Find Us On Social Media :

Dibentuk Setelah Jatuhnya Kerajaan Majapahit, Kerajaan Badung pun Jatuh Dalam Taklukkan Kolonialisme Belanda dengan Trik Tipuan Kapal Karam, Meski Rakyat Sudah Lawan Hingga Titik Darah Penghabisan

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 11 Januari 2022 | 13:10 WIB

Kerajaan Badung yang kemudian takluk oleh kolonialisme Belanda setelah lakukan trik penipuan kapal karam.

Intisari-Online.comKerajaan Badung yang berdiri pada abad ke-18 ini adalah kerajaan yang terletak di Pulau Bali bagian selatan, dengan pusat pemerintahan berada di Puri Agung Denpasar.

Kerajaan Badung sempat terlibat konflik dengan Belanda hingga terjadi Perang Puputan Badung, dan setelah perang tersebut selesai pada awal abad ke-20, Kerajaan Badung pun dikuasai penuh oleh Belanda.

Begini kisah berdirinya Kerajaan Badung.

Tahun 1343, ketika itu Kerajaan Majapahit masih menguasai Bali dengan pusat kekuasaan berada di Samprangan, dengan dipimpin Dalem Sri Aji  Kresna Kepakisan.

Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan ini memiliki putra mahkota yang bernama I Dewa Anom Pemayun, yang menurut legenda cerita Bali, melakukan perjalanan panjang menuju daerah Pura Ulun Danu Batur.

Sesampainya di Pura, dia memohon kepada Ida Betari Ulun Danu Batur untuk diberikan panugrahan agar di masa depan menjadi seorang yang berwibawa dan dihargai oleh rakyatnya.

Permohonan tersebut dikabulkan dan Ida Betari Batur meminta I Dewa Anom Pemayun untuk pergi ke barat daya, tepatnya Gumi Badeng di Tojaya.

Ketika itu, daerah tersebut ditempati oleh Ki Bendesa bersama dengan saudaranya, yaitu Ki Pasek Kabayan, Ki Ngukuhin, dan Ki Tangkas.

Baca Juga: Sesajennya Diduga Ditendang Seorang Pria, Suku Tengger Ternyata Punya Statistik Kriminalitas Tak Biasa, Hanya Dimiliki Keturunan Terakhir Majapahit

 Baca Juga: Dalam Tubuhnya Mengalir Darah Majapahit, Taklukkan Bali dan Palembang Bersama Mahapatih Gajah Mada, Inilah Kerajaan Pagaruyung yang Didirikan Keturunan Raden Wijaya, Runtuh Karena Masalah Adat

Melalui musyawarah antara Ki Bendesa dan saudaranya, maka diputuskan bahwa I Dewa Anom Pemayun diangkat menjadi penguasa di daerah tersebut dan mendapat gelar Sira Arya Benculuk Tegeh Kori.

Bersama warga desa, Ki Bendesa kemudian membangun istana yang diberi nama Puri Benculuk, dan wilayah tersebut ditetapkan namanya menjadi Badung, yang berasal dari kata Badeng.

I Dewa Anom yang telah menjadi penguasa Badung, kemudian menghadap penguasa Bali yang juga adalah ayahnya, yaitu Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan.

Dia melaporkan bahwa sudah diangkat menjadi penguasa Badung pertama yang bergelar Dalem Benculuk Tegeh Kori.

Keturunan dari Tegeh Kori ini diperkirakan berkuasa antara 1360 hingga 1750, dan selama itu pula Badung merupakan bawahan Kerajaan Gelgel, yang saat itu membangun Puri Ksatriya dan Puri Tegal Agung.

Namun, terjadi perebutan kekuasaan pada akhir abad ke-18,yang membuat Puri Ksatriya jatuh ke tangan Kyayi Ngurah Made, yang kemudian berinisiatif membangun puri baru, karena puri sebelumnya rusak akibat perang perebutan kekuasaan.

Kyayi Ngurah Made juga memerintahkan untuk membangun puri di Tetaman, Denpasar, yang berada di sebelah selatan Puri Ksatriya, yang selesai dibangun dan secara resmi digunakan pada tahun 1788 sebagai pusat Kerajaan Badung.

Kyayi Ngurah Made kemudian dinobatkan sebagai raja pertamanya dengan gelar I Gusti Ngurah Made Pemecutan.

Baca Juga: Banyak Dibenci saat Menjadi Raja Majapahit, Ini Deretan Keburukan Raja Jayanegara hingga Pernah Menyekap Calon Penguasa Ketiga Majapahit

 Baca Juga: Faktor Majapahit Menjadi Kerajaan Besar Agraris dan Perdagangan

Tahun 1904, pada masa pemerintahan I Gustu Ngurah Made Agung, kapal dengan bendera Belanda milik seorang Tionghoa bernama Sri Komala kandas di Pantai Sanur.

Namun, pemerintah Belanda dan pemilik kapal menuding masyarakat setempat melucuti, merusak, dan merampas isi kapal.

Mereka juga menuntut kepada raja Badung untuk mengganti segala kerusakan tersebut dengan 3.000 dolar perak dan menghukum orang yang merusak kapal.

Raja I Gusti Ngurah Made Agung dalam menanggapi tuntutan tersebut tentu saja menolak ganti rugi ataupun menghukum orang yang dianggap merusak kapal.

Belanda kemudian mengirim ekspedisi militer ke Bali pada September 1906 untuk menyerang Kerajaan Badung, akibat penolakan raja Badung tersebut.

Dengan segenap kekuatan militer Kerajaan Badung, Belanda berhadapan di pintu gerbang ibukota Badung menghadapi kekuatan militer Kerajaan Badung yang dipimpin langsung oleh raja.

Mengutip dari buku Puputan Badung 20 September 1906; Perjuangan Raja dan Rakyat Badung Melawan Kolonialisme Belanda, karya Anak Agung Gde Putra Agung dkk (1999), militer Kerajaan Badung saat itu terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari tentara, pengawal raja, kerabat kerajaan, pendeta, dan rakyat laki-laki maupun perempuan.

Pasukan militer dari berbagai kalangan itu siap melakukan puputan, yaitu berperang sampai titik darah terakhir, karena berdasarkan kepercayaan mereka dalam agama Hindu, menyerah dalam pengasingan adalah kehinaan.

Baca Juga: Dikenal Sebagai Kerajaan Dengan Corak Hindu yang Kuat, Siapa Sangka Catatan Dari China Ini Sebut Rakyat Majapahit Sudah Banyak yang Memeluk Islam, Ini Buktinya

 Baca Juga: Sempat Bangkit Meski Diserang Majapahit Habis-habisan, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara Malah Runtuh Karena Diserang Kerajaan Tetangga, Padahal Kekuasannya Menyebar Hingga China

Seluruh elemen kerajaan  pun turut berperang melawan Belanda, dan kemudian ini dikenal sebagai peristiwa Puputan Badung.

Setelah peristiwa puputan tersebut, Kerajaan Badung resmi jatuh ke tangan Belanda.

Putra mahkota I Gusti Ngurah Made Agung, yaitu I Gusti Ngurah Alit, kemudian diasingkan ke Lombok ketika Badung dikuasai oleh Belanda.

Namun, atas desakan tokoh masyarakat di Lombok, I Gusti Ngurah Alit akhirnya dikembalikan ke Bali.

Pada tahun 1929, Puri Agung Denpasar yang hancur saat puputan telah diperbaiki, I Gusti Ngurah Alit pun diangkat sebagai Bupati Badung dengan gelar Cokorda Alit Ngurah.

Badung bersama dengan daerah di Bali lainnya ditetapkan sebagai daerah swapraja yang dipimpin oleh keturunan raja-raja Bali yang tergabung dalam federasi raja-raja atau disebut Paruman Agung, oleh pemerintah kolonial Belanda.

Kemudian terhitung mulai tanggal 1 Desember 1958, berdasarkan UU no. 69 tahun 1958, daerah swapraja di Bali diubah menjadi Daerah Tingkat II yang setingkat kabupaten, termasuk Badung.

Ini berarti menjadi tanda bahwa Kerajaan Badung benar-benar berakhir dan berganti menjadi daerah Kabupaten Badung di bawah Pemerintahan Indonesia.

Baca Juga: Pengaruh Budaya Hindu-Buddha dari India dan Islam dari Gujarat dan Persia, yang Wariskan Puing-puing Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Kutai, Suku Lamaholot pun Miliki Tradisi Kerukunan Beragama

 Baca Juga: Bukan Hayam Wuruk, Justru Ibunyalah yang Membuka Jalan Majapahit Menuju Masa Keemasannya, Ini Keputusan Terpenting yang Dia Buat Hingga Majapahit Sukses Taklukan Nusantara

Peninggalan dari Kerajaan Badung berupa Puri Agung Denpasar, yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Badung.

Puri ini didirikan oleh Kyai Agung Made Ngurah sebagai raja Denpasar pertama dan selesai dibangun pada tahun 1788, yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Badung sampai Belanda menguasai seluruh Bali pada tahun 1906.

Inilah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Badung:

I Gusti Ngurah Made (1788-1813)

I Gusti Ngurah Jambe (1813-1817)

I Gusti Made Ngurah (1817-1829)

I Gusti Gede Ngurah (1829-1848)

I Gusti Alit Ngurah (1848-1902)

I Gusti Ngurah Made Agung (1902-1906)

Cokorda Alit Ngurah (1929-1965)

Cokorda Ngurah Agung (1965-1998) Baca Juga: Disebut Jadi Kunci Utama Bali Tetap Beragama Hindu, Inilah Kerajaan Gelgel, Pembendung Ambisi Mataram Islam yang Memanfaatkan 'Celah Momen' Keruntuhan Majapahit

 Baca Juga: Disebut Sebagai Literatur Kuno yang Mencatat Kebesaran Majapahit, Sebenarnya Apa Isi di Balik Kitab Legendaris Nagarakertagama?

 Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari