Salah satu cara yang dilakukan China untuk menguasai nikel Indonesia adalah dengan berinvestasi di sektor hilirisasi nikel.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga Juni 2021 terdapat 50 proyek smelter nikel di Indonesia, dengan total kapasitas produksi sekitar 38 juta ton per tahun.
Dari jumlah tersebut, sekitar 90 persen didominasi oleh perusahaan-perusahaan asal China.
Mengapa China bisa mendominasi investasi smelter nikel di Indonesia? Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini, antara lain:
1. Teknologi China lebih cepat dan murah dalam proses hilirisasi nikel.
China menggunakan teknologi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan Nickel Pig Iron (NPI) dan feronikel sebagai produk turunan nikel. Teknologi ini lebih efisien dan hemat biaya dibandingkan dengan teknologi lain yang digunakan oleh perusahaan asal Kanada atau Jepang.
2. China memiliki dukungan perbankan yang kuat untuk membiayai investasi smelter nikel.
Perbankan China hanya mempersyaratkan ekuitas sekitar 10 persen dengan bunga yang rendah untuk memberikan pinjaman kepada investor smelter nikel. Sementara itu, perbankan Indonesia lebih ketat dan mahal dalam memberikan kredit kepada pengusaha lokal yang ingin membangun smelter nikel.
3. China memiliki jaringan bisnis yang luas dan kuat di Indonesia.
Banyak perusahaan China yang bekerja sama dengan pemilik lahan atau konsesi tambang nikel di Indonesia untuk mendapatkan akses ke sumber daya alamnya. Selain itu, China juga memiliki hubungan politik dan ekonomi yang baik dengan pemerintah Indonesia, sehingga dapat memperoleh izin dan fasilitas investasi dengan mudah.
Baca Juga: Punya Cadangan Nikel Terbanyak di Dunia, Sebenarnya Berapa Cadangan Nikel yang Dimiliki Indonesia?
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR