Find Us On Social Media :

Mulutnya Selalu Berwarna Merah hingga Punya Syal Khusus untuk Lap, Hari-hari Pangeran Diponegoro Dihabiskan dengan Menikmati Ini

By Muflika Nur Fuaddah, Selasa, 29 Maret 2022 | 17:20 WIB

(Ilustrasi) Pangeran Diponegoro

Intisari-Online.com - Sosok Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pahlawan legendaris.

Pangeran Diponegoro memimpin kurang lebih 100,000 pasukan. Sedang pasukan Belanda dipimpih oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock yang memiliki kekuatan 50.000 pasukan.

Perang Jawa yang dikobarkan Pangeran Diponegoro pada tahun 1825-1830 membuat Belanda kehilangan ribuan tentara dan biaya. Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa

Ia lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785. Pangeran Diponegoro merupakan putra tertua Sultan Hamengkubuwono III. 

Perang Jawa sendiri dipicu oleh reformasi tanah yang dilakukan Belanda untuk melemahkan perekonomian para bangsawan Jawa.

Perang dengan Belanda Dikutip dari berita Kompas.com, Perang Diponegoro dimulai ketika Belanda memasang tanda di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo.

Geram dengan aksi tersebut, sang Pangeran kemudian menantang Belanda.

Perang Diponegoro menyebar luas hingga ke Pacitan dan Kedu.

Baca Juga: Inilah Kyai Nogo Siluman, Keris Pangeran Dipenogoro yang 45 Tahun Disimpan oleh Belanda, Meski Hanya Dianggap Sebilah Pisau, Konon Pusaka Ini Sering Bikin Belanda Kewalahan?

 Baca Juga: Hanya Soekarno yang Menyaingi, Pangeran Diponegoro Ternyata Juga Petualang Cinta, Ini dia Para Istrinya dengan Kisah Cinta Berbeda-beda

Beberapa tokoh saat itu juga bergabung.

Seperti Kyai Maja, tokoh agama di Surakarta, kemudian SISKS Pakubuwono VI, dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya.

Tahun 1827, posisi Diponegoro terjepit karena Belanda menyerang dengan lebih dari 23.000 prajurit.

Pada 1829, Kyai Maja ditangkap. Menyusul kemudian Sentot Alibasya.

Pada tanggal 28 Maret 1830, pasukan Belanda yang dipimpin Jenderal De Kock berhasil mendesak Diponegoro di Magelang.

Peter Brian Ramsay Carey, salah satu sejarawan sohor asal Inggris Raya, mengatakan bahwa para pasukan Pangeran Diponegoro ditengarai sebagai para pemadat.

Candu secara luas digunakan sebagai obat perangsang dan bagian ilmu ketabiban Jawa untuk menyembuhkan aneka penyakit.

Tak hanya itu, Pangeran Diponegoro juga diketahui kecanduan sirih.

Baca Juga: Dianggap 'Setengah Dewa' dan Juru Penyelamat Masyarakat Jawa Dahulu Kala, Sosok Pangeran Diponegoro Ternyata Memiliki Tujuh Istri, Belum Lagi Selir-selirnya, Siapa Saja Mereka?

 Baca Juga: Terkuak Inilah Mengapa Pangeran Diponegoro Mendapat Banyak Pengikut, Ternyata Dianggap Sebagai Juru Penyelamat Ini, Beginilah Cerita Perang Diponegoro yang Dianggap Perang Salib

Dia bahkan menyampaikan waktu di hari-harinya tergantung pada jumlah sirih yang sudah dia kunyah.

Mulutnya selalu berwarna merah yang disebabkan air sirih.

Salah satu barang pribadi yang ditinggalkannya, yang juga dilihat Peter Carey ketika mengunjungi keluarga Diponegoro di Makassar pada bulan September 1972, adalah sebuah syal bermotif Paisley.

Syal tersebut biasa ia pakai untuk mengelap air sirih dari mulutnya.

Meninggal di Makassar

Setelah pasukan Belanda yang dipimpin Jenderal De Kock berhasil mendesak Diponegoro di Magelang, mereka melakukan perundingan di Magelang.

Belanda menuntut Pangeran Diponegoro menghentikan perang.

Permintaan itu ditolak. Diponegoro ditangkap kemudian diasingkan ke Ungaran, Semarang, ke Gedung Karesidenan Semarang.

Baca Juga: Inilah Jawaban Sebenarnya Mengapa Pemerintah Hindia Belanda Paksa Laksanakan Tanam Paksa

 Baca Juga: Jangan Anggap Sebelah Mata Lelucon Tentang Lama Perang Diponegoro, Pemenang Perang Tersingkat dalam Sejarah Nyatanya Malah Sudah Dapat Diketahui Lebih Cepat dari Itu

Pada 5 April 1839, Diponegoro dibawa ke Batavia menggunakan kapal Pollux.

Kemudian di tanggal 30 April 1830, Belanda memutuskan Pangeran Diponegoro diasingkan ke Manado bersama dengan istrinya keenamnya yakni Raden Ayu Ratna Ningsih, serta Tumenggung Dipasana dan istrinya.

Diponegoro dan rombongan tiba di Manado pada tanggal 3 Mei 1830 dan langsung ditawan di banteng Amsterdam. 

Tahun 1834, ia dipindahkan ke banteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.

Diponegoro menghabiskan hidupnya hingga meninggal pada tanggal 8 Januari 1855 di usia ke-69.

Baca Juga: Benarkah Pangeran Diponegoro Pernah Disekap di Balai Kota Tempat Para Tawanan Kompeni Disiksa?

 Baca Juga: Ki Hajar Dewantara Harus Jalani Kawin Gantung dengan Sepupunya Sendiri Demi Emban Amanat Leluhur

(*)