Ketika Aceh Menjadi Bagian dari Wilayah Provinsi Sumatera Utara

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Potret Teuku Umar dan pengikutnya. Ternyata Aceh pernah menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara setelah Indonesia merdeka (Wikipedia Commons)
Potret Teuku Umar dan pengikutnya. Ternyata Aceh pernah menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara setelah Indonesia merdeka (Wikipedia Commons)

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Barangkali belum banyak yang tahu bahwa Aceh pernah menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Aceh baru benar-benar menjadi provinsi otonom pada 1965 lewat Undang-Undang Nomor 24 tahun 1956.

Bagaimana sejarahnya?

Mau tidak mau, kita harus memulainya dari Sumatera Utara. Ketika Belanda masih berkuasa, Sumatera Utara adalah bagian dari pemerintahan yang bernama, Gouvernement van Sumatra yang meliputi seluruh wilayah Sumatera dan dipimpin oleh seorang gubernur yang berkedudukan di Kota Medan.

Setelah merdeka, Sumatera dibagi menjadi tiga wilayah: Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Wilayah Sumatera Utara sendiri meliputi tiga daerah administratif, yaitu Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur, dan Keresidenan Tapanuli.

Lalu ada perubahan pada 1949. Melalui keputusan Pemerintah Darurat R.I. Nomor 22/Pem/PDRI bertanggal 17 Mei 1949, jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan. Aceh sempat menjadi provinsi sendiri pada 17 Desember 1949, tapi dianulir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 5 Tahun 1950 pada 14 Agustus 1950 yang memastikan munculnya lagi Provinsi Sumatera Utara.

Aceh benar-benar menjadi wilayah otonom, dalam hal ini menjadi provinsi sendiri, yaitu Provinsi Aceh, pada 1956 lewat Undang-Undang R.I. No. 24 Tahun 1956 yang diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956. Sebagian wilayah provinsi Sumatera Utara menjadi wilayah Provinsi Aceh.

Aceh tentu menempati posisi yang sentral dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno sendiri, sebagaimana dikutip dari situs Acehprov.go.id, memberi Aceh dengan julukan "Daerah Modal".

Setelah merdeka, Aceh menjadi wilayah keresidenan berdasarkan Surat Ketetapan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1/X tanggal 3 Oktober 1945 di mana Teuku Nyak Arief sebagai Residen pertama Aceh. Ketika itu Aceh adalah bagian dari Provinsi Sumaterae Utara.

Ketika Belanda melakukan agresi militer pertama, Keresidenan Aceh, Langkat, dan Tanah Karo menjadi bagian dari Daerah Militer yang berkedudukan di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) dengan Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh.

Lalu pada 5 April 1948 muncul Undang-undang Nomor 10 Tahun 1948 yang membagi Sumatera menjadi 3 Propinsi Otonom: Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Aceh, sebagaimana disebut di awal, adalah bagian dari Provinsi Sumatera Utara.

Akhir 1949, Keresidenan Aceh keluar dari wilayah Provinsi Sumatera Utara, statusnya menjadi Provinsi Aceh. Daud Beureueh yang awalnya adalah Gubernur Militer Aceh berubah menjadi Gubernur Aceh.

Tapi status itu tak bertahan lama. Beberapa saat kemudian muncul Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1950 yang menganulir status Provinsi Aceh dan mengembalikannya sebagai wilayah keresidenan di bawah Privinsi Sumatera Utara. "Perubahan status ini menimbulkan gejolak politik yang menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan, ketertiban, dan ketentraman masyarakat," tulis situs Acehprov.go.id.

Hingga kemudian lahirlah Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang pembentukan kembali Provinsi Aceh. Wilayahnya meliputi seluruh wilayah bekas Keresidnan Aceh. Lewat Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, status Provinsi Aceh menjadi Daerah Swatantra Tingkat I dan pada 27 Januari 1957 A. Hasjmy dilantik sebagai Gubernur Provinsi Aceh.

Daerah Swatantra Tingkat I kemudian berubah lagi dengan munculnya keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/MISSI/1959 di mana sejak 26 Mei 1959 Daerah Swatantra Tingkat I menjadi “Daerah Istimewa”, lengkapnya Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan dengan begitu Aceh mempunyai hak-hak otonomi yang luas dalam bidang agama, adat dan pendidikan.

Status ini dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965.

Kenapa Aceh mendapat predikat "Daerah Istimewa"?

Kita tahu, ada dua wilayah di Indonesia yang mendapat predikat "Daerah Istimewa". Yang pertama adalah Yogyakarta, yang kedua Aceh. Lengkapnya: Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh.

Mengutip Kompas.com, Aceh mendapatakan status sebagai Daerah Istimewa Aceh pada 26 Mei 1959, sebagaimana disebut di atas. Predikat tersebut membuat Aceh memiliki hak-hak otonomi luas dalam bidang agama, adat, dan penndidikan. Stastus tersebut dikukuhkan dalam Undang-undang nomor 18 Tahun 1965.

Aceh adalah daerah yang menjadi incaran bangsa barat karena kondisi geografisnya. Kondisi ini mulai terlihat dalam penanda tanganan Traktat London dan Traktat Sumatera, antara Inggris dan Belanda. Mereka ingin menguasai Sumatera.

Setelah menguasai Aceh, lewat Perang Aceh, Belanda menjadikan wilayah Aceh sebagai provinsi. Tapi sejak 1937, Aceh berubah statusnya menjadi keresidenan hingga kekuasaan kolonial di Indonesia berakhir.

Artikel Terkait