Penulis
Intisari-Online.com -Pernahkah Anda mendengar anekdot tentang berapa lama Perang Diponegoro alias Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Harya Dipanegara berlangsung?
Dalam anekdot tersebut, Perang Diponegoro disebutkan hanya berlangsung selama limat menit, yaitu dari pukul 18.25 sampai pukul 18.30.
Lelucon ini kadang diiringi dengan menyebut bahwa Perang Diponegoro merupakan perang tersingkat yang pernah berlangsung sepanjang sejarah.
Padahal, tentu saja Anda tahu bahwa ini benar-benar hanyalah sebuah anekdot, karena angka tersebut sebenarnya bukan menunjukkan jam melainkan tahun.
Perang Diponegoro, yang tentunya melibatkan Pangeran Diponegoro (nama lain dariPangeran Harya Dipanegara) berlangsung selama lima tahun, dari tahun 1825 hingga tahun 1830.
Namun, pada kenyataanya, dalam sejarah umat manusia,sebuah perang pernah berlangsung (dan tentunya tercatat) hanya berlangsung tidak sampai 1 jam.
Bahkan pemenang perang sudah dapat diketahui dengan gamblang dalam waktu yang lebih pendek dibanding lama Perang Diponegoro versi anekdot.
Perang apakah yang dimaksud? Simak ulasannya berikut ini.
Baca Juga: Sentot Ali Basya, Panglima saat Perang Diponegoro yang Hidupnya ‘Ditelan oleh Sang Waktu’
Tak banyak orang pernah mendengar atau mengetahui kisah perang Anglo-Zanzibar, padahal pertempuran tersebut memegang rekor sebagai perang tersingkat dalam sejarah.
Perang ini berlangsung sangat singkat, bahkan lebih cepat dari satu babak pertandingan sepak bola.
Perang Anglo-Zanzibar mengalahkan singkatnya durasi perang Israel-Mesir-Jordania-Suriah (6 hari), perang Indo-Pakistani 1971 (13 hari), perang Serbia-Bulgaria (14 hari), dan perang Georgia-Armenia (24 hari) dalam jajaran perang tersingkat di dunia.
Dilansir Kompas.com dari Historic UK, perang Anglo-Zanzibar bermula dari penandatanganan perjanjian Heligoland -Zanzibar antara Inggris dengan Jerman pada 1890.
Perjanjian itu secara teori membagi kekuatan-kekuatan imperial di Afrika Timur.
Zanzibar diserahkan ke Inggris, dan Jerman kebagian memegang kendali di daratan Tanzania.
Berbekal kesepakatan itu Inggris pun mendeklarasikan Zanzibar sebagai protektorat kerajaan mereka, dan memasang Sultan 'boneka' mereka sendiri untuk memerintah di sana.
Posisi itu diberikan ke Hamad bin Thuwaini pada 1893. Ia pernah menjadi pendukung Inggris di kawasan tersebut.
Permulaan konflik
Hamad memerintah di protektorat yang relatif damai selama lebih dari 3 tahun, sampai akhirnya dia tiba-tiba meninggal pada 25 Agustus 1896 di istananya.
Penyebab kematiannya tidak diketahui, tapi diyakini dia diracuni oleh sepupunya, Khalid bin Barghash.
Keyakinan itu semakin menguat karena beberapa jam setelah kematian Hamad, Khalid menduduki istana dan mengambil alih posisi Sultan tanpa persetujuan Inggris.
Keputusan sepihak itu jelas membuat Inggris berang, dan kepala diplomat Inggris di sana, Basil Cave, langsung memerintahkan Khalid untuk meletakkan jabatan.
Khalid mengabaikan perintah itu dan justru mengumpulkan pasukannya di sekitar istana.
Pasukan pimpinan Khalid bin Barghash bersenjata lengkap, yang ternyata adalah hadiah dari Inggris untuk Hamad bin Thuwaini selama bertahun-tahun.
Kemudian jelang 25 Agustus larut malam, Khalid sudah membentengi istananya dengan hampir 3.000 pasukan. Beberapa dilengkapi senjata artileri, bahkan Royal Yacht juga dipersenjatai secara sederhana di pelabuhan.
Pada saat bersamaan Inggris sudah melabuhkan dua kapal perangnya di sana, yaitu HMS Philomel dan HMS Rush. Mereka pun dengan cepat menerjunkan pasukan ke darat untuk melindungi Konsulat Inggris dan menjaga warga setempat dari dampak perang.
Tak cukup dengan 2 kapal perang, Cave meminta bala bantuan lagi dan malam itu juga datanglah kapal HMS Sparrow.
Cave memang sudah menyiagakan pasukannya, tetapi dia tidak punya kewenangan memulai tembakan tanpa persetujuan Pemerintah Inggris (Whitehall).
Untuk berjaga-jaga, dia mengirim telegram ke Kantor Luar Negeri malam itu untuk menanyakan, "Apakah kita punya wewenang, jika semua upaya solusi damai sia-sia, untuk menembaki Istana?"
Sambil menunggu balasan Whitehall, Cave terus mengultimatum Khalid tapi lawannya itu bergeming.
Keesokan harinya dua kapal perang Inggris lainnya memasuki pelabuhan, yaitu HMS Racoon dan HMS St George. Kapal yang disebut terakhir membawa Laksamana Muda Harry Rawson, komandan armada Inggris di kawasan itu.
Tak lama kemudian Cave mendapat balasan telegram dari Whitehall.
"Anda dipersilakan bertindak apa pun yang dianggap perlu dan akan didukung oleh Pemerintah Yang Mulia. Tapi, jangan coba-coba melakukan apa pun yang Anda tidak yakin bisa sukses," bunyi balasan telegram itu.
Ultimatum terakhir untuk Khalid dikeluarkan pada 26 Agustus, menuntut dia agar angkat kaki dari istana paling lambat jam 9 pagi keesokan harinya.
Malam harinya Cave juga memerintahkan semua kapal non-militer meninggalkan pelabuhan untuk berjaga-jaga bila perang meletus.
Jam 8 pagi tanggal 27 Agustus atau satu jam sebelum ultimatum berakhir, Khalid mengirim balasan ke Cave.
"Kami tidak akan menurunkan bendera dan kami tidak yakin Anda akan menembaki kami."
Cave menjawabnya tegas ala gaya diplomatik Inggris abad ke-19 dengan menyatakan, dia memang tidak akan menyerang istana kecuali jika Khalid tidak menurut maka serangan akan dilancarkan.
Jalannya peperangan
Itu adalah pesan terakhir yang didengar Cave dari Khalid. Pukul 9 pagi selepas deadline terlewati, kapal-kapal Inggris mulai membombardir istana Zanzibar.
Baru 2 menit perang berjalan mayoritas artileri Khalid sudah hancur, struktur kayu istana mulai ambruk menjebak 3.000 prajurit di dalamnya.
Dalam 2 menit itu pula Khalid dikabarkan langsung kabur lewat pintu keluar belakang istana, meninggalkan para pelayan dan tentaranya yang berjuang sendirian mempertahankan istana.
Penembakan berhenti pukul 9.40. Bendera Sultan diturunkan, dan perang tersingkat dalam sejarah ini resmi berakhir hanya dalam waktu 38 menit.
Meski durasi perang Anglo-Zanzibar sangat singkat tapi jumlah korbannya cukup tinggi. Lebih dari 500 prajurit Khalid tewas atau terluka, terutama karena ledakan di istana.
Seorang perwira junior Inggris juga terluka parah tapi akhirnya bisa pulih di rumah sakit.
Dengan hilangnya Khalid, Inggris menunjuk Sultan Hamud untuk bertakhta Zanzibar. Dia adalah orang yang pro-Inggris, dan memerintah atas nama Pemerintah Kerajaan Inggris selama 6 tahun.
Sementara itu Khalid kabur bareng sekelompok kecil pengikut setianya ke Konsulat Jerman setempat.
Meski Inggris sudah bolak-balik meminta ekstradisi, dia justru diselundupkan oleh Angkatan Laut Jerman pada 2 Oktober, ke wilayah yang sekarang bernama Tanzania.
Baru setelah pasukan Inggris menginvasi Afrika Timur pada 1916, Khalid ditangkap dan diasingkan ke Saint Helena.
Usai menyelesaikan masa pengasingan, sang mantan Sultan yang tak diakui itu diizinkan kembali ke Afrika Timur dan meninggal di sana pada 1927.
Ya, perangAnglo-Zanzibar memang berlangsung lebih lama dibanding Perang Diponegoro versi anekdot, tapi pemenangnya sudah dapat ditentukan jauh lebih singkat.
(Aditya Jaya Iswara)