Intisari-Online.com - Siapa yang tak kenal Soekarno, beliau merupakan presiden pertama Indonesia.
Sebagai presiden, Soekarno tentunya melalui lika-liku jalan hidup dan selama karir politiknya.
Bahkan, masa penahanan rupanya pernah dialami oleh Presiden Soekarno menjelang akhir hayatnya.
Saat itu, Soekarno ditahan di Wisma Yaso.
Hal itu terjadi saat kekuasaan Soekarno mulai mengalami senjakala, atau pasca pecahnya Peristiwa G30S/PKI.
Kondisi Soekarno saat berada di Wisma Yaso pun pernah diungkapkan oleh Guntur Soekarnoputra, yang merupakan putra sulung Bung Karno.
Guntur Soekarnoputra sebenarnya menyampaikan pengakuan dari ajudan Soekarno, Sidarto Danusubroto.
Pengakuan Guntur Soekarnoputra itu ditulisnya dalam buku "80 Tahun Sidarto Danusubroto Jalan Terjal Perubahan Dari Ajudan Soekarno Sampai Wantimpres Joko Widodo," terbitan Kompas, tahun 2016 lalu.
Baca Juga: Tak Ada Rasa Sakit, Begini Cara Mengeluarkan Duri dari Kulit
Menurut Guntur Soekarnoputra, saat itu Sidarto datang ke rumahnya yang ada di Jalan Sriwijaya Raya nomor 7, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sidarto datang menemui Guntur saat sudah malam hari.
Alasannya, kondisi saat itu sangat memungkinkan karena hari sudah gelap.
Begitu bertemu Guntur, Sidarto menceritakan Soekarno sudah berada di Wisma Yaso.
Mendengar penuturan Sidarto itu, Guntur Soekarnoputra mengaku dirinya sebenarnya sudah mengetahui hal itu.
Selanjutnya, Guntur pun menanyakan mengenai kesehatan Soekarno.
Sidarto pun menjelaskan secara gamblang mengenai kondisi Soekarno saat itu.
Menurut Sidarto, saat itu dia sudah menanyakan perihal itu kepada dokter yang memeriksa kesehatan Soekarno.
Sayang, jawaban yang didapatkan Sidarto tak memuaskan.
Bahkan, Sidarto menyebut jawaban dokter tersebut 'ngalor-ngidul'.
"Sekarang di situ ada juga suster-suster dari RSPAD yang 24 jam giliran nongkrong di situ."
"Saya enggak tahu mereka itu suster beneran atau intel," ungkap Guntur menirukan pengakuan Sidarto.
Selain itu, penjagaan terhadap Soekarno juga sangat ketat.
"Di samping itu, penjagaan ketat sekali, jumlahnya lebih kurang satu peleton."
"Kalau tidak salah dari kesatuan POMAD," lanjut Guntur.
Soekarno juga tidak dapat ditemui oleh setiap orang, kecuali anak istrinya sendiri.
Makanan yang dikirimkan kepada Soekarno juga mengalami pemeriksaan sangat ketat.
"Makanan dikirim rantangan dari sini setiap hari."
"Sebelumnya dibawa ke dalam diperiksa oleh komandan jaga."
"Makanannya diudek-udek pakai bayonet. Kalau komandannya kebetulan baik, makanan boleh langsung dibawa ke dalam rumah tanpa diperiksa," jelas Guntur.
Terkait hal itu, Guntur pun sampai mengaku bingung.
"Sampai sekarang saya masih bingung, Bapak itu ditahan atau jadi tahanan Orde Baru, kok tidak ada sehelai pun surat pemberitahuan ke keluarga?"
"Tapi kalau bukan tahanan kok diperlakukan seperti orang di penjara. Aneh kan?!" tandas Guntur.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.
Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[30] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat, tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.
Ia bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.
(*)