Advertorial
Intisari-Online.com - Inilah sederet puisi Chairil Anwar yang menyayat hati, tentang kesepian hingga kehilangan.
Chairil Anwar merupakan penyair terkemuka Indonesia yang melahirkan banyak karya terkenal.
Salah satu karya paling fenomenalnya adalah puisi berjudul "Aku", yang membuat Chairil Anwar memiliki julukan "Si Binatang Jalang".
Sebanyak 96 karya dilahirkannya, di mana 70 di antaranya merupakan puisi.
Ia dikenal sebagai penyair yang melahirkan karya-karya yang mencerminkan semua aspek kehidupannya.
Puisi-puisi buatannya meskipun terkadang terlihat menggembirakan, umumnya mencerminkan ketakutan akan kematian atau depresi.
Karya sastra pertamanya yang ditulis pada tahun 1942, yaitu puisi bertajuk "Nisan", juga bertema tentang kehilangan. Puisi tersebut terinspirasi dari kematian neneknya.
Termasuk puisi Nisan, berikut ini sederet puisi Chairil Anwar yang menyayat hati, tentang kesepian hingga kehilangan.
Baca Juga: Kumpulan Puisi Chairil Anwar yang Membakar Semangat Perjuangan
Baca Juga: Seabad Chairil Anwar: Susur Jejak Pujangga Bohemian di Kota Malang
1. Sia-Sia.
Penghabisan kali itu kau datang
Membawaku karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
Darah dan suci
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: Untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.
2. Selamat Tinggal
Perempuan...
Aku berkaca
Ini muka penuh luka
Siapa punya?
Kudengar seru menderu
– dalam hatiku? –
Apa hanya angin lalu?
Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta
Ah…!!
Segala menebal, segala mengental
Segala tak kukenal
Selamat tinggal…!!!
Baca Juga: Apa Hasil Kesepakatan pada Peristiwa Rengasdengklok? Ketahui Jawabannya Berikut Ini
3. Sendiri
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia memekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segala
Yang minta perempuan untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga
Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
4. Tak sepadan
Aku kira,
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.
Dikutuk sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak ‘kan apa apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
5. Nisan
Untuk nenekanda,
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta.
Itulah beberapa puisi Chairil Anwar tentang kesepian hingga kehilangan yang menyayat hati.
Ingin ulasan lengkap tentang Chairil Anwar dan hal-hal yang tak pernah diketahui sebelumnya? Silakan beli koleksi Intisari terbaru diGrid StoreatauGramedia.
(*)