Advertorial
Intisari-online.com -Pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja atau omnibus law adalah salah satu kiprah kontroversial pemerintah tahun 2020 ini.
Publik menilaitindakan pengesahan UU ini melanggar berbagai aturan yang berlaku, disebutkan banyak sekali undang-undang sebelumnya yang dibelokkan agar UU ini terlaksana.
Kondisi Indonesia memang sedang dalam posisi yang cukup sulit. Ekonomi hampir tidak tumbuh dengan banyak pelaku usaha mengalami pailit, hanya sektor usaha besar yang mampu berkembang, sedangkan UMKM yang baru merintis kesulitan untuk bangkit, jangankan bangkit, untuk memodali biaya mendapatkan sertifikasi halal saja serasa sulit.
Lantas apakah pengesahan UU Cipta Kerja saat ini menjadi hal yang bisa menyelesaikan berbagai masalah tersebut?
Sebenarnya, semua itu bergantung pada para pelaku yang berurusan dengan UU ini. Mulai dari para buruh dan karyawan, pemilik perusahaan dan UMKM, pemerintah dan badan pengawas sektor usaha seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.
Penjelasan UU Cipta Kerja terlalu panjang dan kali ini saya tidak ingin bertele-tele. Terlalu muluk rasanya mengkaji berbagai sisi yang mendapat sorotan di UU Cipta Kerja, sehingga mari pusatkan energi untuk mendiskusikan mengenai keberlanjutan lingkungan hidup setelah UU Cipta Kerja disahkan, serta bagaimana KPPU akan mengawasi para usaha yang saling bersaing.
Lingkungan hidup merupakan sektor penting yang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam sektor industri. Pelaku usaha tidak akan asing dengan lingkungan hidup, karena sektor perizinan mengacu pada hal ini.
Jika berbicara lingkungan hidup dalam sektor perizinan berdirinya suatu usaha, pasti tidak akan asing nama AMDAL dalam khazanah Anda. AMDAL atau Analisis Dampak Lingkungan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan penyelenggaraan kegiatan usaha di Indonesia.
Sederhananya, AMDAL adalah suatu analisis mengenai apakah suatu usaha itu merusak lingkungan hidup atau memiliki kajian untuk tetap menjaga kawasan lingkungan hdiup di sekitarnya lestari.
Lalu apa saja yang termasuk lingkungan hidup?
Dijelaskan, lingkungan hidup mencakup aspek abiotik, biotik dan kultural, yang secara singkat, jika Anda ingin menjalankan usaha, patut dipertanyakan apakah usaha Anda bisa merusak kondisi alam, kondisi sosial budaya dan tatanan lingkungan di lokasi yang Anda incar.
Usaha akan berdiri setelah mendapatkan izin lokasi, dan disebutkan dari draft UU Cipta Kerja bahwa izin lokasi digantikan dengan pengguaan Peta Digital Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang digabungkan antara Tata Ruang dan Zonasi. Apa artinya? Artinya, tatanan izin Anda harus mencakup wilayah laut dan darat jika memang ingin berbisnis di dua wilayah tersebut.
Contohnya saja, Anda ingin memulai bisnis tambak lobster di tepi perairan Natuna, Anda tentu harus punya izin yang libatkan Rencana Tata Ruang yaitu wilayah pantai berpasir yang Anda gunakan untuk kegiatan usaha Anda, serta wilayah pantai dengan air lautnya yang akan Anda gunakan Sebagian untuk menambak lobster.
Selain itu, jika Anda tertarik mendirikan usaha di kawasan hutan, kawasan hutan akan masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta RDTR tersebut akan ditetapkan terlebih dahulu dengan Peraturan Kepala Daerah (Bupati/Walikota), atau Menteri Agraria jika Bupati/Walikota tidak menerapkannya.
Kemudian untuk perizinan lingkungan, ternyata UU Cipta Kerja tetap mempertahankan perizinan lingkungan dengan AMDAL yang disusun oleh profesi bersertifikat, kemudian kelayakannya dievaluasi oleh pemerintah atau profesi bersertifikat.
Sedikit perubahan adalah konsepsi kegiatan usaha diubah dari berbasis izin menjadi penerapan standar dan berbasis risiko, dengan usaha risiko tinggi wajib mempunyai izin. Contohnya adalah usaha yang berdampak terhadap kesehatan, keselamatan, lingkungan serta kegiatan pengelolaan sumber daya alam.
Baca Juga: Sudah Disahkan, Nyatanya Naskah UU Cipta Kerja Kembali Berubah di Tangan Istana….
Lebih rileks bagi pelaku usaha risiko menengah, hanya dikenai beberapa standar, sedangkan pelaku usaha risiko rendah cukup tinggal mendaftar saja. Sementara itu penilaian standar dilakukan oleh profesi bersertifikat, sedangkan kewenangan perizinan diatur dalam Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK).
Bagi usaha risiko tinggi, pemerintah akan lakukan pengawasan dan inspeksi yang ketat agar memantau kegiatan usaha tersebut.
Cakupan perizinan sektor ini kepada sektor 1) pertanian, 2) kehutanan, 3) kelautan dan perikanan, 4) energi dan sumber daya mineral, 5) ketenaganukliran, 6) perindustrian, 7) perdagangan, 8) pariwisata, 9) Pendidikan, 10) Kesehatan obat dan makanan, 11) keagamaan, 12) transportasi, 13) PUPR, 14) pos, telekomunikasi dan penyiaran, 15) pertahanan dan keamanan.
UU Cipta Kerja memudahkan dan melindungi UMKM
UMKM disebut akan dirugikan dengan UU ini, kenyataannya UU Cipta Kerja membantu UMKM untuk tumbuh dan lebih dilindungi serta diperdayakan.
Keuntungan pertama adalah penerapan basis data tunggal UMK sebagai dasar pengambilan kebijakan yang dikoordinasikan oleh Kementerian KUKM, dapat menggunakan data pokok seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), artinya, Anda bisa dengan mudah memulai usaha Anda dengan NIK atau NPWP Anda.
UMK juga akan dikelola terpadu oleh pemerintah, memanfaatkan pemangku kepentingan seperti Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, Swasta, Perguruan Tinggi, Asosiasi dan lain sebagainya. Sedangkan perihal kemitraan, UMK bisa dengan mudah bermitra dengan Usaha Menengah dan Besar lewat pemberian insentif dan kemudahan lain.
Paling menarik dalam UU Cipta Kerja bagi UMK adalah pendaftaran perizinan tunggal, yang sekaligus sebagai pemenuhan izin edar, jaminan produk halal, sertifikat pangan serta Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) lewat pemerintah Kelurahan atau Pemda.
Itu tadi dalam pendirian UMK, lantas, bagaimana pengaruhnya dalam pengadaan lahan tempat diadakannya usaha? Hal itu juga dijelaskan dalam UU Cipta Kerja, yang memudahkan proses pengadaan tanah dalam kawasan hutan, tanah kas desa, tanah wakaf dan tanah aset.
Tentunya pemerintah lewat Kementerian Agraria akan membantu instansi yang memerlukan tanah dalam Menyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, kemudian jangka waktu berlakunya Penetapan Lokasi selama 3 tahun dan untuk proses pemanjangannya tidak perlu memulai proses dari awal lagi.
Pengadaan lahan dalam kawasan hutan melalui mekanisme perubahan peruntukan atau pelepasan kawasan hutan untuk Proyek Strategis Nasional, dan pengukuhan kawasan hutan memperhatikan RTRW dan pengintegrasian ke dalam Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) menggunakan teknologi informasi serta koordinat satelit.
Apakah UU ini berisiko? Layaknya semua perundang-undangan, apakah hal itu akan merugikan atau menguntungkan tergantung pada pelaku yang terlibat, dalam hal ini para pemilik usaha yang hendak menggunakan lahan serta lingkungan hidup, serta pemerintah lewat pemangku kebijakan yang diharuskan ditemui untuk mengurus segala hal mengenai perizinannya.
Tidak dipungkiri, keraguan mengenai para oknum yang curang dalam menerapkan hukum ini akan selalu ada, tapi tidak selamanya semua pelaku bisnis ingin curang. Banyak yang ingin membawa bisnis mereka ke dalam ranah yang lebih ramah lingkungan, bermanfaat bagi sekitar dan menguntungkan bagi masyarakat sekitar serta bagi negara.
Di sinilah pelaku pengawas diperlukan, dalam hal ini KPPU yang mampu maju untuk mengawasi mana saja praktik usaha yang mengakali UU yang niatnya untuk kepentingan bersama ini.
Berbicara tentang lingkungan dan penggunaan lahan, banyak sektor usaha yang terlibat di sini dan keberadaannya semakin banyak, contohnya adalah industri perkebunan kelapa sawit, yang memerlukan lahan besar untuk penanaman sawit.
Kelapa sawit dikembangbiakkan kebanyakan di Sumatera dan Kalimantan, dan saat ini lahannya semakin minim karena ada aturan tegas untuk tidak menghapus hutan hujan tropis di kedua pulau itu demi menjaga konservasi tumbuhan dan hewan seperti Harimau Sumatera dan Orangutan. Kemudian para pelaku usaha mulai tertarik untuk mengembangkan perkebunan ini di Bumi Cendrawasih, Papua.
Papua tergolong suatu pulau dengan banyak hutan yang masih perawan, banyak hutan-hutan tersebut dijaga oleh suku-suku asli sana seperti Suku Marind Anim, Suku Morowai, dan lain sebagainya, mereka hidup berburu dan meramu, mencari sagu, kasuari, babi hutan dan terkadang ikan.
Kehadiran pohon seperti kelapa sawit akan terasa asing bagi mereka, lebih-lebih bagi para suku yang menganggap hutan bagaikan kerabat mereka sendiri seperti Suku Marind Anim. Namun apakah hal itu merugikan?
Kondisi yang terjadi di masyarakat yang lahannya akan diambil untuk kelapa sawit adalah banyak masyarakat yang terpecah menjadi kubu pro dan kontra, ada yang menerima kompensasi dan ada yang tidak. Banyak para warga asli Papua yang menandatangani kontrak dengan pelaku usaha perkebunan tanpa memahami apa konsekuensi dari kontrak tersebut.
Tentunya, hal ini memang bisa terjadi, tapi jika kembali dalam penanganan AMDAL, aspek budaya juga tidak akan dilepaskan. Padahal, di UU Cipta Kerja dijelaskan, bagi yang melanggar perizinan akan dikenai sanksi yang tidak kalah beratnya.
Apa arti dari semua ini? Artinya, usaha kelapa sawit justru bisa diarahkan untuk saling bersaing membangun usaha energi bersih, mengurangi emisi karbon dan menciptakan kehidupan yang tertata kepada masyarakat di sekitarnya. Lebih lagi dengan kebijakan Satu Peta Digital kawasan hutan dan kawasan usaha maka masing-masing usaha harus miliki semangat untuk mengkonservasi lingkungan di sekitarnya.
Jika dahulu-dahulu pemilik usaha hanya menganggap konservasi bisa dilaksanakan belakangan, maka sekarang hal itu justru jadi titik balik berdirinya suatu usaha atau tidak, karena jika pemilik usaha mengabaikan konservasi, bisa-bisa usaha itu gulung tikar hancur karena UU Cipta Kerja sendiri.
Di sinilah seharusnya KPPU mulai beraksi, tunjukkan pengawasan yang ketat dalam penerapan hukum yang berlaku dan mana saja usaha yang nakal serta tidak bertanggung jawab. Selain akan menghasilkan perusahaan yang memiliki energi bersih, rencana konservasi lingkungan yang jelas dan terintegrasi dalam kegiatan produksi, para penduduk sekitar akan mendapatkan manfaat lebih: banyak warga mulai ditarik untuk menjadi karyawan, kemudian lingkungan mereka lebih tertata.
Tidak hanya itu, usaha-usaha tersebut tentunya akan saling bersaing dan pada saatnya akan menciptakan roda ekonomi yang meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia. Terakhir, KPPU bisa mengawasi persaingan ini ke arah positif, dan memang hanya dewan pengawas yang bisa melaksanakannya.
Langkah KPPU ciptakan pengawasan menuju persaingan usaha yang sehat
Tercatat, KPPU sudah sering lakukan aktivitas pengawasan yang cukup apik. Salah satu contohnya adalah dalam kasus monopoli bisnis pengiriman ekspor benih lobster.
Baru-baru ini diberitakan KPPU tengah meneliti dugaan adanya praktik monopoli dalam pengiriman ekspor benih lobster, yang telah dimulai sejak 8 November lalu.
Penyelidikan dilakukan setelah sebelumnya KPPU mengendus adanya praktik peraingan usaha yang tak sehat dalam bisnis ekspor benih lobster, padahal belum lama ini pemerintah baru saja membuka kran ekspor benih lobster setelah sebelumnya melarang hal itu.
KPPU mencermati persoalan logistik, dan ditemukan jika pengiriman ekspor benih lobster hanya terkonsentrasi di satu tempat saja yaitu di bandara Soetta.
Pengawasan KPPU yang terbilang cukup baik selanjutnya adalah pengawasan mereka atas langkah perusahaan start-up Grab, yang sejak Juli lalu dinyatakan bersalah oleh KPPU.
Grab dan TPI (PT Teknologi Pengangkutan Indonesia) terlibat dalam menguasai produk jasa penyedia aplikasi angkutan sewa khusus berbasis teknologi di Indonesia.
KPPU menyoroti kedua pihak lakukan diskriminasi seperti pemberian order prioritas, masa suspend, dan fasilitas lainnya, sebabkan terjadinya penurunan persentase jumlah mitra dan orderan dari pengemudi mitra non-TPI.
Baca Juga: Kabar Merger, Grab Disebut Lebih Butuh Gojek untuk Bertahan Karena Alasan Ini
September lalu kasus ini diloloskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, membuat Grab lolos dari sanksi denda senilai Rp 30 miliar, dan TPI lolos dari denda Rp 19 miliar.
KPPU kemudian melakukan kasasi atas putusan PN Jakarta Selatan tersebut.
Dari dua contoh ini bisa dilihat, persaingan sehat menuju membangun perusahaan yang menguntungkan baik untuk para pelanggan ataupun praktik di sekitar perusahaan sudah lama digalakkan oleh KPPU.
Dipertahankan dan KPPU bisa menyokong tumbuhnya persaingan perusahaan sehat bersama UMKM di Indonesia, membangun Indonesia yang maju dan sejahtera.
Baca Juga: Lewat Pasar idEA, Pelaku UMKM Diharapkan Makin Optimis untuk 'Go Global'
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini