Intisari-online.com - Masa kolonial di Indonesia ditandai dengan penerapan politik devide et impera oleh penjajah, yang bertujuan untuk memecah belah masyarakat dan memperkuat kekuasaan mereka.
Salah satu strategi yang digunakan adalah pembedaan identitas antara masyarakat beragama dan kaum adat tradisional.
Berkaitan dengan pokok masalah pembedaan identitas masyarakat beragama dan kaum adat tradisional, pada masa kolonial.
Apakah hal tersebut berhubungan dengan kebijakan politis pemerintahan setelah kemerdekaan, yang akhirnya memunculkan terminologi Agama dan Kepercayaan yang dipertahankan hingga saat ini? Berikut penjelasan dan hubungannya!
Masyarakat Beragama: Dipandang sebagai kelompok yang lebih "modern" dan "beradab" oleh penjajah.
Diberi akses pendidikan dan layanan sosial yang lebih baik. Diatur melalui hukum agama yang dibawa oleh penjajah, seperti hukum Islam dan Kristen.
Kaum Adat Tradisional: Dipandang sebagai kelompok yang "primitif" dan "terbelakang" oleh penjajah. Diatur melalui hukum adat yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai modern.
Dibatasi aksesnya terhadap pendidikan dan layanan sosial.
Pembedaan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap identitas kedua kelompok.
Masyarakat beragama didorong untuk mengadopsi nilai-nilai dan budaya Barat, sedangkan kaum adat tradisional dipaksa untuk meninggalkan tradisi dan kepercayaan mereka.
Dampak pada Terminologi Agama dan Kepercayaan
Setelah kemerdekaan, Indonesia berusaha untuk membangun identitas nasional yang baru.
Salah satu caranya adalah dengan merumuskan Pancasila, yang mengakui keragaman agama dan budaya di Indonesia.
Dalam konteks ini, terminologi "Agama" dan "Kepercayaan" mulai digunakan untuk membedakan antara sistem kepercayaan yang terstruktur dan terinstitusi dengan tradisi dan kepercayaan lokal yang lebih informal.
Agama: Digunakan untuk merujuk pada sistem kepercayaan yang memiliki kitab suci, nabi, dan ritual yang terstruktur.
Contohnya Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Kepercayaan: Digunakan untuk merujuk pada tradisi dan kepercayaan lokal yang tidak memiliki kitab suci, nabi, atau ritual yang terstruktur.
Contohnya kepercayaan animisme, dinamisme, dan totemisme.
Meskipun terminologi ini bertujuan untuk mempromosikan toleransi dan inklusivitas, namun masih ada perdebatan tentang bagaimana mendefinisikan dan membedakan antara "Agama" dan "Kepercayaan".
Kesimpulan
Pembedaan identitas antara masyarakat beragama dan kaum adat tradisional di masa kolonial memiliki dampak yang berkepanjangan terhadap terminologi "Agama" dan "Kepercayaan" yang digunakan di Indonesia saat ini.
Terminologi ini mencerminkan upaya untuk menyeimbangkan pengakuan terhadap keragaman agama dan budaya dengan membangun identitas nasional yang baru.
Baca Juga: Gramedia Printing Cetak Lebih dari 2 Juta Buku untuk Sekolah di Daerah 3T
Namun, masih ada perdebatan tentang bagaimana mendefinisikan dan membedakan antara "Agama" dan "Kepercayaan".
Penting untuk terus berdialog dan berdiskusi tentang masalah ini untuk memastikan bahwa semua kelompok masyarakat diperlakukan dengan adil dan hormat.
Demikian yanh berkaitan dengan pokok masalah pembedaan identitas masyarakat beragama dan kaum adat tradisional, pada masa kolonial.
Baca Juga: Konsep Apa Saja yang Terdapat Dalam Kepercayaan Sehingga Disebut Agama Oleh Ahli Antropologi?