Para korban yang dibawa ke Lubang Buaya, yang masih hidup, mengalami penganiayaan dan penghinaan-penghinaan oleh segenap anggota gerombolan yang berkemah di sana termasuk beberapa ribu anggota Pemuda Rakyat, Gerwani dan Sobsi yang selama berbulan-bulan telah dilatih dan dipersiapkan di tempat itu.
Akhirnya mereka disudahi nyawanya dan dilemparkan ke dalam sumur tua lalu ditimbun dengan lumpur, sampah, dan daun-daunan.
Dalang-dalang dan lakon yang dipersiapkan
Lettu Dul Arief tidaklah bergerak sendiri. Ia didalangi oleh sesuatu kekuatan gelap yang telah beberapa lama menantikan saat untuk memainkan lakon yang kita persaksikan pada tanggal 1 Oktober 1965 itu.
Adapun persiapan-persiapan khusus terakhir bagi pelaksanaannya dibicarakan dalam serangkaian rapat gelap yang mempertemukan tokoh-tokoh utama daripada petuangan itu.
Tokoh-tokoh itu terdiri atas dua golongan, yakni golongan “pembina” dan golongan yang dibina.
Para “pembina" terdiri atas petugas-petugas PKI, sedangkan yang dibina (dalam hal ini) adalah perwira-perwira ABRI.
Yang dibina tidak selalu saling mengenal selaku orang-orang yang se-ideologi ; untuk keperluan-keperluan khusus kadang-kadang mereka dipertemukan oleh para pembinanya.
Demikianlah, Untung diberitahu oleh pembinanya yang bernama Sujono, bahwa pada tanggal 3 September akan ada rapat di mana ia akan diperkenalkan dengan (eks) Kolonel Latief, Komandan Brigade I Infantesri/Jayakarta, (eks) Major Udara Sujono, Komandan Resimen Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU Halim.
Rapat pada tanggal 3 September 1965 itu merupakan rapat pertama untuk merupakan persiapan terakhir bagi gerakan 1 Oktober 1965.
Yang hadir dari pihak “pembina" adalah: Sam dan Supono (yang menurut eks- Kolonel Latief adalah “pengawal” D.N. Aidit), sedang dari pihak yang dibina adalah: Latief, Untung, Sujono dan tuan rumah (eks) Kapten Wahyudi.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR