Hal itu tidak mereka setujui dan langsung dilepaskan tembakan sehingga beliau jatuh berlumuran darah.
Dengan serta-merta mereka menyeret Pak Yani dengan kepala di bawah menuju ke jalanan lalu mereka bawa pergi.
Di rumah Jenderal Suprapto, Deputi II Men/Pangad, tidak ada pengawalnya. Di sana pun para penculik memakai dalih bahwa korban mereka dipanggil oleh Presiden.
Pak Prapto pun tidak menaruh kecurigaan, karena yang menjemput beliau adalah anggota Cakrabirawa, pengawal resmi Presiden.
Tetapi begitu beliau membuka pintu, beliau diringkus dan dengan paksa dibawa naik truk menuju ke Lubang Buaya.
Juga Pak Prapto tidak diberi kesempatan berpakaian sehingga beliau menjelang akhir hidup dengan hanya mengenakan baju kaus dan sarung.
Pejabat Angkatan Darat berikutnya yang didatangi gerombolan “G-30-S" adalah Jenderal Haryono MT, Deputi III Men/Pangad.
Juga di rumah beliau tidak ada pengawal, sehingga para durjana itu dengan mudah dapat memasuki rumah setelah mengajukan dalih yang sama: “dipanggil Presiden".
Pak Haryono, meskipun yang datang adalah anggota-anggota Cakrabirawa, ada menaruh kecurigaan.
Memang beliau sudah menerima informasi bahwa ada kemungkinan akan dilakukan pembunuhan politik oleh PKI dan pendukung-pendukungnya terhadap perwira-perwira TNI yang Pancasilais sejati.
Tetapi beliau belum juga mau percaya, karena menurut beliau cara-cara mengeliminir lawan politik dengan pembunuhan, tidak masuk akal di Indonesia.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR