heran jika Dewi Sartika menjadi salah satu perempuan Indonesia pertama yang mampu mengenyam pendidikan di Belanda. Padahal, di era itu pendidikan menjadi sesuatu yang langka bagi kaum perempuan.
(Baca juga: Ryan Germick, Aktor Intelektual di Balik Gambar-gambar Unik Goodle Doodle)
Melihat ketidakadilan tersebut, Dewi Sartika tak tinggal diam. Sepulang dari Belanda ia mentransfer ilmu yang didapat kepada kaum perempuan.
Alhasil, anak-anak asisten rumah tangga di kepatihan yang tak seberuntung Dewi Sartika turut kecipratan ilmu dan wawasan. Setidaknya, anak-anak tersebut jadi fasih membaca, menulis, dan mengucap beberapa kata dalam Bahasa Belanda.