Advertorial

Hanya Beranggotakan Wanita Inilah Prajurit Elit Mataram yang Ditakuti Kolonial Belanda, Menyaksikannya Saja Saat Latihan Petinggi Belanda Ini Dibuat Keheranan

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Seorang veteran perang Napoleon dibuat terkejut ketika melihat aksi para wanita perkasa ini, dalam kunjungannya ke Yogyakarta tahun 1809.
Seorang veteran perang Napoleon dibuat terkejut ketika melihat aksi para wanita perkasa ini, dalam kunjungannya ke Yogyakarta tahun 1809.

Intisari-online.com -Hanya Beranggotakan Wanita Inilah Prajurit Elit Mataram yang Ditakuti Kolonial Belanda, Menyaksikannya Saja Saat Latihan Petinggi Belanda Ini DibuatKeheranan.

Mungkin saat ini Indonesia tidak memiliki prajurit militer yang berisikan kelompok wanita.

Namun, tahukah Anda pada zaman kolonial banyak wanita-wanita perkasa yang mengabdikan dirinya sebagai pasukan militer.

Hal itu tercatat dalam buku Babad Dipanagara, An Account of te Break of Java War, yang menceritakan tentang prajurit elit wanita dari Mataram.

Seorang veteran perang Napoleon dibuat terkejut ketika melihat aksi para wanita perkasa ini, dalam kunjungannya ke Yogyakarta tahun 1809.

Baca Juga: Termasuk Budak Wanita Kulit Hitam Diperkosa Majikan Kulit Putih, Hasil Penyelidikan DNA ini Jadi Bukti Kekejaman Perbudakan Warga Afrika di Seluruh Amerika

Veteran itu bernama Herman William Daendels, yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda.

Ia menyaksikan pertunjukkan turnamen perang-perangan yang diadakan di sana, dilakukan oleh 40 orang perempuan.

Perempuan perkasa itu beraksi sebagai sosok prajurit bukan hal biasa kala itu, terlebih mereka memiliki kemampuan luar biasa.

Pasalnya, pada saat itu, kemampuan bertarung luar biasa didominasi oleh kelompok pria saja.

Baca Juga: Bikin Pentagon Ketakutan, TNI dengan Mudah 'Lumpuhkan' Pasukan AS dengan 'Ilmu Hantu,' dari Debus Tenaga Dalam hingga Kebatinan Sampai Buat Jenderal AS Melongo

Sementara itu, menurut beberapa catatan, ternyata beberapa kerajaan di nusantara juga memiliki prajurit yang diisi oleh sekelompok perempuan.

Mereka melakukan tugas, mulai dari menjaga kemanan keraton dan kerajaan dari ancaman musuh.

Peter Carey, profesor tamu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dan Vincent Houben, guru besar sejarah modern Asia Tenggara di Humboldt Universitu Berlin.

Menceritakannya dalam bukunya berjudul Perempuan-Perempuan perkasa di Jawa Abad XVII-XIX.

Menulis tentang keraton mataram yang memiliki sejumlah pasukan tangguh berisikan wanita di lingkungan istana.

Peter dan Vincent menyebut kerajaan di kawasan Jawa Tengah bagian selatan, memiliki prajurit perempuan yang memiliki andil dalam perang.

Baca Juga: Sangar, Rela Tumpahkan Darah Demi Kemanan Sang Kepala Negara, Pasukan Berseragam Hitam Misterius yang Diam Seribu Bahasa Ini Selalu Siap Siaga dengan Pistol Mesin MP-5K

Selain itu, laporan Francois Valentijn (1666-1727) seorang misionaris yang menyebutkan bahwa area keraton memiliki 10.000 perempuan bermukim.

Dari 10.000 perempuan ini, 3.000 di antaranya kebanyakan lanjut usia, mereka memiliki kewajiban mengurus gerbang masuk dan keluarnya istana.

Kemudian, 3.000 lainnya menjadi budak perempuan yang mengurusi permaisuri dan para selir raja.

4.000 di antaranya bekerja sebagai pengrajin tekstil untuk kerajaan dan berdagang.

Selain itu catatan tentang prajurit elit mataram ini disebut-sebut dengan julukan pasukan estri, yang merupakan prajurit elit perempuan yang beranggitakan wanita-wanita dari desa.

Pada masanya, mereka dilatih keprajuritan oleh pangeran Sambernyawa dan dipimpin oleh Rubiyah (Raden Ayu Matah Ati).

Baca Juga: 1.000 Serangan Udara Israel dan Masih Berlanjut, Alasan Mengapa Suriah Punya Sistem Anti-Udara Baru hingga Berkembangnnya Drone Kamikaze

Diperkirakan satuan itu memiliki 150 pasukan muda yang memiliki keterampilan bersenjata dan berkesenian.

"Pentingnya ada tentara perempuan untuk menjaga keraton adalah karena sifat perempuan lebih setia daripada laki-laki," sebut Peter Carey pada National Geographic Indonesia.

Kemampuan mereka di dunia militer setara dengan pria bisa berkuda dan menggunakan senjata artileri salvo.

Mereka bahkan dianggap lebih terlatih daripada prajurit istana dalam urusan menggunakan senapan.

Bukunya Babad Dipanagara, An Account of The Outbreak of the Java War, tulisan Peter juga menjelaskan mereka prajurit estri menggunakan seragam resmi seperti prajurit istana.

"Pada awal perang Jawa, beberapa jasad pasukan estri bergabung dengan Diponegoro ditemukan di medan perang," jelasnya.

Mereka berhasil membuat kocar-kacir pasukan musuh kolonial, dipimpin oleh Raden Ayu Yudokusumo, dan juga Nyi Ageng Serang seorang nyai yang mengangkat senjata ketika perang Jawa.

Artikel Terkait