Tapi kini kecurigaan beliau timbul. Beliau menolak untuk pergi. Maka seketika itu juga anggota-anggota gerombolan itu membuka kedoknya dan menembaki pintu kamar yang terkunci sehingga dapat masuk.
Di sana mereka menembak mati Pak Haryono yang tidak bersenjata. Jenazah beliau diseret keluar sehingga darah berceceran di sepanjang jalan menuju ke kendaraan.
Seorang anak beliau yang hendak mengejar ayahnya, dipopor sehingga terjatuh di tanah. Ketika ia dapat bangkit, gerombolan itu telah berangkat lagi.
Korban yang berikut menurut urut-urutan jabatan di Angkatan Darat, adalah Jenderal S. Parman, Asisten I Men/Pangad.
Juga beliau mula-mula tidak menaruh kecurigaan, karena beliau memang sering dipanggil ke istana pada waktu-waktu yang luar biasa.
Benar, bahwa beliau pun tahu adanya kemungkinan akan diadakannya percobaan pembunuhan oleh PKI dan pendukung-pendukungnya terhadap tokoh-tokoh Pancasilais-Saptamargais sejati, tetapi menurut beliau timing-nya masih belum tiba.
Beliau baru sadar akan kemungkinan itu ketika melihat telepon beliau dicabut dan diangkut. Tetapi ketika itu sudah terlambat; beliau sudah dikepung dan dibawa ke kendaraan.
Keistimewaan penculikan Pak Parman ialah, bahwa beliau adalah satu-satunya korban yang tiba dalam keadaan hidup di Lubang Buaya dengan berpakaian lengkap.
Pejabat yang berikut adalah Jenderal D.I. Pandjaitan, Asisten IV Men/Pangad. Di sana para durjana itu langsung memakai kekerasan, dan membunuh seorang keponakan Pak Pandjaitan dan melukai seorang lagi.
Kemudian mereka menembaki bagian atas rumah yang bertingkat dua itu dan mengancam akan menghabisi seluruh keluarga Pak Pandjaitan jika beliau tidak mau turun dan tetap hendak mengadakan perlawanan.
Melihat cara-cara kekerasan yang dipakai oleh gerombolan, Ibu Pandjaitan meminta kepada Pak Pandjaitan untuk tidak melawan, dengan pengharapan bahwa suami beliau hanya ditahan.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR