Pengamatan secara terus-menerus dilakukan melalui pengamatan visual dan deteksi kegempaan di 5 pos pengamatan Plawangan, Ngepos, Babadan, Jrakah, dan Selo.
Pengamatan visual itu menyoroti antara lain keadaan cuaca, bentuk kubah guguran, guguran lava, tinggi dan warna asap serta suara letusan.
Pemantauan secara berkala dan terpadu mencakup pemantauan geologi, geokimia, geofisika, dan deformasi (perubahan bentuk) yang ditopang oleh laboratorium vulkanologi di Kantor Seksi PGM.
Sekali sebulan tim pemantauan terpadu berada di puncak Merapi mengobservasi soal morfologi kubah, longsoran, melakukan pengukuran rekahan dan temperatur serta perkembangan solfatara dan sistem pelapukan.
Melalui sistem pemantauan yang lengkap itu gerak-gerik Merapi bisa diketahui.
Apalagi sejak dipasangnya ROVS (Remote Operated Vision System) pada 1989, segala aktivitas kubah lava di puncak Merapi dapat diamati langsung dari Kantor Seksi PGM, di Jl. Cendana, Yogyakarta.
Tidak kurang enam stasiun seismograf dengan sistem telemetri ada di kawasan Merapi.
Segala fasilitas itu amat bermanfaat untuk kepentingan warning system (peringatan dini) terhadap bahaya Merapi.
Setiap hari kelima pos pengamatan yang ada selalu melaporkan hasil pengamatannya ke Kantor Seksi PGM yang lalu diteruskan ke Satkorlak PBA yang terdiri atas kantor-kantor departemen dan pemda-pemda setempat antara lain DIY, Sleman, dan Magelang.
"Kantor Seksi PGM hanya berhak merekomendasi situasi dan memberitakan secepatnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Sedangkan perintah pengungsian kepada penduduk ada di tangan kepala daerah setempat," ujar Dr. R. Sukhyar, Kasubdit Analisis Gunung Api, Direktorat Vulkanologi.
Ibarat laboratorium alam, Merapi menjadi semacam barometer bagi 130-an gunung aktif lainnya di Indonesia.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR