Intisari-Online.com -Bekas kediaman Presiden pertama Indonesia Soekarno dibeli seharga 1,2 miliar rupiah.
Rumah tersebut berlokasi di Jl Pandean IV / 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, dan dibeli oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Awalnya, ahli waris meminta untuk membeli rumah bersejarah ini seharga Rp 4 miliar.
Rumah itu sudah ditempati puluhan tahun oleh keluarga Jamilah dan Masniah.
Kondisinya pun masih utuh.
Namun, berkat kesabaran dan ketelatenan Pemkot, rumah berukuran sekitar 5x15 meter penuh nilai histori ini berhasil dibeli. Butuh waktu tujuh tahun untuk mendekati sang ahli waris.
"Prosesnya panjang dan diajak bicara dari hati ke hati. Kami telateni dan bicara alon-alon. Bersyukur, semua clear," kata Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Ekawati Rahayu, Minggu (3/1/2020).
Hasil pembicaraan dengan ahli waris yang menempati rumah, keluarga minta waktu hingga akhir Januari ini untuk mempersiapkan diri.
Keluarga Jamilah minta waktu hingga 29 Januari 2021 untuk Mengosongkan rumah yang berada di gang kecil itu.
Di rumah kecil itulah, Sang Proklamator pendiri bangsa ini dilahirkan.
Rumah dengan total luasan 78 meter itu sejak 2013 sudah diupayakan untuk diambil alih pemkot. Namun masih alot.
Dengan tercapainya kata sepakat dan ganti rugi, Rumah kecil dengan model sederhana itu akan menjadi aset milik Pemkot Surabaya. Rumah itu akan dibiarkan apa adanya dan akan dirawat.
"Setiap renovasi dan perbaikan akan mengikuti aturan sebagaimana bangunan cagar budaya. Tentu ini akan melengkapi koleksi rumah cagar budaya di Peneleh. Di sana juga ada Rumah HOS Cokroaminoto," urai Yayuk.
Pada awal 2013 lalu, pemilik rumah belum sepakat karena menawarkan harga cukup tinggi.
Mereka minta rumahnya dihargai Rp 4 miliar. Proses negoisasi lepasan bangunan cagar budaya tersebut terus dilakukan.
Dilakukan proses penyusunan dokumen perencanaan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi, penilaian appraisal, dan balik nama sertifikat.
Ada empat orang pemegang sertifkaf tanah dan rumah tersebut. Satu dari mereka sudah meninggal dunia sehingga perlu balik nama sertifikat kepada para ahli warisnya. Total ada 14 ahli waris.
Pada 23 Desember 2020, Pemkot menawarkan harga ganti rugi sebesar Rp 1.251.941.000.
Nilai ini sesuai apraisal tanah dan bangunan hingga ahli waris setuju.
Beberapa waktu lalu, Proses Pelepasan Hak Atas Tanah dan Bangunan di Jalan Pandean IV Nomor 40 Surabaya itupun dilakukan pemkot bersama ahli waris serta didampingi tim dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya di hadapan Notaris.
Setelah resmi menjadi aset milik Pemkot Surabaya selanjutnya akan dilakukan proses balik nama sertifikat tanah dan bangunan itu atas nama pemerintah Kota Surabaya.
Nantinya sertifikat cagar budaya seluas 78 meter persegi itu akan dibalik nama menjadi Pemkot Surabaya.
“Setelah ini tahapannya adalah kami akan memberikan tanda di sana bahwa itu adalah aset Pemkot Surabaya berupa papan aset. Kemudian balik nama sertifikat akan kita lakukan di Kantor Pertanahan II Surabaya,” terang Yayuk.
Pembelian aset dalam pengawasan kejaksaan. Kasi Intel Kejari Surabaya, Fathurrohman mengungkapkan, proses pelepasan cagar budaya itu memang panjang.
Sebab kebanyakan dari ahli waris tidak berdomisili di Surabaya.
Namun, tersebar di berbagai kota, pulau bahkan luar negeri.
Pengalihan dana milik satu orang kepada 14 orang ahli waris yang menjadi faktor lamanya proses ganti rugi.
"Tetap harus dicari dan berhasil," kata Fathur.
(*)