Sultan Haji adalah seorang pemimpin yang lemah, korup, dan pro-Belanda.
Ia lebih suka berfoya-foya dan bersenang-senang daripada memikirkan nasib rakyat dan kerajaan.
Ia juga berselingkuh dengan istri orang lain, termasuk istri Belanda. Ia bersedia bekerja sama dengan Belanda dan menyerahkan sebagian wilayah dan hak-hak Kerajaan Banten kepada Belanda.
Hal ini membuat Sultan Ageng Tirtayasa marah dan kecewa. Ia mencoba untuk menggulingkan Sultan Haji dan mengambil alih kembali kekuasaan.
Ia memimpin pemberontakan yang dikenal sebagai Perang Saudara Banten, yang berlangsung dari tahun 1680 hingga 1682. Namun, pemberontakan ini gagal, karena Sultan Haji mendapat bantuan dari Belanda.
Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dibuang ke Batavia (sekarang Jakarta), di mana ia meninggal pada tahun 1683.
Dengan ditangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, Belanda berhasil menguasai Kerajaan Banten.
Belanda memaksa Sultan Haji untuk menandatangani perjanjian yang mengakui kekuasaan Belanda atas seluruh wilayah dan sumber daya alam Kerajaan Banten.
Belanda juga membatasi kegiatan perdagangan dan pelayaran Kerajaan Banten, serta memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Belanda juga membangun benteng dan kantor dagang di Banten dan Jayakarta, serta mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia.
Kerajaan Banten mengalami kemunduran dan kehancuran akibat penjajahan Belanda.
Kerajaan ini kehilangan wilayah, kekayaan, dan kedaulatannya.
Kerajaan ini juga kehilangan rakyat, budaya, dan identitasnya. Kerajaan ini hanya menjadi bayang-bayang dari kejayaan masa lalunya.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR