Kuliner Tradisional di Bandung (2)

Agus Surono

Editor

Kuliner Tradisional di Bandung (2)
Kuliner Tradisional di Bandung (2)

Intisari-Online.com - Beberapa tujuan wisata kuliner di Bandung kini sudah terkonsentrasi di lokasi tertentu (pujasera) seperti rangkaian warung tenda yang menyediakan berbagai penganan ringan dan berat di sekitar Taman Cibeunying (Jln. Cisangkuy). Kompleks warung tenda ini beroperasi dari sore hingga malam hari.

Pada hari Minggu (pagi-siang), banyak juga sasaran kuliner yang menarik untuk di eksplorasi di sekitar Taman Cilaki (seberang Museum Pos). Pujasera lainnya yang sudah terkenal adalah Pujasera San Fransisco di Jln. Burangrang No. 12. Pujasera menyedian pilihan makanan yang beragam. Namun yang paling terkenal adalah martabak dan wedang rondenya.

Selain pujasera, bertebaran pula warung-warung, tenda-tenda, dan rumah makan dengan spesialisasi tertentu. Tak sedikit di antaranya yang sudah beroperasi hingga puluhan tahun, dan banyak pula yang masih menggunakan resep lama tanpa perubahan berarti hingga kini.

Nah berikut ini beberapa kue dan penganan kecil yang bisa kita cicipi saat ke Bandung.

