Intisari-online.com - Kesultanan Malaka, yang berdiri dari tahun 1400 hingga 1511, merupakan salah satu kerajaan maritim paling gemilang di Asia Tenggara.
Didirikan oleh Parameswara, raja Sriwijaya yang melarikan diri dari Palembang.
Malaka menjelma menjadi pusat perdagangan dan diplomasi yang penting di Selat Malaka.
Berikut ini adalah sejarah kesultanan Malaka yang terkenal sebagai kerajaan maritim.
Perdagangan: Malaka terletak di jalur perdagangan rempah-rempah yang strategis, menghubungkan Timur dan Barat. Kerajaan ini menjadi tempat bertemunya para pedagang dari berbagai penjuru dunia, seperti China, India, Persia, Arab, dan Eropa.
Diplomasi: Kesultanan Malaka menjalin hubungan diplomatik dengan banyak kerajaan dan bangsa, termasuk China, India, Siam, dan Jawa. Hubungan ini memperkuat pengaruh Malaka di kawasan Asia Tenggara.
Penyebaran Islam: Malaka menjadi pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Para pedagang Muslim membawa agama mereka ke Malaka, dan raja-rajanya pun memeluk Islam. Hal ini menarik banyak Muslim dari berbagai negara untuk datang ke Malaka.
Kekuatan Militer: Malaka memiliki angkatan laut yang kuat untuk melindungi wilayahnya dari serangan bajak laut dan musuh lainnya.
Raja-raja Terkemuka:
Parameswara (1400-1414): Pendiri Kesultanan Malaka.
Megat Iskandar Syah (1414-1424): Raja kedua Malaka, yang memperkuat hubungan dengan China.
Baca Juga: Apa yang Melatarbelakangi Tengku Abdul Jalil Melakukan Perlawanan Terhadap Jepang?
Sri Maharaja (1424-1446): Raja ketiga Malaka, yang terkenal dengan keadilan dan kebijaksanaannya.
Sultan Mahmud Syah (1488-1511): Raja terakhir Malaka, yang berusaha melawan Portugis.
Keruntuhan:
Pada tahun 1511, Portugis, di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque, menyerang Malaka.
Setelah pengepungan selama sebulan, Malaka berhasil direbut Portugis.
Kejatuhan Malaka menandai berakhirnya era kejayaan kerajaan maritim di Asia Tenggara.
Warisan:
Meskipun hanya berdiri selama 111 tahun, Kesultanan Malaka meninggalkan warisan yang kaya bagi Asia Tenggara.
Kerajaan ini berperan penting dalam penyebaran Islam, perdagangan, dan diplomasi di kawasan tersebut.
Bahasa Melayu, yang digunakan di Malaka, menjadi bahasa lingua franca di wilayah tersebut.
Budaya dan tradisi Malaka pun masih dilestarikan hingga saat ini.
Peninggalan:
A Famosa: Benteng Portugis yang dibangun di atas reruntuhan istana Malaka.
Gereja St. Paul: Sebuah gereja Katolik yang dibangun oleh Portugis.
Istana Malaka: Istana kesultanan Malaka yang telah direkonstruksi.
Museum Malaka: Museum yang menyimpan koleksi artefak dari masa Kesultanan Malaka.
Kesimpulan:
Kesultanan Malaka merupakan salah satu kerajaan maritim paling penting dalam sejarah Asia Tenggara.
Kejayaan dan keruntuhannya memberikan banyak pelajaran berharga tentang pentingnya perdagangan, diplomasi, dan kekuatan militer.
Warisan Malaka masih dapat dilihat di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam hingga saat ini.