Intisari-online.com - Sejarah Indonesia mencatat masa kelam di bawah kepemimpinan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch (1830-1834) dengan diberlakukannya kebijakan tanam paksa atau Cultuurstelsel.
Sistem ini mewajibkan rakyat jajahan menanam tanaman tertentu di sebagian besar tanahnya dan menyerahkan hasil panennya kepada pemerintah Hindia Belanda dengan harga yang sangat rendah.
Berikut ini tujuan utama penerapan kebijakan tanam paksa di bawah Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch.
1. Meningkatkan Kas Keuangan Hindia Belanda
Kas keuangan Hindia Belanda mengalami defisit besar akibat Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia (1830-1833).
Van den Bosch yakin bahwa tanam paksa dapat menjadi solusi untuk mengisi kas yang kosong dengan cara mengekspor hasil panen seperti kopi, tebu, dan teh ke pasar Eropa.
2. Memperkuat Ekonomi Belanda
Pada masa itu, Belanda sedang mengalami krisis ekonomi.
Tanam paksa diharapkan dapat membantu memulihkan ekonomi Belanda dengan menyediakan pasokan bahan baku industri yang murah dan stabil.
3. Memperkuat Keuntungan Para Pemodal Swasta
Sistem tanam paksa juga membuka peluang bagi para pemodal swasta Belanda untuk berinvestasi di Hindia Belanda.
Para pemodal ini dapat menyewa tanah dari rakyat dan mengelola perkebunan dengan sistem tanam paksa.
4. Membangun Infrastruktur di Hindia Belanda
Van den Bosch percaya bahwa pembangunan infrastruktur di Hindia Belanda, seperti jalan raya dan irigasi, akan membantu meningkatkan produksi pertanian dan memudahkan proses pengangkutan hasil panen.
Kesimpulan
Meskipun memiliki tujuan utama untuk meningkatkan keuangan dan ekonomi Belanda, kebijakan tanam paksa memiliki dampak yang sangat buruk bagi rakyat jajahan.
Rakyat dipaksa menanam tanaman tertentu, bekerja keras tanpa upah yang layak, dan mengalami kelaparan dan kemiskinan.
Sistem tanam paksa menjadi salah satu contoh eksploitasi kolonial yang paling kejam dalam sejarah Indonesia.
Demikian ini,tujuan utama penerapan kebijakan tanam paksa di bawah Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch.