Cerita Mereka yang Mirip Rhoma Irama yang Meski Imitasi Tetap Banjir Rezeki

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Inilah cerita mereka yang mirip atau dianggap meniru Rhoma Irama. Banyak untuk dan ruginya juga ternyata (Tabloid NOVA)
Inilah cerita mereka yang mirip atau dianggap meniru Rhoma Irama. Banyak untuk dan ruginya juga ternyata (Tabloid NOVA)

Inilah cerita mereka yang mirip atau dianggap meniru Rhoma Irama. Banyak untuk dan ruginya juga ternyata -- ARSIP TABLOID NOVA

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Ketenaran Si Raja Dangdut Rhoma Irama ternyata membawa berkah bagi penyanyi dangdut lain. Khususnya mereka yang mencontek musik, gaya panggung, serta penampilan fisiknya.

Alasan mereka macam-macam. Ada yang sekadar memanfaatkan kesempatan. Ada pula yang memenuhi permintaan ibunya. Bagaimana komentar Rhoma?

Sejak Rhoma Irama membentuk Soneta 13 Oktober 1973 lalu, dia telah menggoreskan pena dalam sejarah musik Indonesia. Bukan karena cuma keunikan warna musik atau gaya panggungnya yang atraktif, namun juga kemampuannya menghimpun penonton di dalam maupun luar negeri, seperti Jepang dan Malaysia.

Kepopuleran Rhoma pula yang membuat Lata Mangeshkar, penyanyi legendaris India, bersedia berduet bersamanya mendendangkan lagu Bulan Purnama.

Sukses Rhoma ternyata juga membawa berkah bagi sebagian penyanyi dangdut lainnya. Musik dan gaya penampilannya pun dijadikan model panutan. Maka, lahirlah penyanyi-penyanyi yang bisa dibilang "mencontek" penampilan Rhoma.

Dari yang benar-benar mirip, sampai yang agak mirip. Dari yang sekadar meniru karakter vokal dan musik, sampai menjiplak penampilannya: berjubah di atas panggung, memelihara cambang, janggut, serta rambut ala Rhoma.

Foto mirip

Awal 1982, ketika Rhoma tengah mengurangi penampilan di panggung, muncul Mara Karma. Pedangdut satu ini memang mirip Rhoma. Lagu Resesi Dunia yang didendangkannya sambil memetik gitar, laris terjual. Nama Mara langsung terangkat.

"Itu cuma kebetulan. Saat masyarakat merindukan Bang Haji (panggilan akrab untuk Rhoma Irama, Red.) berdangdut, saya tampil dengan penampilan yang menurut banyak orang mirip. Mereka pun langsung antusias," ujarnya.

Apalagi Mara kemudian juga membentuk kelompok semacam Soneta yang diberi nama O.M. Kharisma. Penggemar dangdut pun semakin sukar membedakan Rhoma dan Mara.

"Kalau sedang berjalan-jalan saya kerap dikira Bang Haji," aku Mara. Mungkin karena itu sejumlah promotor berniat memunculkan Rhoma dengan Soneta-nya dan Mara dengan Kharismanya dalam satu panggung. Sayang, ungkap Mara, "Pertemuan itu tak pernah terwujud sampai sekarang."

Tak lama kemudian, penyanyi dangdut mirip Rhoma pun semakin menjamur. Ada Nano Romanza, Marwan Kas, Uci Marsal, Iin Batara, dan menyusul Eddy Chandra. Tak ketinggalan adik Rhoma sendiri, Deddy Irama. Nama Irama pun banyak dipakai penyanyi dangdut hingga kini. Ada Asep Irama, hingga yang sedikit dipelesetkan menjadi Sona Orama yang adalah penyanyi cilik.

Sebagian dari mereka bahkan terus kebanjiran tawaran manggung hingga beberapa waktu kemudian. Nano misalnya bisa tur ke Sumatera selama 2 bulan, dan melanjutkan berkeliling Jawa Tengah dan bersiap-siap masuk dapur rekaman.

Pernah ketika ituberedar sebuah album dengan tulisan besar "Rhoma Irama" dan sebuah foto yang sekilas mirip Rhoma. Begitu diamati seksama, ternyata itu foto Nano. Dia menyanyikan 10 lagu ciptaan Rhoma. Tapi kalimat "dinyanyikan oleh Nano Romanza" ditulis sangat kecil di balik sampul. Mungkin ini yang disebut taktik dagang.

Iin Batara juga muncul berulang-ulang di layar kaca mendendangkan lagu barunya "Dangdut Masa Kini", ciptaan Bintang Adi dan Rian Idris. Dia bahkan mengaku kewalahan menerima tawaran show. "Kalau saat ini ada yang menawarkan kesempatan tampil di luar negeri, kemungkinan besar tak bisa saya penuhi. Habis, tawaran dalam negeri saja seolah tak ada habisnya," ujar Iin tanpa bermaksud menyombongkan diri ketika itu.

Mara juga terus larisdiminta mengaransemen lagu-lagu dangdut. "Jumlahnya sudah mencapai ribuan," aku Mara yang telah berhasil mengantongi 3 HDX Award ini. Masing-masing lewat lagu "Bukan Yang Pertama" yang didendangkan Mega Mustika, "Sedang-Sedang Saja" oleh Vety Vera, dan "Nggak Lagi-Lagi" oleh Itje Trisnawati.

Ingan berjabat tangan

Meski dianggap duplikat Rhoma oleh banyak penggemarnya, namun Mara menolak dengan tegas bila disebut pengekor dan penjiplak Rhoma. "Mara adalah Mara!" begitu tegasnya. "Saya tak pernah berniat menjiplak Rhoma," lanjutnya. Kalau kemudian dia dianggap pengekor Rhoma, "Mungkin karena kebetulan rambut dan wajah saya hampir sama," paparnya

Di mata Mara, Rhoma adalah penyanyi biasa. Bahkan menurutnya, "Masih ada penyanyi dangdut yang lebih baik suaranya seperti Mansyur, Muchsin, dan Latief, misalnya." Kalau kemudian Rhoma menjadi demikian populer, "Itu bukan karena kegiatan seninya. Tapi karena ia berpolitik dan berkecimpung dalam dunia dakwah," tambah Mara.

Berbeda dengan Mara, Iin Batara dan Eddy Chandra tegas-tegas mengaku menjiplak penampilan fisik dan tingkah Rhoma Irama. "Pak Haji itu idola saya," tutur mereka senada.

Saking kagumnya pada Rhoma, "Saya pernah berangan-angan ingin berjabat tangan dan berbincang dengannya," lanjut mereka masih senada. Syukur. keinginan mereka sudah kesampaian.

Eddy juga pernah punya keinginan besar. Dia ingin Bang Hajimenyanyikan lagu ciptaannya. Kalau sampai hal ini terwujud, tuturnya. "Saya tak akan mampu menggambarkan kegembiraan hati saya dengan kata-kata."

Iin Batara punya sejarah sendiri hingga ia begitu mengidolakan Rhoma. Dulu, tuturnya. "Untuk muncul di TVRI sangat susah. Harus lewat tes Wajah Baru." Nah, ketika ikut tes, dia pilih lagu "Judi" ciptaanRhoma Irama.

Semua orang memandangnya aneh, karena hanya dia dan Iis Sugiarto yang memilih lagu dangdut. Selebihnya, lagu pop dan rock. Tapi Iin tak perduli. Hasilnya ternyata cespleng. "Sekali tes langsung lulus," kisah Iin bangga.

Sebelum semua itu terjadi, Iin juga menyimpan pengalaman batin yang tak terlupakan. Ketika menyatakan niat jadi penyanyi pada orangtuanya. "Mereka langsung tidak setuju." Baru setelah Iin mendesak, mereka mau merestui. "Tapi Ibu memberi syarat, saya boleh jadi penyanyi asal harus persis Rhoma Irama. Baik dari segi musik maupun kehidupannya," kisah Iin.

Sebagai anak yang patuh pada orangtua, Iin pun berusaha sebaik mungkin meniru Rhoma. Album perdana yang dibuatnya pun berisi lagu-lagu bermisi dakwah seperti lagu-lagu ciptaan Rhoma. Pantaslah, aku Iin, "Orang selalu menyangka saya Rhoma Irama. Terutama orang-orang yang belum pernah melihat Bang Haji dari dekat."

Untung ruginya

Menjadi pengekor tentu ada ruginya. Itu diakui Iin dan Eddy. "Ekor itu akan selamanya berada di belakang. Tidak pernah di depan. Begitulah nasib pengekor," ujar mereka senada. Karenanya, mereka mengaku berusaha menampilkan gaya yang lain dengan gaya Rhoma di panggung.

Kenyataannya, mendendangkan lagu dangdut sambil memetik gitar ala penyanyi rock terlanjur identik dengan penampilan Rhoma. "Sekalipun saya berusaha tampil beda, tetap saja dianggap seperti Rhoma," aku Iin.

Padahal, timpal seorang penyanyi dangdut yang juga mirip Rhoma tapi enggan disebut namanya, "Rhoma sendiri sebenarnya meniru gaya Ritchie Blackmore, personel Deep Purple yang menjadi idolanya."

Karena itulah mereka tetap pasrah dibilang sebagai pengekor Rhoma. Lagi pula, timpal Iin dan Eddy, "Menjadi pengekor Bang Haji juga banyak untungnya kok." Salah satunya, ungkap Eddy. "Saya jadi tertuntut untuk selalu bersikap santun dan sesuai ajaran agama sebagaimana yang dilakukan Bang Haji selama ini."

Iin pun mengakui hal ini. "Saya jadi bisa mengerem niat melakukan perbuatan hina. Bukankah, tidak layak orang yang penampilannya mirip Bang Haji mabuk-mabukan. misalnya?" ujar Iin serius.

Bagaimana komentar Rhoma sendiri? Dalam berbagai percakapan, Rhoma selalu berujar, "Secara kodrati saya tak pernah punya idola atau mengagumi para seniman. Tapi bukan berarti saya tak menghormati ketekunan mereka dalam menekuni dunia seni."

Soal dirinya yang sebaliknya dijadikan idola oleh banyak penyanyi dangdut, Rhoma cuma mengatakan, "Saya tidak bisa melarang. Itu hak asasi setiap manusia untuk menjadikan seseorang sebagai idolanya."

Mungkin berdasar ucapan inilah, Thony Warandy, manajer hiburan diskotek dangdut Chandra Pawitra di Jakarta ketika itu berencana menggelar lomba wajah mirip Rhoma Irama. Memang istimewa Rhoma Irama.

Artikel Terkait