Masih Soal Tanaman Bajakah Obat Kanker yang Kontroversial, Ini 5 Tanggapan Para Pakar

Ade S

Penulis

Seperti kita lihat di media sosial dan televisi, batang tanaman yang diklaim sebagai Bajakah itu pun dijual dengan harga yang tidak murah.

Intisari-Online.com – Heboh atas penemuan tanaman Bajakah sebagai obat kanker oleh murid SMA di Kalimantan, rupanya membuat banyak orang mengambil keuntungan dari itu.

Seperti kita lihat di media sosial dan televisi, batang tanaman yang diklaim sebagai Bajakah itu pun dijual dengan harga yang tidak murah.

Benarkah tanaman itu adalah Bajakah? Bisa jadi, pembelinya pun tidak mengetahui dengan pasti.

Mengenai kontroversial tanaman Bajakah itu, berikut ini tanggapan para pakar.

Baca Juga: Viral Akar Bajakah Obat Kanker Payudara, Padahal Bukan Obat, Malah Ada yang Beracun

1. Bajakah bukan spesies tanaman

Kepala Balitbang Kementerian Kesehatan Siswanto menjelaskan, bajakah dalam bahasa dayak mempunyai arti akar-akaran.

Sehingga, bajakah bukan nama spesies tanaman. Siswanto menjelaskan, bajakah secara indigeneous digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pengobatan secara tradisional.

Tanaman bajakah sendiri ditemukan di hutan Kalimantan Tengah. Bagian batang pohon ini yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit kanker, di mana batang dikeringkan, ditumbuk, dan direbus.

Baca Juga: Tak Hanya Bajakah dan Tanaman Herbal Lainnya, Jamur Maitake dan Daun Tangguh pun Bisa Menggempur Kanker

Siswa SMAN Palangkaraya memang telah melakukan penelitian dengan menguji coba di laboratorium.

Hasilnya, sejumlah zat seperti tannin, flavonoid, dan senyawa fitokimia terkandung pada tanaman bajakah.

2. Fase

Pengujian tanaman bajakah dengan media mencit atau tikus telah dilakukan.

Baca Juga: Viral Obat Kanker Bajakah: Faktanya Ketidakberuntunganlah yang Jadi Faktor Utama Seseorang Mengidap Kanker, Bukan Gaya Hidup atau Makanan

Kendati demikian, Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof Dr dr Aru Sudoyo menuturkan, klaim tanaman ini dapat menyembuhkan kanker harus dilakukan uji lanjut, bukan hanya sekadar uji coba terhadap tikus.

"Karena uji coba terhadap tikus dan manusia itu berbeda," kata Aru.

Dilansir dari situs resmi Cancer Researches UK, 13 Februari 2019 lalu, terdapat lima fase uji klinis obat untuk penyakit kanker pada manusia.

Fase 0

Baca Juga: Tidak Hanya Bajakah dan Tanaman Herbal Lain, Ternyata Tulang Rawan Hiu Sudah Sejak Dulu Diklaim Bisa Sembuhkan Kanker

Uji coba dilakukan ke partisipan dalam skala kecil, sekitar 10-20 orang dengan berbagai tipe kanker.

Pada fase ini, calon obat diberikan dalam dosis rendah guna mengecek tingkat bahaya obat.

Fase 1

Jumlah sampel yang diberi perlakukan masih dalam skala kecil, tapi lebih banyak dibandingkan fase sebelumnya, yaitu 20-50 orang dengan banyak tipe kanker.

Baca Juga: Tak Hanya Bajakah Asal Kalimantan, 7 Tanaman Ini Diklaim Bisa Jadi Obat Kanker, Termasuk Daun Belalai Gajah

Fase ini bertujuan menemukan efek samping dan reaksi obat dalam tubuh.

Fase 2

Jumlah partisipan dalam skala sedang, dengan total puluhan orang hingga lebih dari 100 orang.

Uji klinis fase ini dilakukan untuk satu atau dua tipe kanker, terkadang bisa lebih. Tujuan dari fase ini yaitu menemukan efek samping dan keefektifan terapi bekerja.

