Intisari-Online.com -Pasar Senen, salah satu pasar tradisional tertua di Jakarta, kini dikenal sebagai pusat pakaian bekas yang menawarkan berbagai macam barang dengan harga murah.
Namun, tahukah Anda bahwa pasar ini pernah menjadi tempat nongkrong para budayawan sekelas Chairil Anwar, Sitor Situmorang, dan Mochtar Lubis?
Simak kisah menarik tentang sejarah dan transformasi Pasar Senen dalam artikel ini.
Pusat Pakaian Bekas yang Kini di Ujung Tanduk
Pasar Senen adalah salah satu pasar tertua di Jakarta yang memiliki sejarah panjang dan beragam.
Pasar ini tidak hanya menjadi tempat jual beli barang-barang kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menjadi ikon budaya yang menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan.
Salah satu daya tarik Pasar Senen adalah penjualan baju bekas impor atau thrifting yang menawarkan berbagai macam pilihan baju branded dengan harga murah.
Namun, belakangan ini, Pasar Senen mengalami krisis akibat larangan impor pakaian bekas oleh pemerintah.
Larangan ini dilakukan untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dan mencegah penyebaran penyakit melalui pakaian bekas.
Akibatnya, ratusan ballpress (karung berisi pakaian bekas) yang menjadi sumber pendapatan para pedagang di Pasar Senen disita oleh aparat kepolisian dan bea cukai.
Baca Juga: Dari Gereja Katedral Hingga Pasar Senen, Inilah Jejak Wajah Batavia Tempo Doeloe
Para pedagang pun terpaksa menghabiskan sisa stok yang ada atau beralih ke produk lokal yang kurang diminati oleh pembeli.
Tempat 'Nongkrong' Chairil Anwar
Pasar Senen sendiri berdiri sejak tahun 1733 di bawah pemerintahan VOC. Nama pasar ini berasal dari hari Senin, yaitu hari pasar yang ditetapkan oleh VOC.
Pada awalnya, Pasar Senen merupakan tempat jual beli kain dan pakaian baru yang dibawa oleh pedagang Tionghoa dari Batavia (Jakarta).
Pasar ini juga menjadi tempat berkumpulnya para seniman dan budayawan seperti Sutan Takdir Alisjahbana, HB Jassin, dan tidak terkecuali Chairil Anwar,.
Chairil Anwar sering menghabiskan waktu di Pasar Senen, terutama di toko buku loak Nasution yang terletak di belakang Bioskop Grand.
Di sana, ia bertemu dengan para intelektual muda, pejuang bawah tanah, dan seniman lainnya yang berbagi minat dan ide-ide tentang sastra, filsafat, dan politik.
Chairil Anwar juga kerap mendiskusikan karya-karyanya dengan teman-temannya di Pasar Senen.
Salah satu puisinya yang terkenal adalah Karawang-Bekasi, yang menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda.
Puisi ini sempat dipuji sekaligus dikritik oleh seorang serdadu Belanda bernama Poncke Princen, yang menjadi kawan akrab dari Dolf Verspoor, wartawan Belanda yang bekerja sama dengan Chairil Anwar di majalah Gema Suasana.
Pasar Senen juga menjadi saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.
Baca Juga: Aksi Porter Menunduk di Samping Kereta yang Menyentuh Viral di Media Sosial, Ini Kata PT KAI
Pada masa pendudukan Jepang, Pasar Senen menjadi tempat persinggahan para seniman yang mencari inspirasi dan pelarian dari tekanan militer.
Pada masa revolusi, Pasar Senen menjadi pusat perlawanan terhadap tentara Belanda yang bermarkas di Batalion X, sekarang Hotel Borobudur.
Salah satu pahlawannya adalah Sapi’i, salah satu buaya Senen yang buta huruf dan kemudian menjadi perwira TNI.
Bergeser ke Pusat Pakaian Bekas
Seiring dengan perkembangan zaman, Pasar Senen mulai menjual berbagai macam barang selain kain dan pakaian baru.
Salah satunya adalah baju bekas impor yang mulai masuk ke Indonesia sejak tahun 1970-an.
Baju bekas imporyang berasal dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan lain-lain ini menawarkan kualitas dan desain yang lebih baik daripada produk lokal dengan harga yang lebih murah.
Baju bekas impor ini juga kemudian menjadi primadona di Pasar Senen, khususnya di Blok III lantai II.
Di sini, para pedagang menata baju-baju bekas impor dalam karung-karung besar yang disebut ballpress. Para pembeli bisa memilih baju-baju sesuai dengan selera dan ukuran mereka.
Banyak pembeli yang berhasil mendapatkan baju branded seperti Tommy Hilfiger, Ralph Lauren, Levi’s, Adidas, Nike, dan lain-lain dengan harga mulai dari Rp35.000 hingga Rp350.000.
Pasar Senen pun menjadi surga bagi para pecinta thrifting atau berburu baju bekas impor.
Banyak orang yang datang ke Pasar Senen untuk mencari baju unik dan berkualitas dengan harga terjangkau. Tidak hanya orang biasa, tetapi juga selebriti, influencer, hingga pejabat.
Bahkan, ada beberapa pedagang yang menjalin kerjasama dengan artis-artis ternama untuk mempromosikan produk mereka.
Baca Juga: Pasar Senen Gudangnya Seniman dan Budayawan Jakarta