Penulis
Intisari-Online.com -Sebuah buku yang mengulas tentang perang gerilya, yang sukses dijalankan dengan sempurna oleh Jenderal Sudirman, pernah mengundang puja-puji milter dunia.
Tidak tanggung-tanggung,jenderal kenamaan Vietnam, Vo Nguyen Giap yang menggunakan buku ini sebagai acuan untuk mengalahkan Prancis dan Amerika Serikat yang pernah bercokol di negaranya.
Sejak saat itu buku ini menjadi terkenal dan banyak negara di dunia mencontek taktik perang gerilya karangan Nasution.
Bahkan di West Point (Akademi Militer Amerika Serikat) bukuitu menjadi pegangan wajib bagi para taruna-taruninya dalam mempelajari peperangan intensitas rendah ini.
Baca Juga: Seperti Inilah Rumah yang Ditinggali Jenderal Sudirman Saat di Pacitan
Buku yang dimaksud adalah "Pokok-pokok Gerilja" atau "Fundamentals of Guerilla Warfare" yang ditulis oleh Jenderal Abdul Haris Nasution.
Tentu saja mahakarya Jenderal Nasution ini tak terlepas dari guru dari sang penulis, yaitu Jenderal Sudirman.
Jenderal Sudirman sendiri pula yang menunjuk langsung Nasution untuk menjadiwakil panglima TKR sebagai wakil dari Jenderal Soedirman.
Menariknya,di balik ulasan ilmiah dari taktik perang gerilya yang dirangkum oleh Jenderal Nasution, Jenderal Sudirman justru mengaku memiliki tiga jimat 'magis' yang menjadi rahasia dari taktik perang briliannya.
Pertunjukan sosio drama teatrikal dalam perayaan Hari Ulang Tahun Ke-72 TNI di Pelabuhan Kiat Indah, Kota Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017) menyedot perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, KSAD Jenderal Mulyono, KSAL Laksamana Ade Supandi, dan KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto nampak serius menyimak jalannya drama tersebut.
Bahkan, Jokowi sempat berdiri ketika pemeran utama menghadap ke arahnya.
Sosio drama yang ditampilkan menceritakan perjuangan Rakyat Indonesia bersama Panglima Besar Jenderal Sudirman di Yogyakarta ketika menghadapi agresi militer Belanda pada tahun 1948.
Peran Jenderal Sudirman dimainkan langsung cucu Sudirman, Danang Priambodo Sudirman.
Saat itu, Yogyakarta merupakan kota yang damai dan tenang, sampai pada kedatangan tentara Belanda menyerbu Yogyakarta.
Kemudian, Jenderal Sudirman yang sedang sakit menghadap kepada Presiden Sukarno saat itu, untuk melaporkan apa yang terjadi di Yogyakarta.
Meski dilarang Sukarno karena melihat kondisi Sudirman saat itu, Sudirman tetap ingin berjuang menghadapi serangan dari Belanda.
“TNI akan timbul dan tenggelam bersama negara. Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Sampai titik darah penghabisan," kata Sudirman.
Berbagai trik dan metode perang gerilya dipraktikan dalam menghadapi Belanda saat itu.
Singkat cerita, pada 25 Desember 1948 pasukan Jenderal Soedirman tiba di Kediri. Suasana kota sangat riuh dan bergemuruh.
Sedangkan pasukan Belanda berada di puncak semangat lantaran baru saja meruntuhkan benteng pertahanan kota itu dari selatan.
Pasukan Belanda tiba-tiba menyergap markas persembunyian Jenderal Soedirman atas petunjuk salah seorang telik sandi.
Pasukan penjajah memang bersumpah akan menangkap Pak Dirman, sapaan Soedirman, hidup atau mati, apapun caranya, menyusul semangat sang panglima besar menggelorakan perlawanan.
Seorang prajurit melapor kepada Jenderal Sudirman bahwa Belanda telah mengepung rapat tempat persembunyian mereka.
Sejurus kemudian, jenderal besar ini mengajak para prajuritnya untuk menggelar dzikir dan tahlil.
“Mari kita berdzikir agar diberi pertolongan Allah. Jangan sekali-sekali di antara tentara kita ada yang menyalahi janji menjadi pengkhianat nusa, bangsa, dan agama. Harus kamu senantiasa ingat bahwa perjuangan selalu memakan korban. Jangan sekali-kali membuat rakyat menderita,” ujar Pak Dirman yang diperankan Ganang Priambodo.
Pak Dirman tahu ada pengkhianat yang melaporkan kepada Belanda bahwa ia adalah Jenderal Soedirman.
Anehnya, tentara Belanda tidak percaya bahkan menembak mati pengkhianat tersebut.
Dari semua usaha itu, Jenderal Sudirman akhirnya berhasil menghalau Belanda dari tanah Yogyakarta.
Di penghujung drama, Jenderal Sudirman menyampaikan pesan bagaimana dirinya bisa lolos dari kejaran pasukan Belanda.
Ia menyebut ada tiga 'jimat' yang selama ini ia gunakan. Pertama, dirinya tidak lepas menyucikan diri. Kedua, dirinya tidak lepas dari salat lima waktu.
“Ketiga, semua saya lakukan dengan tulus dan ikhlas bukan untuk diri sendiri bukan untuk keluarga, bukan untuk institusi, bukan untuk partai, tetapi untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia,” kata Sudirman.(*)
Baca Juga: Jokowi Membacakan Pesan Jenderal Sudirman Sebagai Pernyataan Penutup Debat Kandidat Ketiga