Mataram Hancur Setelah 100 Tahun, Benarkah Trunojoyo Memberontak Karena Permintaan Cucu Sultan Agung Sendiri?

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Benarkah Amangkurat II 'terlibat' dalam pemberontakan Trunojoyo? Dia disebut-sebut sudah gemas dengan cara ayahnya memerintah sehingga ingin segera merebut takhta darinya.
Benarkah Amangkurat II 'terlibat' dalam pemberontakan Trunojoyo? Dia disebut-sebut sudah gemas dengan cara ayahnya memerintah sehingga ingin segera merebut takhta darinya.

Intisari-Online.com -Di usianya yang 100 tahun, Kerajaan Mataram Islam akhirnya luluh lantak setelah diserang oleh Trunojoyo, seorang pangeran dari Madura.

Ketika itu, Mataram Islam diperintah oleh Amangkurat I, putra Sultan Agung.

Benarkah pemberontakan Trunojoyo ini melibatkan Putra Mahkota, Amangkurat II?

Mataram pertama dibangun oleh Ki Ageng Pemanahan sekitar tahun 1757, mencapai puncak keyaannya pada masa Sultan Agung yang berakhir pada 1646, lalu luluh lantak setelah diserang Trunojoyo pada 1677.

Mataram Islam di masa Amangkurat I adalah Mataram yang penuh dengan gejolak, penuh dengan pemberontakan.

Salah satu pemberontakan terbesar yang terjadi ketika itu adalah pemberontakan Trunojoyo.

Salah satu sosok penting yang terlibat dalam pemberontakan itu adalah Panembahan Romo atau Pangeran Kajoran.

Keterlibatan Pangeran Kajoran karena kegeramannya atas pembantaian para ulama yang dilakukan oleh Amangkurat I.

Pangeran Kajoran juga punya andil dalam mendorongpersahabatan antara Trunajaya dan Putra Mahkota Mataram, Pangeran Anom yang kelak bergelar Amangkurat II.

Dari situlah kemudian muncul dugaan bahwa Amangkurat II terlibat dalam pemberontakan yang menghancurkan Keraton Plered itu.

Suatu ketika, Putra Mahkota pernah meminta Pangeran Kajoran untuk menyerbu ibu kota Mataram di Plered.

Ketika itu, Putra Mahkota ingin segera melengserkan sang ayah, Amangkurat I.

Tapi Pangeran Kajoran meminta Putra Mahkota untuk lebih bersabar.

Karena bagaimanapun juga, tanpa harus direbut, takhta Mataram akan tetap jatuh ke tangannya.

Tapi bukan soal itu yang dihiraukan oleh Putra Mahkota.

Dia disebut sudah muak dengan kebijakan-kebijakan ayahnya yang disebut telah merusak Mataram.

Supaya tidak memunculkan sas-sus adanya permusuhan antara raja dan putra mahkota, maka disuruhlah orang lain sebagai eksekutornya.

Pangeran Kajoran yang diminta Putra Mahkota untuk melakukan penyerangan.

Pangeran Kajoran kemudian mengajukan nama menantunya, Trunojoyo alias Panembahan Maduretno.

Belum lagi, Trunojoyo memang punya "dendam pribadi" terhadap Mataram.

Karena bagaimanapun juga, dia menganggap Mataram adalah penjajah bagi dirinya, bagi tanah Madura.

Pemberontakan dimulai.

Pasukan Trunojoyo mulai menyerbu desa-desa yang sebelumnya ditaklukkan oleh Mataram.

Amangkurat I geram, dia menyuruh pasukan pilihan untuk memadamkan pemberontakan, menyerang Kajoran.

Pangeran Kajoran kemudian melarikan diri ke Surabaya, ke kediaman menantunya.

Singkat cerita, pasukan Trunojoyo terus merangsek ke pusat pemerintahan Mataram Islam.

Hingga akhirnya, mereka berhasil mengusir Amangkurat I yang melarikan diri ke arah Barat, untuk meminta bantuan kepada VOC di Batavia.

Putra Mahkota sendiri ikut dalam pelarian itu hingga akhirnya Raja meninggal dunia dalam pelarian.

Situasinya kemudian berbalik, Putra Mahkota yang kini bergelar Amangkurat II punya tugas untuk menumpas pemberontakan Trunojoyo.

Dia pun meminta bantuan VOC dan memindahkan keratonnya ke Kartasura.

Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News

Artikel Terkait