Pasal tersebut berbunyi, “Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyak hal milik dan syarat-syaratnya”.
Hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten tersebut didaftarkan pada Lembaga pertahanan, yang sesuai dengan UU.
Untuk pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten oleh pihak lain, harus mendapatkan izin Kasultanan.
Rakyat selama ini tidak memiliki hak milik atas tanah di Yogyakarta dan hanya memiliki hak guna bangunan, hak pakai, dan hak sewa.
Berkaitan dengan hal tersebut, Magersari adalah status peminjaman tanah oleh rakyat kepada Keraton Yogyakarta, melansir penelitian UGM berjudul Tanah Magersari di Kota Yogyakarta Pada 1984-2012, tanah Magersari dulunya diberikan kepada abdi dalem dan para Sentana dalem sebagai tempat tinggal.
Seiring berjalannya waktu, rakyat jelata bisa tinggal juga di tanah-tanah tersebut, karena Sultan mengizinkan rakyat untuk menggunakan tanah Magersari pada akhir abad ke-19 akibat gempa bumi.
Namun di abad ke-20 tepatnya sejak 1918 yaitu di zaman pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII muncul lembar kerajaan bernama Rijksblad.
Bunyi dari lembaran ini adalah semua tanah yang tidak memiliki bukti kepemilikan menjadi tanah kerajaan, yang kemudian melahirkan istilah Sultan Ground berdasarkan Rjiksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918 dan Pakualaman Ground Rijksblad Pakualaman Nomor 18 Tahun 1918.
KOMENTAR