Pasukan bersenjata Thailand memulai sebuah kudeta di tahun 2006 dan memperbolehkan pemilihan umum tahun depan, dimenangkan oleh partai yang mereka gulingkan tahun sebelumnya.
Namun tahun 2014, Angkatan Darat Kerajaan Thailand memulai kudeta lainnya, yang jauh lebih kuat dan kasar; selain itu tidak diadakan pemilihan selama lima tahun.
Dalam periode campur tangan, tentara melawan dan menekan oposisi dan meratifikasi sebuah konstitusi baru yang melemahkan politikus sipil dan semuanya tapi menjamin kontrol militer berkelanjutan atas politik dalam negeri.
Tambahan lagi, seperti dicatat pengamat politik Thailand, Puangthong Pawakapan, pasukan bersenjata Thailand telah memperluas kekuatan mereka atas fungsi negara sipil, mengisi pos pemerintahan dengan tentara-tentara dari Komando Operasi Keamanan Dalam Negeri.
Akhirnya di tahun 2019, tentara memindahkan kekuasaan kepada pemerintahan yang dipasang militer.
Pasukan bersenjata juga merebut kekuasaan di Kamboja, dengan cara yang berbeda.
Mereka meningkatkan ikatan ke pemimpin negara Hun Sen, yang telah menjadi perdana menteri atau wakil perdana menteri sejak 1985.
Anak Hun Sen dan mungkin penerusnya, Hun Manet, telah dididik untuk bangkit melalui militer ke posisi top di tentara.
Di Indonesia, pasukan bersenjata yang mendominasi politik lokal selama era Suharto kembali menjadi kekuatan kuat dalam hubungan politik Indonesia.
Pejabat-pejabat militer mungkin tidak secara langsung meraih kekuasaan, tapi dengan izin Presiden Jokowi, mereka telah meraih kontrol dari berbagai kementerian penting menghadapi isu lokal dan kembali menjadi penekan dan pengatur kekuatan politik.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
KOMENTAR