  • Cakue & Bapia Osin (d/h. Lie Tjay Tat), Jln. Belakang Pasar No. 47 (Telp. 022-4202920). Cakue Pasar Baru ini sudah buka sejak tahun 1934 dan terkenal karena menggunakan resep tradisional yang terus dipertahankan hingga sekarang. Ukuran cakuenya besar-besar dengan rasa yang gurih dan renyah. Selain itu juga tersedia Bubur Kacang Tanah yang unik. Jenis makanan istimewa yang terakhir ini memang tidak terlalu mudah ditemukan di Bandung. Kedai ini buka setiap hari pukul 06.00-11.00.
  • Perkedel Bondon, Jln. Kebon Jati (tepatnya di kawasan pintu selatan Stasiun Bandung). Adonan perkedel ini sebenarnya sederhana saja karena hanya menggunakan kentang dengan sedikit bumbu. Cara mengorengnya yang memang sedikit berbeda karena menggunakan cara tradisional, dengan tungku dan kayu atau arang sebagai bahan bakarnya. Walaupun warung ini buka sepanjang waktu, namun khusus untuk mendapatkan perkedelnya hanya bisa didapat setelah pukul 23.00 saja. Jam buka khusus perkedel mulai dari 22.00-03.00.
  • Gorengan Cendana, Jln. Cendana, dekat persimpangan dengan Jln. Bengawan. Tenda gorengan ini beroperasi pada pukul 14.00-21.00. Biasanya menjelang sore hingga malam akan tampak antrian memenuhi sekitar tenda. Tersedia pilihan gorengan pisang, gehu, bala-bala, tempe goreng, nanas goreng, ganasturi (gorengan isi kacang ijo), dan comro yang semuanya memiliki rasa yahud.
  • Surabi Cihapit, Jln. Cihapit, depan Toko Djitu. Usaha surabi ini sudah mulai dirintis pada tahun 1970-an. Selain menawarkan menu surabi tradisional dengan bumbu oncom atau kinca (bumbu kuah gula merah), sekarang warung surabi ini juga menawarkan surabi dengan berbagai variasi isi atau bumbu lainnya seperti cokelat, keju, ayam, telur, pisang, dll. Warung surabi ini buka setiap hari pada pukul 06.00-11.00 dan 15.00-21.00.
  • Surabi Enhaii. Letaknya yang berdekatan dengan kompleks kampus NHI (Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung) membuatnya terkenal dengan julukan Surabi Enhaii. Menu surabi yang disajikan di sini berbeda dengan surabi pada umumnya. Biasanya surabi hanya menggunakan topping oncom, tapi di tempat ini anda bisa menikmati surabi dengan pilihan topping yang beraneka macam, mulai dari ayam, sosis, keju, telur, coklat, stroberi dll. Warung surabi ini mulai berjualan pada tahun 2000. Buka setiap hari dari pukul 12.00 sampai 24.00.
  • Awug Cibeunying. Awug adalah penganan khas Sunda yang terbuat dari tepung beras, gula merah, dan kelapa. Dibuat berlapis antara tepung dan gula merah serta ditaburi parutan kelapa. Sangat enak jika disantap hangat-hangat. Salah satu penjual awug yang tersisa kini ada di pinggir Jln. Ahmad Yani di depan STT Tekstil, tepatnya di Jln. Cibeunying, sesuai dengan namanya Awug Cibeunying. Setiap sore banyak orang yang rela antri untuk bisa menikmati makanan khas Sunda ini. Awug Cibeunying sudah ada sejak tahun 1980-an. Waktu bukanya setiap hari dari pukul 16.00 sampai pukul 21.00. Selain awug, di tempat ini pun dijual kue-kue tradisional sunda lainnya, seperti ali agrem, gurandil, lupis, jalabria, klepon, putu mayang dan jajanan tradisional lainnya dengan harga yang bervariasi.
  • Cireng Isi, Cilok Isi, dan Cimol. Cireng isi (aci digoreng), cilok isi (aci dicolok), dan cimol (aci smol alias small), ketiga jenis makanan olahan aci atau kanji ini kini sedang populer di Bandung. Hampir di semua tempat kita bisa menemukannya, biasanya dijajakan di gerobak-gerobak kaki lima. Yang istimewa dari cireng dan cilok adalah isinya yang beragam mulai dari oncom, daging, ayam, baso, dan sebagainya. Cilok biasanya disiram dengan saus kacang kental dan kecap. Sedangkan cimol tidak jauh berbeda dengan cireng hanya saja ukurannya lebih kecil dan bentuknya bulat seukuran kelereng. Cimol tidak ada isinya, biasanya ditaburi berbagai bumbu, mulai dari bumbu kacang, bumbu ayam, bumbu sapi dan bumbu pedas yang disesuaikan dengan selera konsumen. Salah satu cireng isi yang terkenal dan merupakan pionir cireng isi di Bandung adalah cireng isi Jln. Cipaganti. Karena keunikan rasa cireng isi Cipaganti, selalu banyak orang antri untuk membeli cireng ini. Selain untuk dinikmati sendiri, biasanya cireng Cipaganti juga suka dijadikan oleh-oleh.
  • Colenak Murdi Putra. Colenak alias dicocol enak, salah satu penganan khas tradisional Bandung yang terbuat dari tape singkong bakar yang dibubuhi gula cair dan parutan kelapa. Penganan ini sudah ada sejak tahun 1930-an, dijajakan pertama kali oleh seorang pribumi bernama Murdi. Karena kelezatannya, maka makanan tradisional ini tetap bertahan hingga sekarang. Usaha colenak ini masih dikelola oleh keluarga secara turun temurun dan sekarang dikenal dengan nama dagang Colenak Murdi Putra. Jika tertarik untuk mencoba kue yang satu ini, sebaiknya datang langsung ke Jln. Ahmad Yani No. 733, tempat sejak pertama kali usaha ini dijalankan sampai sekarang. Namun bila tidak sempat mampir pun, biasanya Colenak Murdi Putra masih bisa ditemukan di banyak toko kue atau supermarket di Bandung.
  • Kue Balok., Sejenis kue yang terbuat dari adonan tepung terigu dan susu, yang dibentuk persegi panjang menyerupai kue pukis, namun dengan ukuran yang lebih besar. Berbeda dengan pukis, kue balok lebih keras dan biasanya tidak memakai topping. Bentuk yang mirip balok inilah yang membuatnya dinamakan kue balok. Karena ukurannya yang besar, kadang-kadang orang Bandung menyebutnya juga dengan jibeuh (hiji-seubeuh = makan satu kenyang). Kue yang biasa dipasangkan dengan kopi panas ini mulai terkenal di Bandung pada tahun 1960-an. Cukup mudah mendapatkannya di warung-warung kopi pinggir jalan dari sore hingga malam hari. Yang paling terkenal berada di simpang Gandok (pertigaan antara Jln. Ciumbuleuit dan Jln. Cihampelas) yang biasa buka malam hari hingga larut. Namun sekarang kue ini sudah agak jarang ditemui lagi, nasibnya sama dengan kebanyakan kue tradisional lainnya, terlindas oleh kehadiran kue-kue modern yang bentuk dan rasanya lebih beragam. Beruntung bagi Anda yang penasaran dan ingin mencicipi, kue balok sekarang bisa ditemukan di Rumah Makan Bancakan, Jln. Trunojoyo No. 62. (Where To Go Bandung)