Find Us On Social Media :

Pantas Berani Banget Bikin Biden Dongkol dengan Tolak Teleponnya, Sohib Amrik yang Kebanjiran Cuan dalam Invasi Ukraina Ini Ternyata Sedang 'Mepet' Pejabat Rusia

By May N, Selasa, 22 Maret 2022 | 18:02 WIB

Jaringan pipa Nord Stream 2 di Jerman mengalirkan gas alam dari Rusia

Intisari - Online.com - Raksasa minyak Timur Tengah, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, dilaporkan menolak panggilan telepon yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden.

Panggilan telepon itu dilakukan untuk membahas mengenai sanksi minyak Rusia.

Dengan sikap mereka, pakar yakin bahwa negara-negara itu akan membantu suplai minyak dunia ketika Washington menjatuhkan sanksi terhadap Moskow.

Sebelumnya Intisari Online juga sudah pernah membahas keengganan negara-negara ini membantu AS memberi sanksi kepada Rusia.

Dikutip dari Wall Street Journal, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed Bin Salman, dilaporkan sudah menolak panggilan AS selama beberapa minggu ini.

Washington ternyata meminta tambahan keran minyak yang dimiliki Arab Saudi.

"Ada ekspektasi dalam panggilan telepon Presiden Biden dengan MBS (singkatan nama Mohammed Bin Salman), namun itu tidak terjadi," ujar salah seorang pejabat AS dikutip Kamis, (10/3/2022).

UEA juga melakukan hal serupa, dengan Pangeran Mohammed Bin Zayed Al Nahyan dilaporkan menolak telepon Biden.

Baca Juga: Tak Sanggup Lepas dari 'Ketek' AS Sejak Ratusan Ribu Warganya Dibinasakan 7 Dekade Silam, Negara Ini Kini Bersiap Kena Amuk Rusia Usai Ikut-ikutan Jatuhkan Sanksi

Baca Juga: Berasa Paling Berkuasa Sampai Seenak Jidat Tahan Aset Miliarder Rusia, Amerika Bersiap Kena Karma, Disingkirkan Tetangga Indonesia Ini Sebagai Tujuan Pebisnis Seantero Bumi

Tidak dikatakan sebab pastinya dari Abu Dhabi, tapi panggilan tersebut disebutkan akan diatur kembali.

Hubungan antara AS dengan Saudi dan UEA sendiri mengalami penurunan sejak Biden berkuasa.

Biden diketahui melontarkan tuduhan bahwa MBS merupakan biang keladi dari pembunuhan jurnalis Jamal Khassogi.

Bahkan, dalam kampanye pencalonannya, Biden menyebut Riyadh sebagai kerajaan pariah.

Dengan UEA, Abu Dhabi dilaporkan kecewa dengan keputusan Biden yang tak kunjung menetapkan pemberontak Houthi di Yaman sebagai kelompok teroris.

Pasalnya, kelompok ini masih terus meluncurkan serangan yang membawa kekhawatiran bagi Negeri Petrodollar itu.

Kedekatan Arab Saudi dan Rusia

Sementara itu dikutip dari TASS, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov memberitahu kepada Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Farhan Al Saud mengenai operasi khusus Rusia di Ukraina dan pembicaraan perdamaian dengan Kiev.

Baca Juga: 'Tidak Akan Ada Keruntuhan Ekonomi', Rusia Yakin Ekonominya Tidak Akan Pernah Runtuk Meski Dikenai Banyak Sanksi, Rupanya Karena Hal Ini

Baca Juga: Tetap Tenang Ditengah Gempuran Sanksi Barat, Ternyata Rusia Sudah Amankan Uangnya di Bank Swiss Terungkap Jumlahnya Dibocorkan Oleh Bank Swiss Sendiri

Laporan datang dari Kementerian Luar Negeri Rusia.

"Lavrov memberitahu bin Farhan rincian mengenai operasi militer khusus Rusia mempertahankan Republik Donbass dan mengenai pembicaraan perdamaian dengan perwakilan otoritas Ukraina.

"Ia menekankan bahwa Rusia berupaya mengamankan keamanan warga sipil sementara mendemiliterisasi dan denazifikasi negara tersebut," papar kementerian luar negeri Rusia.

Kedua diplomat top itu juga mendiskusikan isu-isu memperkuat "hubungan komprehensif Rusia-Saudi dengan fokus pada penerapan kesepakatan yang praktis" dicapai selama kunjungan negara Presiden Vladimir Putin ke Riyadh pada Oktober 2019.

"Mereka juga mendiksusikan masalah regional yang sekarang terjadi, termasuk situasi di Yaman," tambahnya.

Menurut kementerian, pembicaraan diusulkan oleh pihak Saudi.

Pada 24 Februari, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan sebuah operasi militer khusus merespon permintaan bantuan oleh kepala Republik Donbas.

Ia menekankan bahwa Moskow tidak punya rencana menduduki wilayah Ukraina, tapi berupaya mendemiliterisasi dan denazifikasi negara tersebut.

Baca Juga: Tak Gentar Disanksi Barat, Putin Sebut Dominansi Politik dan Ekonomi Barat yang Mengglobal Sudah Tak Relevan Lagi, 'Golden Billion Sedang Runtuh'

Baca Juga: Bak Disambar Petir Bertubi-tubi, Usai Sanksinya 'Dilepeh' oleh Putin, Kini AS Kudu Pasrah Dollar Diganti Mata Uang Lain untuk Transaksi Minyak, Hegemoninya Makin Pudar

Mengikuti langkah tersebut, AS, Uni Eropa, dan Inggris serta beberapa negara lain mengumumkan sanksi melawan beberapa individu Rusia dan perusahaan hukum Rusia.

Sikap Arab Saudi ini bersamaan dengan banjir rezeki yang mereka rasakan, dengan ternyata Arab Saudi geser Rusia memasok minyak mentah terbanyak ke China dalam dua bulan pertama tahun 2022.

Rusia mendapatkan gelar pemasok minyak mentah ke China terbesar pada Desember 2022.

Ternyata terjadi penurunan pengiriman minyak mentah dari Rusia sebanyak 9% karena pemangkasan kuota impor, sebabkan penyulingan independen mengurangi pembelian mereka.

Reuters melaporkan pada Senin (21/3) Arab Saudi kirimkan minyak mentah sebanyak 14,61 juta ton pada Januari-Februari 2022, setara dengan 1,81 juta barel per hari (bph).

Angka ini turun dari 1,86 juta barel per hari di tahun sebelumnya.

Sedangkan impor minyak mentah China dari Rusia pada periode yang sama sebanyak 12,67 juta ton, setara 1,57 juta barel per hari.

Permintaan minyak mentah ESPO andalan Rusia dari kilang-kilang independen China atau dikenal teko terpukul oleh tindakan keras pemerintah setempat terhadap penghindaran pajak dan perdagangan ilegal kuota impor.

Baca Juga: Disebut Punya Potensi Jadi Rusia Berikutnya, Negara yang Pernah Bangkrut Gara-gara Sanksi Amerika Ini Disebut Bakal Naik Daun Setelah Rusia Kena Sanksi Barat

Baca Juga: Bukan Bumi yang Jadi Sasarannya, Rusia Ancam Akan Jadikan Ruang Angkasa Sebagai Target Ini Jika Barat Sampai Berani Terus-Terusan Beri Sanksi

Pemerintah China juga memotong batch pertama dari tunjangan impor minyak mentah tahun ini ke teko yang bertujuan untuk menghilangkan kapasitas penyulingan yang tidak efisien.

Impor minyak mentah dari Rusia bisa jatuh lagi pada bulan ini karena pembeli di seluruh dunia sedang mengikuti imbauan sanksi atas serangan militer Rusia ke Ukraina.

Meski demikian, produsen minyak Rusia, Surgutneftegaz, menegaskan akan melawan sanksi barat dan mempertahankan penjualan minyak ke China.

Baca Juga: Padahal Negaranya Gudang Senjata Militer, Rusia Kepergok Minta Bantuan Senjata ke China untuk Perang dengan Ukraina, Ini Hukuman yang Menanti China Jika Terbukti

Baca Juga: Bak Pedang Bermata Dua, Rupanya Sanksi yang Dijatuhkan Barat pada Rusia Akan Membuat Dunia Mengalami 6 Hal Mengerikan Ini, Eropa Paling Babak Belur