Intisari-online.com - Era Orde Baru (1967-1998) di Indonesia ditandai dengan kontrol ketat pemerintah terhadap berbagai sektor, termasuk media massa.
Kebijakan dan sistem hukum yang diterapkan pada masa itu bertujuan untuk membungkam suara kritis dan memperkuat hegemoni rezim Soeharto.
Lalu seperti apa kebijakan dan sistem hukum media massa di era Orde Baru?
Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP): Diberlakukan pada tahun 1982, SIUPP menjadi alat utama pemerintah untuk mengendalikan media massa.
Hanya media yang memiliki SIUPP yang diizinkan untuk terbit, dan izin ini dapat dicabut sewaktu-waktu oleh pemerintah.
Pengawasan Isi Media: Media massa diawasi ketat oleh pemerintah melalui berbagai badan, seperti Departemen Penerangan, Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (KOPKAMTIB), dan Badan Koordinasi Kegiatan Penanaman Modal (BKPM).
Media massa dilarang menerbitkan berita yang dianggap kritis terhadap pemerintah atau yang dapat mengganggu stabilitas negara.
Pembredelan: Media massa yang dianggap tidak sejalan dengan pemerintah sering kali dibredel, yaitu dicabut izin terbitnya.
Pembredelan dilakukan tanpa proses peradilan yang adil dan menjadi alat untuk membungkam suara kritis.
Jurnalis Diintimidasi: Jurnalis yang menulis berita kritis terhadap pemerintah sering kali mendapat intimidasi, seperti ancaman, kekerasan, dan penahanan.
Hal ini menciptakan iklim ketakutan di kalangan jurnalis dan membuat mereka enggan untuk menulis berita yang kritis.
Baca Juga: Mengapa Ekonomi Orde Baru Mengalami Kemunduran pada Akhir Periode?
Sistem Hukum Media Massa di Era Orde Baru:
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Pers: Undang-undang ini mengatur tentang kebebasan pers, tetapi dengan batasan yang sangat ketat.
Undang-undang ini menekankan pada "fungsi sosial" pers, yaitu untuk mendukung pembangunan nasional dan stabilitas negara.
Ketetapan MPRS Nomor 33 Tahun 1966 tentang Pembinaan Pers: Ketetapan ini menegaskan kembali kontrol pemerintah terhadap media massa dan menyatakan bahwa pers harus "berfungsi sebagai alat perjuangan bangsa."
Peraturan Menteri Penerangan Nomor 1 Tahun 1984: Peraturan ini mengatur tentang teknis penerbitan SIUPP dan berisi berbagai ketentuan yang membatasi kebebasan pers.
Dampak Kebijakan dan Sistem Hukum Media Massa di Era Orde Baru:
Kebebasan Pers Terkekang: Kebijakan dan sistem hukum yang diterapkan di era Orde Baru telah membuat kebebasan pers di Indonesia menjadi sangat terkekang.
Media massa tidak dapat menjalankan fungsinya secara bebas dan kritis terhadap pemerintah.
Informasi Terbatas: Masyarakat Indonesia tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan objektif tentang berbagai peristiwa yang terjadi di negara mereka.
Hal ini membuat masyarakat menjadi mudah dimanipulasi oleh pemerintah.
Munculnya Media Alternatif: Kontrol ketat pemerintah terhadap media massa mendorong munculnya media alternatif, seperti majalah bawah tanah dan radio swasta.
Baca Juga: Benarkah Otoriter Dan Militeristik? Inilah Cici-ciri Pada Masa Orde Baru Yang Wajib Kamu Ketahui
Media alternatif ini menjadi sumber informasi penting bagi masyarakat yang ingin mengetahui berita yang tidak dipublikasikan oleh media resmi.
Kesimpulan:
Kebijakan dan sistem hukum media massa di era Orde Baru telah membuat pers Indonesia menjadi alat propaganda pemerintah.
Kebebasan pers terkekang dan masyarakat tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan objektif.
Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998.
Demikian, seperti apa kebijakan dan sistem hukum media massa di era Orde Baru.