Bak Disambar Petir Bertubi-tubi, Usai Sanksinya 'Dilepeh' oleh Putin, Kini AS Kudu Pasrah Dollar Diganti Mata Uang Lain untuk Transaksi Minyak, Hegemoninya Makin Pudar

K. Tatik Wardayati

Penulis

Diwacanakan transaksi minyak dunia dengan mata uang China, yaitu Yuan.

Intisari-Online.com – Pada Selasa (15/3/2022), Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan sanksi larangan masuk Rusia bagi para pemimpin Amerika Serikat (AS) dan Kanada.

Kebijakan tersebut ditempuh sebagai balasan sanksi ekonomi berat yang dijatuhkan kepada Rusia terkait invasi ke Ukraina.

Kremlin menyebutkan bahwa sanksi tersebut ditujukan kepada Presiden AS Joe Biden, anaknya, Hunter, serta mantan menteri luar negeri AS, Hillary Clinton.

Sementara pejabat-pejabat AS lain yang juga dijatuhi sanksi tersebut adalah Menteri Pertahanan Lloyd Austin, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, penasihan keamanan Gedung Putih, Jake Sullivan, serta Kepala Staf Gabungan Mark Milley.

Seperti dikutip The Moscow Times, Kemenlu Rusia menulis pernyataan bahwa itu merupakan konsekuensi dari kebijakan sangat Rusofobik yang diberlakukan pemerintah AS saat ini.

Sebelumnya, Washington memberlakukan sejumlah sanksi ekonomi berat kepada Rusia akibat invasi ke Ukraina.

AS juga menjatuhkan sanksi kepada individu-individu berpengaruh Kremlin, seperti Vladimir Putin dan Menlu Sergey Lavrov.

Setelah mengumumkan sanksi kepada Biden dan pejabat AS, Rusia kemudian mengumumkan sanksi terhadap para pejabat Kanada.

Baca Juga: Disebut Punya Potensi Jadi Rusia Berikutnya, Negara yang Pernah Bangkrut Gara-gara Sanksi Amerika Ini Disebut Bakal Naik Daun Setelah Rusia Kena Sanksi Barat

Baca Juga: Padahal Negaranya Gudang Senjata Militer, Rusia Kepergok Minta Bantuan Senjata ke China untuk Perang dengan Ukraina, Ini Hukuman yang Menanti China Jika Terbukti

Sedangkan pejabat Kanada yang dijatuhi sanksi oleh Rusia, antara lain Perdana Menteri Justin Trudeau, Menteri Luar Negeri Melanie Joly, Menteri Pertahanan Anita Anand, serta anggota parlemen Kanada.

Bak disambar petir bertubi-tubi, setelah sanksinya ‘dilepeh’ oleh Putin, dibalas dengan sanksi kembali, kini AS harus pasrah karena dollar diganti dengan mata uang lain untuk transaksi minyak.

Ini dilaporkan oleh The Wall Street Journal pada Selasa (15/3/2022), bahwa pejabat Saudi Arabia dan China tengah dalam pembicaraan untuk menentukan harga beberapa penjualan minyak negara Teluk dalam yuan daripada dollar atau euro.

Seperti melansir dari The Hill, kedua negara tersebut telah membahas masalah ini selama enam tahun, namun pembicaraannya telah meningkat pada tahun 2022.

Menurut laporan, Riyadh tidak puas atas negosiasi nuklir Amerika Serikat dengan Iran dan kurangnya dukungan untuk operasi militer Arab Saudi di negara tetangga Yaman.

Mengutip WSJ, hampir 80 persen dari penjualan minyak global dihargai dalam dollar, dan sejak pertengahan 1970-an Saudi secara eksklusif menggunakan dollar untuk perdagangan minyak sebagai bagian dari perjanjian keamanan dengan pemerintah AS.

Pembicaraan tersebut merupakan upaya berkelanjutan oleh Beijing, untuk membuat mata uangnya dapat diperdagangkan di pasar minyak internasional dan memperkuat hubungannya dengan Saudi secara khusus.

Sebelumnya, China membantu Riyadh dalam pembangunan rudal balistik dan konsultasi tentang tenaga nuklir.

Baca Juga: Tak Heran Amerika Sampai Rela Memelas pada Mantan Musuhnya Ini, Rupanya Sanksi yang Dijatuhkan ke Rusia Bisa Bikin Dunia Alami Kekacauan Ini

Baca Juga: Bak Senjata Makan Tuan,Gayanya Serang Ukraina Habis-habisan, Rakyat Rusia Justru Jadi Korban Gara-gara Ulah Vladimir Putin, 'UangJadiTidak Berharga Lagi'

Berlawanan dengan hal itu, hubungan antara Arab Saudi dengan AS semakin renggang dalam beberapa tahun terakhir.

Putra Mahkota Mohammed bin Salman akhirnya menampilkan citra publik sebagai seorang reformis, meliberalisasi kebijakan negara tentang hak-hak perempuan dan peradilan pidana.

Aksi pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di tahun 2018 telah menjadi bencana besar bagi hubungan antara putra mahkota dan Washington.

Saat banyak analis meragunakan keinginan China untuk menggantikan AS sebagai penjamin keamanan kawasan, justru hubungan ekonomi antara Beijing dan Riyadh telah tumbuh, seperti diberitakan dalam Middle East Eye.

China merupakan mitra dagang terbesar kerajaan, terutama karena pembelian 25 persen dari semua ekspor minyak Riyadh.

Langkah untuk melakukan transaksi minyak dengan China dalam yuan akan menandai perubahan besar untuk pasar minyak, di mana 80 persen penjualan dilakukan dalam dollar.

Semua penjualan Arab Saudi bahkan secara eksklusif dilakukan dalam dollar.

Tentunya ini akan membantu upaya China untuk meyakinkan lebih banyak negara dan investor internasional agar bertransasi dengan mata uang mereka.

Baca Juga: Tak Heran Rusia Tak Peduli Walau Diberi Sanksi Seisi Bumi, Ternyata China Datang Bak Malaikat Penolong Bagi Rusia Berikan Bantuan Ini Untuk Melawan Sanksi Barat

Baca Juga: Disanksi Tidak Jera, Begini Ternyata Cara Rusia Tetap Dapat Pendapatan Fantastis Lewat Aset Energinya, Tiba-tiba Gaet Negara Asia Ini Jadi Mitra Perdagangannya

Sejak Perang Dunia Kedua, dollar AS telah mendominasi sistem keuangan global sebagai alat tukar.

Selain memungkinkan AS mencetak surat perbendaharaan dan menjual utangnya secara global, supremasi dollar menjadi alasan utama mengapa AS mampu menjatuhkan sanksi yang kuat pada negara-negara seperti Rusia dan Iran, serta memotong mereka dari transaksi keuangan internasional.

Baca Juga: Bak Kebakaran Jenggot Usai Berikan Sanksi ke Rusia, Negara-Negara Arab Mendadak Ogah Terima Panggilan Dari Amerika Gara-Gara Hal Ini

Baca Juga: AS Kebingungan, Gara-Gara Rusia Kena Sanksi Barat Dipredisi Dunia Akan Kekurangan Minyak, Amerika Serikat Sampai Mendekati Negara Miskin Ini Untuk Dijadikan Rusia Berikutnya!

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait