Namun pada akhir Perang Dingin dan pada era pasca Perang Dingin, jumlah kudeta mulai turun.
Tahun 2000-an, contohnya, hanya ada 10 kudeta berhasil dijalankan di seluruh dunia.
Banyak militer di Asia Tenggara dan Selatan tampaknya telah menarik diri atau tersingkirkan oleh politik sipil.
Di Thailand, protes di Bangkok melawan pemerintah kudeta tahun 1992 menarik sejumlah besar warga kelas-menengah Thailand.
Setelah anggota dari pasukan bersenjata membunuh para pengunjuk rasa, raja Thailand ikut campur dan mempermalukan pemimpin unggulan militer, yang tampaknya bertujuan untuk mendiskreditkan Angkatan Darat Kerajaan Thailand.
Memang, Thailand menikmati hubungan kuat dengan pemerintah sipil antara 1992 sampai 2006, periode terlama bagi sejarah modern Thailand.
Mereka membangun demokrasi yang terbilang kuat dan pada 1997 melahirkan konstitusi baru yang progresif.
Di Myanmar, militer telah merebut kekuasaan pada 1962, tapi pada akhir 1980-an, kebijakan kacau angkatan darat telah merusak ekonomi dampai unjuk rasa besar-besaran terjadi pada 1988 dan membuat nama Aung San Suu Kyi mulai naik daun.
Para tentara menghancurkan unjuk rasa itu, tapi semangat itu tumbuh selama tiga puluh tahun berikutnya untuk aksi pro-demokrasi.
Mirip dengan itu di Indonesia, pelanggaran ham oleh militer di tahun 1990-an dan runtuhnya rezim Suharto tahun 1998 telah membuat militer Indonesia disorot secara negatif dan mengungkapkan sejauh mana korupsi dalam rezim dan tentara.
KOMENTAR