Bahkan berbagai peralatan canggih produk negara maju lebih dulu diujicobakan pada gunung ini sebelum dioperasikan.
Peralatan dan sistem pemantauan di Merapi sendiri serba lengkap dan cermat. Namun mengapa sampai terjadi bencana pada 22 November 1994 itu?
Menurut Dr. R. Sukhyar, penyebabnya adalah terlalu cepatnya peningkatan status Merapi sehingga mendahului sinyal yang disampaikan oleh Kantor Seksi PGM ke Satkorlak PBA (Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam) di kawasan Merapi.
"Letusan yang pada 22 November itu datangnya sekonyong-konyong di luar perkiraan dan kebiassan Merapi," ujamya.
Meningkatnya aktivitas Merapi pada saat itu bukan lagi dalam hitungan hari, melainkan jam bahkan menit.
Kalau pada pukul 10.00 WIB hari itu status gunung itu masih "Siaga Merapi", maka sejam kemudian meningkat menjadi "Siap Merapi", dan pada pukul 14.25 berubah menjadi "Awas Merapi".
Menurutnya, tanda-tanda peningkatan kegiatan Merapi sudah terekam, dan sejak 4 November mulai diinformasikan oleh Kantor Seksi PGM ke berbagai pihak yang berkepentingan.
"Tapi hari 'H' letusan atau tepatnya gugurnya kubah lava itu sukar ditafsir," jelas Dr. R. Sukhyar.
Namun petaka Merapi itu terjadi terutama bukan karena letusan itu sukar ditafsir kapan terjadinya, tetapi lebih karena masih dihuninya daerah "terlarang".
"Kita tidak cukup hanya mengandalkan hasil prediksi. Dalam hal ini perlu diimbangi kesiapan dan kesadaran masyarakat. Ilmu pengetahuan betapapun hebatnya tentu punya keterbatasan," ujarnya.
Selama ini Merapi selalu memuntahkan cairan lava panasnya ke arah barat daya tanpa menelan manusia karena kawasan-kawasan yang dinyatakan terlarang pada lereng sisi itu memang tidak dihuni manusia.
Sabuk gunung dan Laut Kidul
Seperti dituturkan Dr. Sukarto K. Atmodjo, epigraf dan pakar sejarah Jawa kuno dari UGM, Gunung Merapi dan Laut Kidul (Samudera Indonesia) memiliki hubungan mistis dalam mitologinya.
Tapi di luar itu sebenarnya Merapi dan Samudera Indonesia punya kaitan sangat erat dari kacamata geologi.
Apakah kedua fakta ini bersumber dari satu fenomena yang sama atau hanya kebetulan, tidak mudah dijawab.
Yang terang, hubungan antara Merapi - yang menjulang di perbatasan Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah – dan Samudera Indonesia ini bisa dijelaskan secara geologis.
Menurut Bambang Widjaja H., seorang geolog dari Jurusan Vulkanologi, Fak. Teknik Geologi, UGM, hubungan itu bisa dijelaskan dengan teori tektonik lempeng.
Kerak bumi yang menyusun dunia ini tersusun dari 12 lempeng besar dan lempeng-lempeng kecil, dengan ketebalan yang bervariasi.
Lempeng-lempeng kerak bumi itu antara lain Lempeng Pasifik, Lempeng Filipina, Lempeng Eurasia (Eropa-Asia), dan Lempeng Samudera Hindia.
Lempeng-lempeng itu saling bergerak relatif satu terhadap yang lain dengan kecepatan 1 - 13 cm per tahun.
Begitupun Lempeng Samudera Hindia, yang merupakan lempeng atau kerak samudera, bergerak secara relatif ke utara terhadap Lempeng Eurasia yang merupakan kerak benua, dengan kecepatan rata-rata 2 cm per tahun.
"Karena densitas atau kerapatan massanya lebih tinggi dari kerak benua, maka kerak Samudera Hindia itu menyusup ke bawah kerak benua Eurasia," kata Bambang Widjaja H.
Di daerah subduction (penyusupan atau penunjaman) antara lempeng Samudera Hindia (Indonesia) dan Lempeng Eurasia itulah terbentuk ring of fire, sabuk atau jajaran gunung api, yang di Indonesia membujur di sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Nusa Tenggara, sampai Laut Banda.
Pulau-pulau ini merupakan bagian dari Lempeng Eurasia. Sedangkan Gunung Merapi merupakan salah satu dari jajaran gunung api itu.
Meskipun nampaknya kecepatan 2 cm per tahun itu lambat untuk ukuran manusia, tumbukan antara massa kerak samudera dan kerak benua itu menimbulkan akibat yang dahsyat.
Selain secara insidental menghasilkan aktivitas kegempaan, gesekan kedua massa raksasa itu menimbulkan panas hingga melelehkan material kerak samudera maupun kerak benua di daerah penyusupan itu.
"Lelehan material itu berupa larutan silikat atau yang kemudian kita kenal sebagai magma," jelas Bambang.
Sumber atau dapur magma Gunung Merapi itu sendiri terletak kira-kira pada kedalaman 60 - 100 km.
Keluarnya magma ke permukaan bumi akibat tekanan yang tinggi itu lalu dinamai aktivitas vulkanisme atau kegunungapian.
Itulah kira-kira kisah sederhana munculnya sabuk gunung api - di mana Gunung Merapi termasuk di dalamnya – pada jalur sepanjang patahan Pulau Sumatera sampai Laut Banda.
Jangan-jangan legenda yang menghubungkan Gunung Merapi dan Laut Kidul itu bersumber dari gejala alam seperti ini?
(Ditulis oleh B. Soelist/Al. Heru Kustara. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Januari 1995)
(Baca juga: Gunung Agung, Potongan Gunung Mahameru di India yang Jatuh di Tanah Bali saat Diangkat oleh Para Dewa)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR