Intisari-Online.com -Pada masanya, Sistem Tanam Paksa menjadi sumber keuangan utama pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Tapi karena satu dan lain hal, program ini kemudian dihilangkan.
Secara resmi Sistem Tanam Paksa dihapus pada tahun 1870, ternyata ini penyebab utamanya.
Sistem Tanam Paksa atau dikenal sebagaiCultuurstelsel merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dengan cara mewajibkan rakyat melakukan tanam paksa.
Program inidicetuskan oleh seorang anggota golongan konservatif Belanda yang namanya begitu melegenda.
Dialah Johannes van den Bosch.
Tujuan utama adanya kebijakan Tanam Paksa di bawah Gubernur Van den Bosch yaitu untuk mengisi kas Belanda yang kosong dan menyelamatkannya dari kebangkrutan ekonomi.
Pemerintah Hindia Belanda sejak 1830 menyelenggarakan sistem tanam paksa.
Sistem ini dianggap cara yang paling mudah untuk mengisi kas pemerintahan Belanda yang digunakan untuk membangun, membayar utang, serta menyehatkan keuangan negeri Belanda.
Kebijakan ini terbukti mampu mendatangkan keuntungan yang melimpah bagi pemerintah kolonial Belanda.
Namun sistem ini pada akhirnya dihentikan.
Pelaksanaan tanam paksa menyebabkan penderitaan rakyat yang sangat berat dan mengerikan karena rakyat tidak dapat mengerjakan tanah pertanian untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Alasan Sistem Tanam Paksa dihapuskan
Sistem Tanam Paksa dihapus karena berbagai alasan.
Antara 1831-1867, kebijakan ini berhasil menyumbang 967 juta gulden ke pemerintah Belanda.
Keuntungan itu didapatkan Belanda dari penderitaan rakyat Indonesia.
Pasalnya, pekerja pribumi dipaksa fokus bekerja bahkan disiksa untuk tanam paksa.
Sehingga nasib diri sendiri dan keluarganya tidak terurus.
Akibatnya, banyak pekerja yang sakit, timbul kelaparan, dan kematian di berbagai daerah.
Selain itu, Sistem Tanam Paksa umumnya berjalan tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
Salah satu contohnya adalah para petani kerap dipaksa menyediakan setengah lahannya untuk ditanami tanaman sesuai ketetapan Belanda.
Namun sebenarnya, Belanda hanya mendapat 20 persen dan sisanya dikantongi secara ilegal oleh para pejabat daerah.
Belanda pun membiarkan penyelewengan terjadi selama pelaksanaannya.
Ketimpangan kondisi sosial itu menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, terutama golongan humanis Belanda.
Tokoh penentang Sistem Tanam Paksa
Golongan humanis yang menyampaikan kritikan terhadap pemerintah Belanda antara lain Douwes Dekker, Baron van Hoevel, dan Fransen van de Putte.
Melalui tulisan yang berjudul Max Havelar, Douwes Dekker yang memakai nama samaran Multatuli, menyampaikan kecamannya terhadap pemerintah Belanda atas penderitaan rakyat Jawa akibat pelaksanaan Sistem Tanam Paksa.
Berkat kritikan tersebut, yang juga didukung oleh aksi Baron van Hoevel dan Fransen van de Putte, Sistem Tanam Paksa perlahan dihapuskan.
Dihapusnya Sistem Tanam Paksa
Sistem Tanam Paksa dihapus secara bertahap dengan menghentikan penanaman terhadap jenis-jenis tanaman tertentu, sebagai berikut.
- Tanaman lada dihapus pada 1862
- Tanaman teh dihapus pada 1865
- Tanaman tembakau dihapus pada 1866
- Tanaman tebu dihapus pada 1870
- Tanaman kopi di Priangan dihapus pada 1917
Secara resmi Sistem Tanam Paksa dihapus pada tahun 1870 dan diganti dengan Sistem Ekonomi Liberal.
Akan tetapi, sisa-sisa penanaman paksa masih berlaku untuk tanaman kopi hingga 1917, menyebabkan pemerintah kolonial masih memperoleh saldo untung yang sangat tinggi.
Begitulah, secara resmi Sistem Tanam Paksa dihapus pada tahun 1870, ternyata ini penyebab utamanya.
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News