(Baca juga: Selama Berkuasa, Pak Harto Punya 2.000 Pusaka dan 200 Paranormal untuk Membentengi Kekuasaannya)
Lantaran tidak ada hiburan (listrik belum masuk desa, hingga radio dan televisi belum ada), Kertosudiro jadi lebih banyak bermalas-malasan sambil berjudi dan merokok.
Semua uang dan harta yang dimiliki pasangan ini tersedot untuk modal judi Kertosudiro. Malah, perhiasan pribadi Sukirah yang dibawanya sejak gadis juga ludes tak berbekas.
Frustrasi, dalam keadaan hamil tua Sukirah memutuskan kembali ke orangtuanya.
Sayang, Sukirah tidak diterima dengan tangan terbuka di rumahnya! Sebab, tradisi Jawa pada masa itu memandang rendah istri yang meninggalkan suaminya.
Tertekan dengan perilaku Kertosudiro dan ketidakramahan keluarganya, Sukirah sering bersembunyi dari satu kamar ke kamar lain, sambil melakukan puasa selama berhari-hari, yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebutan ngebleng).
Kesehatan Sukirah sontak anjlok! Dalam kondisi sangat drop, Sukirah melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Soeharto (Soe = lebih baik, Harto = harta).
Khawatir dengan kesehatannya yang semakin hari makin buruk, Soeharto yang baru berumur 40 hari diserahkan Sukirah pada Mbah Kromodiryo, bidan yang membantunya melahirkan, sekaligus adik perempuan nenek Soeharto dari pihak ayah.
Sementara Soeharto diurus Mbah Kromodiryo, Sukirah mengurus perceraiannya dengan Kertosudiro. Dan, seperti kasus perceraian umumnya, perebutan hak asuh juga terjadi.
Sesuai ketentuan hukum, hak asuh Soeharto jatuh ke tangan Sukirah.
Namun, dengan berbagai pertimbangan akhirnya Sukirah sendiri justru kemudian menyerahkan hak asuh Soeharto kepada Kertosudiro.
Hanya aja, meski hak asuh sudah berpindah tangan, Soeharto tetap ikut Mbah Kromodiryo!
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR