Intisari-Online.com - Josep Broz Tito merupakan Presiden Yugoslavia yang menjadi menjadi Sekretaris Jenderal Gerakan Non Blok pertama, menjabat dari tahun 1961 sampai 1964.
Gerakan Non Blok merupakan gerakan yang lahir di era Perang Dingin, sebagai kelompok negara-negara berkembang yang tidak secara formal bersekutu maupun melawan blok kekuatan besar mana pun.
Dengan anggota 120 negara berkembang, Gerakan Non Blok menjadi kelompok negara-negara terbesar setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Indonesia juga bergabung dalam Gerakan Non Blok, bahkan merupakan salah satu penggagasnya.
Presiden Indonesia saat itu, Presiden Soekarno, mengundang para pemimpin negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika ke Bandung. Pertemuan ini dikenal sebagai Konferensi Asia Afrika (KAA).
KAA menghasilkan Dasasila Bandung yang menjadi cikal bakal Gerakan Non Blok.
Setelah bertemu dan membahas masalah yang dialami, negara-negara yang baru merdeka ini bersepakat membentuk Gerakan Non Blok.
Para pemimpin dunia yang bersama Presiden Soekarno merintis GNB, di antaranya Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, PM India Jawaharlal Nehru, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, PM sekaligus Presiden Ghana Kwame Nkrumah, dan Presiden Indonesia Soekarno.
Setelah terbentuk Gerakan Non-Blok, sosok pertama yang menjadi Sekretaris Jenderal kelompok ini adalah Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito.
Tentang Josip Broz Tito
Josip Broz Tiro merupakan revolusioner komunis sekaligus negarawan Yugoslavia yang menduduki berbagai jabatan sejak tahun 1943 hingga kematiannya pada tahun 1980.
Selama Perang Dunia II , ia adalah pemimpin Partisan, sering dianggap sebagai gerakan perlawanan paling efektif di Eropa yang diduduki.
Ia juga menjabat sebagai Presiden Republik Federal Sosialis Yugoslavia dari 14 Januari 1953 hingga kematiannya pada 4 Mei 1980.
Ia pernah menjadi sersan mayor termuda di Angkatan Darat Austro-Hongaria.
Setelah terluka parah dan ditangkap oleh Kekaisaran Rusia selama Perang Dunia I, dia dikirim ke kamp kerja di Pegunungan Ural.
Tito juga berpartisipasi dalam beberapa peristiwa Revolusi Rusia pada tahun 1917 dan Perang Saudara berikutnya .
Sekembalinya ke Balkan pada tahun 1918, Broz memasuki wilayah yang baru didirikan, Kerajaan Yugoslavia, tempat ia bergabung dengan Partai Komunis Yugoslavia.
Baca Juga: Cara Melihat RAM Hp Xiaomi, Tinggal Ikuti 5 Langkah Sedernan Ini
Dia kemudian terpilih sebagai sekretaris jenderal, kemudian Presiden, dari Liga Komunis Yugoslavia (1939-1980).
Selama Perang Dunia II , setelah invasi Nazi di daerah tersebut, ia memimpin gerakan gerilyawan Yugoslavia, Partisan (1941–1945).
Setelah perang, selain jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal Gerakan Non- Blok, ia juga seorang kepala arsitek Republik Federal Sosialis Yugoslavia (SFRY), menjabat sebagai Perdana Menteri (1944–1963).
Kemudian, ia juga menjadi Presiden seumur hidup (tahun 1953–1980), serta Marsekal Yugoslavia, pangkat tertinggi Tentara Rakyat Yugoslavia (JNA).
Meskipun menjadi salah satu pendiri Cominform (Biro Informasi Komunis), ia merupakan anggota Cominform pertama yang menentang hegemoni Soviet pada tahun 1948.
Ia adalah satu-satunya pemimpin di masa Joseph Stalin yang meninggalkan Cominform dan memulai dengan program sosialis negaranya sendiri, yang berisi elemen pasar sosialisme.
Beberapa mengkritik kepresidenannya sebagai otoriter, bahkan membandingkannya dengan kebrutalan Stalin.
Namun, kebanyakan melihat Tito sebagai seorang diktator yang baik hati.
Ia menjadi figur publik yang populer baik di Yugoslavia maupun di luar negeri.
Juga dilihat sebagai simbol pemersatu, hingga mendapat perhatian internasional lebih lanjut ketika menjadi pemimpin utama Gerakan Non Blok bersama beberapa pemimpin dunia lainnya.
Dengan reputasi yang sangat baik di luar negeri di kedua blok Perang Dingin, dia menerima sekitar 98 penghargaan asing, termasuk Legion of Honor dan Order of the Bath.
Josip Broz Tito meninggal dunia pada 4 Mei 1980, setelah sekitar 4 bulan dirawat di rumah sakit di Ljubljana karena memiliki berbagai masalah kesehatan.
Ketika Tito meninggal, Yugoslavia memberlakukan masa duka selama tujuh hari. Lagu-lagu pemakaman diputar berulang-ulang di radio.
Keesokan harinya, pada tanggal 5 Mei, peti matinya dibawa dengan kereta kepresidenan dari Ljubljana ke Belgrad, lewat Zagreb.Kedua anaknya, Zarko dan Misa, ikut menemani jenazah sang ayah.
Ketika Tito wafat, ia meninggalkan negeri yang sedang berjibaku menyelamatkan kesatuan nasional.
Saat Soviet ambruk pada 1989, Yugoslavia ikut terpecah oleh kebangkitan kelompok nasionalis di Bosnia, Kroasia, Macedonia, Montenegro, Serbia dan Slovenia.
Kedekatan Josip Broz Tito dengan Presiden Soekarno
Sama-sama menjadi pemimpin utama Gerakan Non Blok, pada saat itu pula Tito mulai membina kedekatan dengan Presiden Sukarno.
Keduanya dikabarkan bertemu di berbagai kesempatan.
Dikisahkan Tito yang menyukai cerutu dan gemar berpakaian serba putih itu acap mengundang pemimpin dunia dan bintang film ternama ke villanya di Kepulauan Brioni, Kroasia.
Selain itu, Museum Josip Broz Tito di Beograd, Serbia, juga menyimpan angklung pemberian Presiden Soekarno.
Di museum itu, terpajang sebagian koleksi Tito, juga pemberian atau hadiah dari sahabat-sahabatnya.
Melansir Kompas.com, pada Rabu (26/2/2014), Guruh Soekarnoputra, putra bungsu mantan Presiden Soekarno, berkunjung musem tersebut.
Itu adalaah kunjungan atas undangan Kedutaan Besar RI untuk Serbia serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam rangka memperingati 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Serbia (dulu Yugoslavia).
Saat itu, Guruh menerima salinan surat yang dikirimkan Soekarno untuk Tito.
Lembaga Arsip Nasional Yugoslavia punya dokumen lengkap soal hubungan tersebut, juga dokumen berkaitan pendirian Gerakan Non Blok (GNB).
Setidaknya ada 9.000 foto dan 3.000 dokumen. Surat-surat dan cendera mata patung kayu God Shiva on The Garuda yang pernah diberikan Soekarno untuk Tito pada 1956.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini