Jadi orang kantoran
Usaha barang bekas Chairil hanya seumur jagung. Situasi kala itu tidak memungkinkan dia melanjutkan karier berdagangnya. Chairil juga harus menghadapi situasi sulit, saat Oomnya tidak lagi mampu menghidupi dia dan ibunya.
Sjahrir pindah ke rumah yang jauh lebih kecil dari sebelumnya. Chairil dan ibunya terpaksa angkat kaki dan mencari tempat bernaung lain. Keadaan Chairil saat itu digambarkan oleh teman semasa kecilnya, Sjamsulridwan, dalam “Kenang-kenangan: Chairil Anwar Semenjak Masa Kanak-Kanak” dimuat Mimbar Indonesia, No 3/4 Maret – April 1966.
“... kehidupan ibu dan anak menjadi sangat sukar. Keadaan Chairil pun jadi sangat berubah, jadi melarat, malah untuk makann saja ibunya terpaksa meminjam-minjam ke kanan kiri atau berjualan,” kata Sjamsulridwan.
Demi keluar dari situasi tersebut, Chairil mencoba menjadi pekerja kantoran. Dia dibantu Des mendapatkan pekerjaan di Kantor Statistik Jepang. Des memperkenalkan Chairil kepada ayah angkatnya yang lain, Mohammad Hatta.
Bung Hatta kala itu bekerja di kantor statistik tersebut. Dia yang mengetahui Chairil adalah keponakan kawannya, Sjahrir, memberikan bantuan. Oleh Des, Hatta juga diberi tahu kalau Chairil memiliki kemampuan bahasa asing yang sangat baik. Hatta pun kemudian memberikan posisi penerjemah kepada Chairil.
Menurut keterangan Aoh K. Hadimadja dalam Beberapa Paham Angkatan ’45, Chairil diketahui hanya bekerja selama tiga bulan. Dalam kesaksiannya, Aoh mengatakan jika Chairil bekerja sebagai penyalin informasi dan data dari bahasa Jerman dan Belanda.
Di mata Aoh, Chairil adalah pemuda yang tidak percaya diri. Dia terlihat bimbang. Badannya kurus. Bajunya kumal dan rambutnya selalu tampak berantakan. Suaranya pun, kata Aoh, tidak lantang. Sikapnya masih penuh keraguan.
Setelah tiga bulan bekerja – menurut Des malah kawannya itu hanya bekerja selama dua bulan– Chairil tidak lagi masuk kantor. Dia merasa tidak cocok dengan pekerjaan tersebut.
Sutan Takdir Alisjahbana dalam Perjuangan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan, pernah menanyakan perihal alasan Chairil tidak lagi bekerja di kantor statistik itu.
“Ah, mana bisa tahan kerja dengan Hatta. Masuk jam 8 pagi, pulang jam 2 siang,” kata Chairil.
Mendengarkan radio gelap
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR