Find Us On Social Media :

Jika Anda Punya Penyakit Bawaan Apakah Anda Layak Mendapatkan Vaksinasi Covid-19? Berikut Rekomendasi Lengkap Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia, Simak Selengkapnya

By Maymunah Nasution, Senin, 4 Januari 2021 | 08:14 WIB

Ilustrasi vaksin Covid-19.

Intisari-online.com - Indonesia tengah hendak laksanakan vaksinasi Covid-19. Vaksinasi ini nanti akan dilakukan dengan vaksin CoronaVac yang diproduksi oleh Sinovac, vaksin ini sendiri sudah didatangkan ke Indonesia secara bertahap mulai awal Desember 2020 lalu. Utamanya, vaksinasi dilaksanakan pada para individu sehat, artinya para pasien Covid-19 tidak akan mendapat vaksinasi Sinovac. Namun bagaimana vaksinasi untuk para pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid?

Baca Juga: Pantas Penyebarannya Semakin Menjadi-jadi, Ternyata Ada Varian Virus Corona Baru, Tapi Ini Pesan Para Ahli: Tidak Perlu Panik Tentunya hal itu harus dijadikan pertimbangan, dengan memperhatikan penyakit penyerta sebagai faktor lain dalam pemberian vaksinasi. Itulah sebabnya, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merilis mengenai rekomendasi pemberian vaksinasi Covid-19 (Sinovac/Inactivated) pada pasien dengan penyakit penyerta. Intisari Online mendapatkan izin untuk mempublikasikan rekomendasi ini dari Dokter Stevent Sumantri, DAA, SpPD, K-AI, seorang internis konsultan alergi imunologi klinik, staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Perlu dicatat, rekomendasi ini disusun berdasarkan 1) data publikasi fase I/II tentang Sinovac, 2) data uji fase III di Bandung berupa proposal dan catatan perilaku lapangan yang terlibat dalam uji klinis, dan 3) data uji vaksin inactivated lainnya yang sudah lengkap seperti vaksin influenza, yang dibandingkan dengan data vaksin inactivated Covid-19 (Sinovac) yang belum lengkap.

Baca Juga: Didatangkan oleh Indonesia Dari China, Inilah Fakta Soal Vaksin Sinovac Buatan China yang Diungkapkan Langsung Oleh Pengembangnya, Apa Katanya?

Rekomendasi juga disusun spesifik untuk Sinovac saja, sehingga data dapat berubah sesuai dengan perkembangan laporan data uji klinis Sinovac ini. Hal yang sama juga berlaku dengan vaksin Covid-19 jenis lain. Kemudian kondisi individu yang akan divaksin juga diperhatikan, jika ada lebih dari 1 penyakit penyerta dan ada yang belum layak divaksin, maka individu tersebut dianggap belum layak. Vaksinasi menyasar individu dewasa sehat usia 18-59 tahun, tidak pernah terkonfirmasi dan terdiagnosis Covid-19, tidak mengalami penyakit ringan, sedang dan berat atau penyakit infeksi disertai demam dengan suhu di atas 37,5 °C.

Baca Juga: Niat Disuntik Vaksin Covid-19 Gagal Total, di Amerika 42 Orang Ini Justru Salah Terima Suntikan Bukannya Diberi Vaksin Malah Disuntikkan Dengan Obat Ini Vaksinasi juga tidak dilaksanakan pada peserta wanita yang hamil, menyusui atau mengikuti program pra-kehamilan selama periode imunisasi, juga bagi peserta yang riwayat alergi berat terhadap vaksin atau komposisi dalam vaksin dan reaksi alergi terhadap vaksin yang disertai kemerahan, sesak napas dan bengkak.

Dari hasil data uji vaksin fase III Sinovac, didapatkan beberapa hasil kelayakan vaksinasi Covid-19 sebagai berikut: Kelayakan vaksinasi Covid-19 layak untuk penyakit penyerta meliputi reaksi anafilaksis yang bukan akibat vaksinasi Covid-19, alergi obat, alergi makanan, rhinitis alergi, urtikaria dan dermatitis atopi. Sedangkan kelayakan dengan catatan tertentu yaitu untuk vaksinasi Covid-19 kepada peserta dengan penyakit di antaranya AIDS yang disebabkan HIV.

Baca Juga: Diabetes Jadi Sebagian Besar Penyakit Penyerta Pasien Covid-19, Puskesmas Diharapkan Lebih Berperan untuk Lakukan Ini

Catatan diperlukan dalam hal ini karena vaksinasi yang mengandung kuman yang mati dapat diberikan walaupun jumlah sel CD4 kurang dari 200 sel. Sedikit informasi, sel CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV, dan semakin sedikit jumlah CD4 maka semakin besar kemungkinan seseorang terserang AIDS. Kondisi normal jumlah CD4 dalam tubuh berada pada rentang 500-1400 sel per milimeter kubik darah. Rekomendasi dari PAPDI menjelaskan jika pasien AIDS dianjurkan untuk mengulang vaksinasi CD4 sudah lebih dari 200 sel.

Baca Juga: Hampir 7 Bulan Pandemi Corona Ada, Pejabat WHO Sebut Perlu Melihat Kasus AIDS Sebagai Panduan untuk Mengatasi Pandemi Covid-19 Sementara untuk pasien berpenyakit saluran pernapasan seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) layak menerima vaksinasi jika PPOK yang diidap terkontrol, sebaliknya jika dalam kondisi PPOK eksaserbasi akut disarankan menunda vaksinasi sampai kondisi eksaserbasi itu teratasi. Para penderita tuberkulosis layak menerima vaksinasi minimal dua minggu setelah mendapat obat anti TBC, demikian pula untuk pasien kanker paru dalam kemoterapi/terapi target layak mendapat vaksinasi, serta untuk para pasien interstitial lung disease layak mendapatkan vaksinasi Covid-19 jika dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi akut. Pasien asma bronkial yang terkontrol dapat diberikan vaksinasi Covid-19, tapi jika pasien dalam kondisi asma akut maka sebaiknya menunda vaksinasi sampai asma pasien terkontrol dengan baik. Penderita penyakit liver atau hati juga perlu diperhatikan, karena vaksinasi tidak akan berjalan efektif sejalan dengan progresifitas penyakit hati.

Baca Juga: Walau Sudah Divaksin Dianggap Masih Mudah Tertular Covid-19, Negara Ini Malah Bebaskan Warganya Berhubungan dengan Penderita Covid-19 setelah Divaksin

Ini sebabnya, penilaian kebutuhan vaksinasi pada pasien dengan penyakit hati kronis sebaiknya dinilai sejak awal karena saat itulah vaksinasi paling efektif atau dengan kata lain dapat menghasilkan respons vaksinasi optimal. Lebih baik lagi adalah vaksinasi diberikan sebelum transplantasi hati. Sedangkan untuk pasien sirosis hati, lebih disarankan inactivated vaccine. Pasien penderita kencing manis atau diabetes melitus bisa mendapat vaksinasi Sinovac yaitu penderita DM tipe 2 terkontrol dengan HbA1C di bawah 58 mmol/mol, atau setara 7,5%.

Baca Juga: Apakah Anda Makan Lebih dari Tiga Kali Sehari? Hati-hati, Anda Bisa Berisiko Alami Diabetes Tipe 2! Ini yang Harus Anda Lakukan untuk Mencegahnya! Untuk pasien obesitas sendiri layak diberikan vaksinasi jika ia tidak memiliki penyakit komorbid yang berat. Sementara itu, pasien yang belum layak menerima vaksinasi Covid-19 adalah pasien penyakit autoimun sistemik seperti SLE (penyakit lupus), Sjogren vaskulitis dan beberapa autoimun lain.

Penundaan diperlukan untuk memastikan keamanan vaksin pada populasi dengan gangguan autoimunitas, sehingga harus menunggu hasil penelitian jangka panjang.

Pasien sindroma hiper IgE juga tidak dianjurkan diberikan vaksinasi Covid-19 sampai ada hasil penelitian yang lebih jelas, demikian pula untuk para penderita penyakit ginjal kronis (PGK) non dialisis, dialisis, serta pasien yang pernah melaksanakan transplantasi ginjal.

Baca Juga: Kabar Baik untuk Penderita Gangguan Ginjal, Begini Cara Kembalikan Kinerja Ginjal dengan Pakai Dua Bahan Ini

Hal yang sama juga disarankan untuk penderita sindrom nefrotik dengan imunosupresan, penyakit kerusakan pada ginjal yang menyebabkan kadar protein dalam urin meningkat. Hal ini karena belum ada uji klinis mengenai efikasi dan keamanan vaksin tersebut terhadap populasi penderita penyakit ginjal kronis. Vaksin juga belum layak diberikan kepada pasien hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, reumatik autoimun dan para pasien penyakit-penyakit gastrointestinal. Pada daftar penyakit gastrointestinal ini juga termasuk belum layak untuk pasien penyakit autoimun bidang gastrointestinal seperti penyakit IBD (Kolitis Ulseratif dan Crohn's Disease), Celiac Disease, serta untuk para penderita diare kronik (perubahan pola BAB), BAB darah dan penurunan berat badan yang signifikan dan tidak dikehendaki.

Baca Juga: Berat Badan Artis Pemeran Sara di ‘Si Doel Anak Sekolahan’ Terlihat Melonjak Tajam, Ini Rupanya yang Jadi Penyebabnya, Bukan Karena Kebanyakan Makan! Selanjutnya, penderita hipertiroid atau hipotiroid karena autoimun tidak dianjurkan diberikan vaksinasi, tapi untuk pasien nodul tiroid bisa diberikan vaksinasi jika tidak ada keganasan tiroid. Pasien kanker dan kelainan hematologi seperti gangguan koagulasi, pasien imunokompromais, pasien dalam terapi aktif kanker, pemakai obat imunosupresan dan penerima produk darah belum layak menerima vaksinasi, demikian pula para pasien hematologi onkologi dengan terapi aktif jangka panjang contohnya leukimia, granulositik kronis, leukimia limfositik kronis, myeloma mulipel, anemia hemolitik autoimun, ITP, dan lain sebagainya. Terakhir para pendonor darah layak menerima vaksinasi, tapi sesuai dengan Permenkes RI, donor darah sebaiknya dilakukan dengan bebas vaksinasi selama setidaknya 4 minggu untuk semua jenis vaksin. Artinya, jika vaksin Sinovac diberikan dengan jeda 2 minggu antar dosis, maka setelah 6 minggu baru bisa donor kembali.

Baca Juga: Empat Penyakit Ini Mungkin Anda Remehkan, Salah Satunya Jadi Penyakit yang Ditakuti Saat Kanak-kanak, Namun Karena Vaksin Dampaknya Bisa Diperkecil Kemungkinan Tingkat Keparahan

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini