Intisari-online.com - Maluku adalah salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan rempah-rempah, seperti cengkih, pala, dan kayu manis.
Kekayaan ini menarik perhatian bangsa-bangsa Eropa, terutama Belanda, yang ingin menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Asia.
Belanda mendirikan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau Kongsi Dagang Hindia Timur pada tahun 1602 untuk mengatur kegiatan dagangnya di Indonesia.
Namun, kehadiran VOC tidak disukai oleh rakyat Maluku, yang merasa tertindas dan dieksploitasi oleh Belanda.
Banyak perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Maluku untuk mempertahankan hak dan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda.
Salah satu tokoh yang paling berani dan gigih dalam melawan Belanda adalah Kapitan Pattimura.
Kapitan Pattimura adalah nama panggilan dari Thomas Matulessy, seorang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Haria, Saparua, Maluku.
Ia lahir pada 8 Juni 1783 dari pasangan Frans Matulessy dan Fransina Silahoi.
Dia merupakan keturunan bangsawan dari Raja Sahulau, kerajaan yang berada di Teluk Seram Selatan.
Kemudian memiliki seorang adik laki-laki bernama Yohannis Matulessy.
Pattimura menerima pendidikan militer dari pasukan Inggris yang merebut Maluku dari Belanda pada tahun 1810. Ia mencapai pangkat mayor dalam dinas militer Inggris.
Namun, pada tahun 1814, berdasarkan Perjanjian Inggris-Belanda, Maluku kembali di bawah kekuasaan Belanda.
Hal ini menimbulkan kemarahan dan ketidakpuasan di kalangan rakyat Maluku, termasuk Pattimura.
Pada 14 Mei 1817, Pattimura bersama rakyat Saparua melakukan pemberontakan terhadap Belanda.
Mereka berhasil merebut Benteng Duurstede, benteng pertahanan Belanda di Saparua, dan membunuh semua tentara Belanda yang ada di sana, termasuk Residen Van den Berg.
Pattimura kemudian dipilih sebagai pemimpin pemberontakan oleh rakyat Saparua dan mendapat gelar Kapitan Pattimura.
Perlawanan Pattimura tidak hanya terbatas di Saparua, tetapi juga menyebar ke pulau-pulau lain di Maluku.
Ia berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Nusantara, seperti Ternate dan Tidore, untuk bersama-sama melawan Belanda.
Pattimura mendapat dukungan dari raja-raja lokal, seperti Raja Nisnoni dari Haruku dan Raja Latuconsina dari Ambon.
Belanda merasa terancam oleh perlawanan Pattimura dan mengirimkan bala bantuan dari Batavia untuk menghentikan pemberontakan tersebut.
Belanda menggunakan senjata-senjata modern dan strategi militer yang canggih untuk menghadapi pasukan Pattimura yang hanya bersenjatakan parang, tombak, dan salawaku (perisai kayu).
Pertempuran sengit terjadi antara kedua belah pihak di berbagai tempat di Maluku.
Baca Juga: Soal Sejarah Kelas X: Apakah Di Tempatmu Ada Tradisi Serupa Tradisi Sasi?
Pada 11 November 1817, pasukan Belanda berhasil mengepung Pattimura dan pengikutnya di sebuah rumah di Siri Sori Amalatu.
Setelah pertempuran berdarah selama beberapa jam, Pattimura akhirnya ditangkap oleh Belanda bersama beberapa orang pengikutnya yang masih hidup.