Lorong Masa: Surat Bung Karno dari Penjara Sukamiskin (1)

K. Tatik Wardayati

Penulis

Lorong Masa: Surat Bung Karno dari Penjara Sukamiskin (1)
Lorong Masa: Surat Bung Karno dari Penjara Sukamiskin (1)

Intisari-Online.com – Dalam rangka ulang tahun Intisari ke-50 dan Dirgahayu Republik Indonesia ke-68, kami menurunkan kembali artikel yang pernah dimuat di Intisari terdahulu dengan tema yang relevan. Berikut ini tulisan yang diambil dari Majalah Intisari edisi perdana, Agustus 1963, dengan judul asli “Surat Bung Karno dari Pendjara Sukamiskin”. Tentu saja sudah kami sesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Sukamiskin, 17 Mei 1931

Saudara!

Barulah sekarang ada sepucuk surat dari Sukamiskin kepada Saudara. Lebih baik saya katakan daripada tidak sama sekali saya berkirim surat kepada Saudara. Karena orang tangkapan seperti macamku ini hanyalah sekali dalam dua minggu boleh ber­kirim surat. Dua pekan yang lalu ada jugalah kesempatan bagiku untuk mengirimkan surat. Tetapi kesempatan itu saya pakai untuk memberi kabar kepada isteriku, bahwa saya sudah dipindahkan ke Sukamiskin, dan dia boleh datang melihat dan berbicara dengan saja dua kali dalam sebulan, serta tidak boleh membawa apa-apa sebagai tanda kasih atau oleh-oleh untukku. Berapakah lamanya? cuma sepuluh menit. Menerima su­rat bolehlah saya tiap-tiap hari: tentu saja diperiksa baik-baik.

Tidak berapa lamanya sesudah masuk ke dalam rumah kurungan, maka saya lalu bertukar pakaian dengan pakaian orang kurungan yang berwarna biru, rambutku dipotong hampir menjadi gundul, "dimilimeter" dalam bahasa Belandanya. Hampir segala apa yang saya bawa dari rumah tahanan (di kota Bandung) – itu semuanya diambil. Besok harinya hari besar Islam; jadi saya tak perlu bekerja. Sehari sesudah itu saya mesti pergi berbaris ketempat…… membuat kitab tulisan: disanalah saya sampai sekarang meladeni satu daripada mesin garis dan me­sin potong yang besar-besar; tiap-tiap hari saya kerjakan berpuluh-puluh rim kertas: memedat barang, memuat dan membongkarnya. Pada malam hari kalau pekerjaan sudah selesai dan sesu­dah mandi yang lamanya ditentukan enam menit, ya, enam menit, dan membersihkan badan karena kotor oleh minyak mesin yang melekat pada tangan kaki dan pipi, dan kalau saya sudah makan, makan nasi merah dengan sambal yang sederhana, maka besarlah hati saya karena kembali ke dalam bilik kecil yang besar 1,50 x 2,50 m, sehingga dapat melepaskan Ielah pekerjaan sehari-hari.Badanku sudah letih lesu, dan otakku seolah-olah tertidur (lethargie), sehingga kitab yang terbuka, di hadapanku tidak terbaca Iagi, dan beladarpun tak ada hasilnya. Sebentar lagi pukul sembilan cahaya mesti digelapkan dengan tidak dapat disangkal lagi; baiklah begitu, karena hari ini sudah bekerja keras, dan besoknya bekerja keras lagi, dan kedua-duanya memaksa saya mesti lekas pergi tidur.

Boleh juga pergi ke bilik tempat bermain-main, ke recreatiezaal. Di sana boleh bermain dan bermain catur; dapat membaca kitab perkara sport, pemandangan dan kitab yang berdasarkan agama, membaca di tengah-tengah saudara-saudaraku yang sedang bersuara; dapat juga berkata-kata. Tetapi hati dan badan yang haus tiadalah dapat dipenuhinya; itupun menurut perasaanku pula. Itulah sebabnya, maka saya hanya sekali-kali saja pergi ke sana; biasanya malam hari saya berkurung dalam bilikku saja.

Saya coba-coba mengusahakan supaya waktu dalam bilik kecil ini besar hasilnya. Sampai sekarang percobaan itu tak ada manfaatnya. Karena tadi telah saya katakan: saya tak dapat belajar dengan baik, karena badan sudah payah. Otak seolah-olah dapat penyakit kekurangan darah (anemia) sehingga tidak banyak yang dapat diterima dan dipikirkannya; otakku merasa lekas benar penuh isinya, lekas payah. Alangkah baiknya, sekiranya ada surat kabar. Tetapi segala surat kabarku ditahan, begitu juga surat berkala; sedangkan “d’Orient" tak boleh saya terima.

(Bersambung)