Kronologi Jatuh dan Meninggalnya Pendaki Asal Brasil di Gunung Rinjani

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Juliana Marins jatuh di sekitar Cemara Tunggal sebelum puncak Gunung Rinjani dan ditemukan dalam kondisi meninggal (Dok. Humas SAR Mataram)
Juliana Marins jatuh di sekitar Cemara Tunggal sebelum puncak Gunung Rinjani dan ditemukan dalam kondisi meninggal (Dok. Humas SAR Mataram)

Juliana Marins jatuh di sekitar Cemara Tunggal sebelum puncak Gunung Rinjani dan ditemukan dalam kondisi meninggal.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Jatuh di jurang di kawasan Gunung Rinjani, Lombok, pendaki asal Brasil, Juliana Marins (26), ditemukan dalam kondisi meninggal dunia pada Selasa (24/6). Juliana sendiri dikabarkan jatuh pada Sabtu (21/6).

Meninggalnya Juliana menjadi sorotan dunia, terlebih pada pengguna media sosial dari Brasil, negara asal Juliana. Dikabarkan Kompas.com, Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Muda TNI Mohammad Syafii memastikan korban ditemukan tidak bernyawa di kedalaman 600 meter.

Pada Sabtu, Juliana Marins mulai mendaki Gunung Rinjani bersama enam orang rekannya dan seorang pemandu lokal. Mereka memilih jalur Sembalun dan pada Sabtu (21/6/2025) dini hari. Juliana melanjutkan perjalanan menuju puncak bersama lima pendaki lain dan pemandu.

Ketika sampai di titik Cemara Nunggal, Juliana dilaporkan merasa kelelahan dan diminta oleh pemandu untuk beristirahat. Pemandu kemudian melanjutkan perjalanan ke puncak bersama kelima pendaki lainnya, meninggalkan Juliana sendirian di titik istirahat.

Juliana tak kunjung menyusul rombongan. Karena itulah pemandu memutuskan kembali ke lokasi tempat Juliana terakhir beristirahat. Tapi Juliana tidak ditemukan di sana. Dari titik tersebut, pemandu melihat cahaya senter di bawah jurang yang mengarah ke Danau Segara Anak. Dia pun menduga bahwa cahaya itu berasal dari Juliana yang terjatuh dan segera menghubungi otoritas untuk meminta bantuan.

Pukul 06.30 WITA, laporan pertama diterima oleh otoritas berwenang. Tanggapan cepat datang dari tim gabungan yang terdiri dari Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Basarnas Mataram, Polsek Sembalun, Emergency Medical Hikers Community (EMHC), serta SAR Lombok Timur.

Tim SAR segera bergerak menuju lokasi dengan membawa peralatan vertical rescue. Sekitar enam jam kemudian, tepatnya pada 12.00 WITA, tim telah mencapai Pos 4 dan mulai mendekati lokasi dugaan jatuhnya korban. Meski begitu, evakuasi belum dapat dilakukan segera karena medan ekstrem dan cuaca buruk.

Tiga hari kemudian, tepatnya pada Selasa, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana mengonfirmasi bahwa Juliana diduga telah meninggal dunia. Pernyataan tersebut berdasarkan hasil pencarian tim SAR yang menggunakan drone thermal milik Kantor SAR Mataram.

“Korban ditemukan pada kedalaman sekitar 400 meter dari titik awal jatuhnya. Diperkirakan dalam kondisi meninggal dunia,” ujar Widi dalam siaran pers.

Menurut pengakuan Tim SAR, mereka kesulitan mengevakuasi tubuh Juliana karena kondisi geografis yang sangat terjal dan cuaca yang tidak bersahabat. Operasi SAR dilanjutkan dengan bantuan helikopter, drone thermal, dan dua pendaki profesional berpengalaman.

Setelah itu, Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Muda TNI Mohammad Syafii, dalam keterangannya di akun resmi Basarnas, Selasa, (24/6/2025) malam, memastikan korban ditemukan tidak bernyawa di kedalaman 600 meter.

Dia menjelaskan, 7 orang penyelamat dari tim SAR gabungan telah berhasil menjangkau kedalaman 400 meter, pada Selasa sore, pukul 16.52 WITA. Kemudian, pada pukul 18.00 WITA, satu orang penyelamat dari Basarnas atas nama Hafid Hasadi, berhasil menjangkau korban pada kedalaman 600 meter. Petugas lalu memeriksa korban, dan tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan.

Lalu pada pukul 18.31 WITA, tiga personel tambahan dari potensi SAR diturunkan untuk mendekati korban di kedalaman 600 meter. Mereka melakukan proses wrapping survivor sebagai persiapan evakuasi.

Total tujuh orang tim penyelamat bermalam di lokasi dengan sistem flying camp, di mana tiga orang berada di anchor point (kedalaman 400 meter) dan empat lainnya bersama korban. Karena cuaca buruk dan jarak pandang terbatas, evakuasi ditunda dan dijadwalkan dilanjutkan pada Rabu (25/6/2025) pukul 06.00 WITA.

Evakuasidilakukan dengan metode lifting (pengangkatan vertikal), lalu korban ditandu menyusuri jalur pendakian ke Posko Sembalun. Dari sana, korban akan dievakuasi secara medis menggunakan helikopter ke RS Bhayangkara Polda NTB.

Artikel Terkait