HOK Tanzil Tiba di Mulut Kampung Pangumbahan (4)

Birgitta Ajeng

Penulis

HOK Tanzil Tiba di Mulut Kampung Pangumbahan (4)
HOK Tanzil Tiba di Mulut Kampung Pangumbahan (4)

Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Pangumbahan, Jawa Barat, yang dia tulis di Intisari edisi Juli 1980 dengan judul asli "Ke Pangumbahan dengan Kombi-VW untuk Melihat Penyu Laut Bertelur"--Intisari-Online.com -Setelah 2 km (dalam 15 menit) kami tiba di Cikangkung. Di kampung ini ada simpang tiga lagi. Ada petunjuk yang menunjuk ke kiri: Pangumbahan.Sejauh 2 km lagi kami melewati kampung serta halaman yang cukup baik sampai di desa Gunungbatu. Di sini ada simpang tiga (lagi!). Sebuah papan menunjuk ke kiri: Pangumbahan.Jalan mulai sempit dan berlumpur. Harus hati-hati dan mencari yang terbaik agar tidak terperosok. Yang pasti ialah bahwa bila ada hujan sukar dilalui!Setelah 2 km kami tiba di kampung Cijatingao. Di kampung inilah umumnya orang meninggalkan kendaraannya bila hendak ke Pangumbahan yang jauhnya 3 km.Sebuah papan penunjuk jalan di sebuah simpang tiga (lagi!). Kami pilih yang ke kanan: Pangumbahan.Jalan kecil yang ke kiri tentunya yang ke Ujunggenteng walaupun tidak tertulis di situ. Bagian tengah jalan menonjol dan berumput di kiri-kanan ada kebun jagung, karet dan kelapa hibrida.Ada sebuah papan bertulisan: "P.T. Brata Jaya Utama. Perkebunan Citespong. Proyek Pembaharuan Kebon Kelapa." Lalu jalan bercabang. Kami pilih yang ke kanan, karena nampak lebih sering dijalani.Jalan selanjutnya sempit, pas-pasan untuk sebuah mobil. Bahkan karena pintu dorong samping kombi kami sengaja dibuka, alang-alang dan dahan-dahan dapat menonjol masuk mobil! Beberapa bagian berlumpur, licin dan turun-naik karena berbukit.Akhirnya setelah 3 km lagi sampailah kami di mulut kampung Pangumbahan, tujuan utama kami, pada pukul 14.30.Sebuah jembatan terdiri dari susunan 6 batang pohon kelapa harus dilintasi bila hendak ke pantainya melalui satu-satunya jalan yang melintasi kampung Pangumbahan.Menurut saya, walaupun kami masih dapat melewati jembatan itu, jalanannya sangat parah setelah dilewati sebuah traktor. Bagian yang berlumpur ada yang sedalam setengah meter.Berjalan kaki di jalan inipun harus memilih mana yang harus diinjak agar tidak terperosok di bagian yang lunak.Piknik di pinggir sawahKarena jarak hanya 300 meter sampai pantai, diputuskan kombi-VW kami menetap dekat jembatan di tengah sawah yang menghijau. Saat itu pukul 14.30. Sinar matahari terik.Karena lapar kami sepakat untuk mengisi perut dahulu sebelum meninjau pantai dan mencari keterangan yang diperlukan. Maka dikeluarkanlah dapur yang dibawa dan tikar-tikar digelar di sisi naungan mobil.Sop yang dibawa dari rumah dipanaskan. Lauk-pauk lain dihidangkan. Karena lapar, rasanya lebih nikmat makan di alam bebas ini.