Empat Generasi Rujak Ciherang Bumbu Kecombrang

Ade Sulaeman

Editor

Rujak Ciherang
Rujak Ciherang

Intisari-Online.com – Kampung Ciherang hanyalah kampung kecil di wilayah Bandung Selatan, di antara kota Soreang dan Banjaran. Namun begitu, nama kampung ini terkenal hingga ke mana-mana berkat pamor makanan khas daerah ini, yaitu Rudjak Tjiherang (Rujak Ciherang).

Kalau Anda berniat bepergian ke sana, harap sabar saja karena letaknya lumayan jauh dari Kota Bandung. Tapi tak perlu khawatir tersesat. Sebab, begitu memasuki wilayah Banjaran, kebanyakan orang bisa menunjukkan arah lokasi warung.

(Baca juga: Di Surabaya, Ya Rujak Cingur yang Paling Masyhur)

Warungnya sederhana saja. Di bagian depan terdapat meja etalase dari kayu yang memajang stoples-stoples berisi bumbu rujak, sirup bandrek dalam botol, dan beberapa makanan oleh-oleh lainnya.

Di bagian dalamnya terdapat lemari yang dipenuhi aneka kue kering dan jajajan khas desa Ciherang, seperti opak, kecimpring, berondong.

Rujak ini berisi irisan aneka buah (mangga muda, bengkuang, kedondong, nanas, mentimun, jambu air) dan ubi. Jenis buahnya berganti-ganti tergantung musim. Tapi irisan ubi merah selalu ada di dalam racikan rujak.

Sambal rujaknya yang pekat disiapkan dengan cara dicampur dengan sedikit air dan diaduk dalam kuali tanah liat. Selanjutnya, sambal disiramkan ke atas irisan buah.

(Baca juga: Bumbu Rujak Ketemu Soto Babat)

Begitu irisan buah dicolekkan ke dalam bumbu, aroma honje atau kecombrang yang harum segera menyergap. Pedasnya bersahabat. Sensasi honje membuat lidah penasaran untuk nyolek lagi dan lagi sampai rujak tandas!

Honje yang menjadi penanda khas rujak ini diperoleh dari pemasok khusus di Cianjur Selatan. Honje ini selalu dikirim dalam keadaan segar. Saat ini, buah honje sudah semakin jarang ditemukan.

Untuk mencukupi kebutuhan yang mencapai 500 kg per bulan, para pemasok harus blusukan masuk ke dalam hutan Cisewu, dekat Garut.

Selain bisa dimakan di tempat, rujak (dalam bentuk bumbu kemasan botol) bisa juga dijadikan oleh-oleh. Bumbu kental ini dibuat dari bahan-bahan alami seperti gula aren, garam, asam jawa, dan tentunya honje.

Jika ingin sambal yang lebih pedas menggigit, Anda tinggal menambahkan cabai kering bubuk yang disediakan di meja makan. Meski pedas, bumbu rujak ini cukup jinak di perut.

Dijamin tak mengakibatkan sakit perut. Bisa jadi karena terbuat dari bahan-bahan alami.

Tahan simpan 3 bulan

Bumbu Rujak Cjherang ini diracik tanpa memakai tambahan air sedikit pun. Jadi, bumbunya sangat kental dan cenderung kering karenanya tahan disimpan dalam suhu ruang selama tiga bulan. Dalam lemari es bisa tahan setahun.

(Bcaa juga: Liburan di Bandung, Jangan Lewatkan Nasi Tutug Oncom yang Bisa Disantap Tanpa Lauk)

Karena tahan lama, bumbu rujak ini biasa dijadikan bekal jamaah haji asal Bandung. Sebagai pendongkrak nafsu makan, mereka membekali diri dengan membawa sebotol bumbu Rujak Ciherang. Tak ada jambu air di padang pasir pun bukan soal.

Mereka bisa menyantap apel yang dicocolkan ke dalam bumbu Rujak Ciherang. Sama-sama menyegarkan!

Inovasi bumbu rujak tahan lama ini diciptakan oleh Hj. Tarsih, anak dari Ma Eumpeh (perintis Rujak Ciherang) saat menunaikan haji pada tahun 1970-an.

Saat itu perjalanan haji masih menggunakan angkutan laut hingga memakan waktu tiga bulan. Sampai di Mekkah, ternyata bumbu rujak tetap lezat saat dimakan.

Bahkan rasanya semakin kuat. Sejak saat itu, sambal Rujak Ciherang mulai dikemas dalam botol.

Ketika musim haji atau umroh tiba, permintaan bumbu Rujak Ciherang meningkat tajam hingga mencapai 300 kg setiap minggu. Di hari biasa, paling banter 150 kg per minggu. Sambal ini dibuat dengan cobek ukuran besaryang muat 30 kg gula merah.

Waktu yang dibutuhkan untuk menguiek dan mencampur bumbu sekitar delapan jam.

Menurut Asep Rosadi, cicit Ma Eumpeh, usaha rujak tersebut dirintis buyutnya tahun 1925. Bumbu rujak sejak awal memakai tambahan buah honje. Resep ini terus dipertahankan hingga sekarang.

Usaha lalu diteruskan oleh anak perempuannya, Hj. Tarsih. Sekarang dikelola oleh generasi keempat alias cicit buyut Ma Eumpeh.

Selain di pusatnya di kampung Banjaran, rujak ini memiliki dua cabang lainnya, yaitu di Warung Lobak Soreang dan di Kampung Sadu, Jalan Raya Ciwidey. • (fajar/rony)

Rujan Ciherang:

Jln. Ciherang no. 81, Kampung Ciherang, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, Bandung

Buka tiap hari pukul: 09.00-18.00

(Seperti pernah dimuat di Buku Wisata Jajan Bandung)

Artikel Terkait