Intisari-Online.com -Rakyat Malukutidak mau terus menderita di bawah keserakahan bangsa Belanda.
Oleh karena itu, perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan Belanda di bawah pimpinan Kapiten Pattimura.
Mengutip Vredeburg.ID, Kapiten Pattimura atau Thomas Matulessy merupakan sosok yang sangat istimewa.
Dia dikenang karenakeberanian dan ketegasannya menentang Belanda hingga dijatuhi hukuman mati di usianya yang 34 tahun.
Mengutip Kompas.com, Kawasan Maluku pada abad pertengahan merupakan surga bagi para pencari rempah-rempah dengan kualitas terbaik.
Banyak pedagang internasional seperti Cina, India bahkan Arab datang di kawasan ini untuk berdagang rempah-rempah.
Sekitar abad 16-17 M, bangsa-bangsa Eropa seperti Inggris, Belanda, Spanyol dan Portugis mencoba memperebutkan kekuasaan dagang atas Maluku.
Latar belakang Pada awal abad 19, kawasan Maluku kembali berada di bawah kekuasaan Belanda setelah Inggris menandatangani perjanjian traktat London dengan menyerahkan wilayah kekuasaan Indonesia kepada Belanda.
Pendudukan kembali Belanda di Maluku membawa banyak masalah dan kesengsaraan bagi rakyat Maluku.
Rakyat Maluku tidak mau terus menderita di bawah keserahahan bangsa belanda.
Karena itulah mereka perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan Belanda di bawah pimpinan komando Thomas Matulessy atau biasa disebut Kapitan Pattimura.
Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (1981) karya M.C Ricklefs, disebutkan bahwa latar belakang perlawanan masyarakat Maluku terhadap Belanda pada 1817 adalah:
- Tindakan monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan Belanda melalui pelayaran Hongi di Maluku.
- Timbulnya kesengsaraan Maluku karena kebijakan penyerahan wajib berupa penyerahan ikan asin, kopi dan hasil laut lainnya kepada Belanda.
- Sikap Residen Saparua yang memberlakukan masyarakat Maluku dengan sewenang-wenang.
Perlawanan Maluku
Rakyat Maluku pada Mei 1817 membuat beberapa pertemuan untuk membahas strategi dan konsep perlawanan terhadap Belanda.
Dalam pertemuan 14 Mei 1817, rakyat Maluku mengangkat Thomas Matulessy yang merupakan bekas tentara Korps Ambon dan menamainya sebagai Kapiten Pattimura.
Pada 16 Mei 1817, operasi penyerangan pos-pos dan benteng Belanda di Saparua dimulai oleh Kapitan Pattimura dan pasukannya.
Operasi tersebut berhasil merebut benteng Duurstede dan menewaskan kepala residen Saparua bernama van den Berg beserta pasukannya.
Belanda berupaya untuk merebut kembali benteng Duurstede dengan mendatangkan bantuan dari Ambon pada 20 Mei 1817.
Belanda dengan kekuatan lebih 200 prajurit di bawah pimpinan Mayor Beetjes menyerang Pattimura dan pasukannya di Saparua.
Upaya perebutan kembali benteng Duurstede dan Saparua dapat digagalkan oleh Pattimura dan pasukannya.
Kemenangan dalam pertempuran lain juga didapatkan oleh Pattimura di sekitar pulau Seram, Hatawano, Hitu, Haruku, Waisisil dan Larike.
Akhir perlawanan
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda mulai terlihat pada Agustus 1817.
Pihak Belanda meminta bantuan dari Batavia untuk memadamkan perlawanan Pattimura.
Menurut buku Kapitan Pattimura (1985) karya I.O Nanulaitta, Pattimura dikhianati oleh raja Booi dari Saparua dengan membocorkan informasi tentang strategi perang Pattimura dan rakyat Maluku.
Sehingga Belanda mampu merebut kembali Saparua.
Pada Desember 1817, Pattimura dihukum gantung di Ambon bersama tiga orang lainnya serta menandai berakhirnya perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda.
Begitulah, rakyatMalukutidak mau terus menderita di bawah keserakahan bangsa belanda. Oleh karena itu, perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan Belanda di bawah pimpinan Kapiten Patrimura.
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News