Baca Juga: Jadi, Seperti Inilah Wujud Bajakah, Tumbuhan yang Terbukti Ampuh Obati Kanker dari Kalimantan

Fase 3

Fase ini melibatkan ratusan hingga ribuan orang, di mana hanya ada satu tipe kanker, atau bisa lebih.

Tujuannya, membandingkan terapi terbaru dengan terapi standar yang biasanya dilakukan.

Fase 4

Baca Juga: Obat Kanker Ditemukan di Belantara Kalimantan, Ini Seputar Mengenai Tumbuhan 'Mistis' Bajakah yang Curi Perhatian

Partisipan pada fase ini berukuran medium atau besar, dengan satu tipe kanker atau bisa lebih.

Fase empat mempunyai tujuan untuk manfaat jangka panjang dan efek samping dari terapi yang baru.

3. Tindak lanjut

Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Prof Dr Enny Sudarmonowati mengatakan, harus ada tindak lanjut pemerintah setempat terhadap tanaman bajakah ini.

Baca Juga: Apa Sebenarnya Kandungan Tanaman Bajakah, Temuan Siswa SMA di Kalimantan yang Diklaim Ampuh Sembuhkan Kanker?

Memastikan jumlah populasi tanaman ini di habitatnya menjadi salah satu hal penting yang harus segera dilakukan.

Hal itu dilakukan lantaran tidak diketahui secara persis jumlah populasinya. Selain itu, melindungi tanaman yang masuk kategori langka dan melestarikan tanaman ini juga mesti mendapat perhatian.

4. Pengujian lebih lanjut

Ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum menyampaikan, penemuan obat kanker yang diteliti siswa SMA masih sangat memerlukan pembuktian dalam bidang kedokteran.

Baca Juga: 3 Muridnya Berhasil Temukan Obat Kanker, Namun Guru Ini Malah Khawatir, Ini Alasannya

Menurut Tan, subjek uji coba haruslah homogen dan tak bersumber dari satu sampel percobaan saja atau edivence based.

Evidence based medicine (EBM) merupakan pendekatan medis yang didasarkan pada bukti ilmiah terkini guna kepentingan pelayanan kesehatan penderita.

EBM mengkombinasikan kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti ilmiah yang dapat dipercaya.

EBM pun memerlukan beberapa tahapan proses, dimulai tahap percobaan pada hewan hingga praktik langsung guna melihat dampak uji coba jangka panjang.

Baca Juga: ‘Susu Emas’ Khas India Ini Ternyata Banyak Manfaatnya, dari Kesehatan Jantung Hingga Kurangi Risiko Kanker, Ini Cara Membuatnya?

Butuh proses panjang atau lama untuk memastikan secara benar manfaat tanaman ini terhadap pengobatan kanker manusia.

Meski begitu, Prof Dr dr Aru Sudoyo tak menampik khasiat dari tanaman ini dapat menyembuhkan kanker.

Yang perlu digarisbawahi adalah fase yang harus dilalui dan penelitian lanjut harus dilakukan.

Kepala Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu Akhmad Saikhu mengatakan hal yang sama, yakni perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait khasiat tanaman bajakah.

Baca Juga: Buah Lezat Berbiji dan Berduri Ini Ternyata Banyak Manfaatnya, Salah Satunya Bisa Bunuh Sel Kanker

5. TTO

Wakil Direktur Indonesia Medical Education Research Institur (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof DR Dr Budi Wiweko SpOG (K) MPH menuturkan, melanjutkan penelitian awal yang telah dilakukan oleh siswa di Palangkaraya ini memerlukan perantara karena membutuhkan upaya dan dana yang besar.

Technology Transfer Office (TTO) Indonesia Innovation for Health (Innovate) melalui IMERI dapat menjadi salah satu perantara tersebut.

Tanpa uji klinis, suatu produk tak dapat diproduksi secara massal dan disebarkan ke masyarakat umum. (Mela Arnani)

Baca Juga: 11 Cara Cegah Kanker Tanpa Biaya yang Besar, Hindari Daging Merah Hingga Gunakan Alat Kontrasepsi Pria

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Tanggapan Para Pakar atas Kontroversi Bajakah sebagai Obat Kanker"

Artikel Terkait