Intisari-online.com - Nikel adalah logam transisi yang memiliki banyak kegunaan, mulai dari bahan baku baja, koin, hingga baterai.
Namun, salah satu aplikasi nikel yang paling menjanjikan di masa depan adalah sebagai bahan baku baterai ion-lithium, yang digunakan oleh kendaraan listrik.
Kendaraan listrik adalah kendaraan yang menggunakan listrik sebagai sumber energi utama, tanpa menghasilkan emisi gas rumah kaca.
Permintaan kendaraan listrik diperkirakan akan meningkat di masa depan, seiring dengan kebijakan pengurangan emisi karbon dan perubahan preferensi konsumen.
Indonesia adalah negara yang beruntung, karena memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
Menurut data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki 25 persen cadangan nikel dunia, yang tersebar di berbagai daerah seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Kalimantan Barat.
Cadangan nikel Indonesia diperkirakan mencapai 21 juta ton, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dunia selama 20 tahun.
Dengan potensi nikel yang begitu besar, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain utama dalam industri kendaraan listrik global.
Indonesia telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah sejak 2020, untuk mendorong pengembangan industri hilirisasi nikel dalam negeri.
Hilirisasi nikel adalah proses pengolahan bijih nikel menjadi produk-produk bernilai tambah, seperti feronikel, matte nikel, atau baterai ion-lithium.
Dengan hilirisasi nikel, Indonesia bisa meningkatkan nilai ekspor, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketergantungan pada impor produk-produk turunan nikel.
Baca Juga: Dijuluki Raksasa Nikel Dunia, Mengapa Indonesia Belum Bisa Mengguncang Dunia?
Indonesia juga berencana untuk menjadi produsen baterai kendaraan listrik, dengan membangun pabrik-pabrik bersama perusahaan-perusahaan asing seperti LG Chem, CATL, dan Tesla.
LG Chem adalah perusahaan asal Korea Selatan yang merupakan produsen baterai terbesar di dunia.
CATL adalah perusahaan asal China yang merupakan pemasok baterai untuk merek-merek mobil listrik ternama seperti Tesla, Volkswagen, dan BMW.
Tesla adalah perusahaan asal Amerika Serikat yang merupakan produsen mobil listrik terkemuka di dunia.
Ketiga perusahaan ini telah menunjukkan minat untuk berinvestasi di Indonesia, karena melihat potensi pasar dan sumber daya nikel di negeri ini.
Namun, Indonesia juga menghadapi beberapa kendala dalam mengelola sumber daya nikelnya.
Salah satu kendala adalah ancaman penipisan cadangan nikel akibat pembangunan smelter nikel kelas satu yang berlebihan.
Smelter nikel kelas satu adalah fasilitas pengolahan bijih nikel menjadi matte nikel dengan kadar 70-80 persen.
Matte nikel ini kemudian diekspor ke negara-negara lain untuk diolah lebih lanjut menjadi produk-produk turunan nikel.
Namun, smelter nikel kelas satu ini membutuhkan banyak bijih nikel dengan kadar tinggi, sehingga bisa menghabiskan cadangan nikel Indonesia dalam waktu singkat.
Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan smelter nikel kelas dua atau tiga, yang bisa mengolah bijih nikel dengan kadar rendah menjadi produk-produk bernilai tambah seperti feronikel atau baterai ion-lithium.
Baca Juga: Punya Cadangan Nikel Terbesar di Dunia Ini Alasan Nikel Indonesia Jadi Rebutan Dunia
Kendala lain adalah masalah lingkungan dan sosial akibat aktivitas pertambangan nikel.
Pertambangan nikel bisa menyebabkan kerusakan lahan, pencemaran air dan udara, serta konflik dengan masyarakat lokal.
Beberapa dampak negatif yang telah terjadi akibat pertambangan nikel di Indonesia antara lain adalah kerusakan hutan, erosi tanah, banjir, sedimentasi sungai, penurunan kualitas air, peningkatan emisi gas rumah kaca, gangguan kesehatan, penggusuran masyarakat, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Oleh karena itu, Indonesia perlu menerapkan prinsip-prinsip pertambangan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya nikel.
Kendala lain adalah persaingan dengan negara-negara lain yang juga memiliki cadangan nikel seperti Filipina, Australia, dan Rusia.
Filipina adalah negara penghasil nikel terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, dengan cadangan nikel sebesar 4,8 juta ton.
Australia adalah negara penghasil nikel terbesar ketiga di dunia, dengan cadangan nikel sebesar 2,7 juta ton.
Rusia adalah negara penghasil nikel terbesar keempat di dunia, dengan cadangan nikel sebesar 2,5 juta ton.
Ketiga negara ini juga berusaha untuk mengembangkan industri hilirisasi nikel mereka, serta menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan asing yang bergerak di bidang kendaraan listrik.
Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi dan tantangan yang besar sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia.
Nikel merupakan sumber daya strategis yang menjadi sasaran dunia untuk mendukung revolusi kendaraan listrik.
Indonesia perlu memanfaatkan peluang ini dengan bijak, serta mengatasi kendala-kendala yang ada dengan arif.
Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi raja nikel dunia yang berdaya saing dan berkelanjutan.