Para kasim mengatakan bahwa ia dan 15 selir lainnya yang tersisa harus mati bersama Yongle, sesuai dengan tradisi kuno.
Mereka membawa mereka ke aula utama Kota Terlarang, tempat jenazah Yongle disemayamkan.
Di sana, mereka digantung dengan tali sutra putih di depan mayat Yongle sebagai penghormatan terakhir.
Lady Cui adalah salah satu yang terakhir digantung. Sebelum ia mati, ia menulis sebuah puisi dengan darahnya di dinding aula. Puisinya berbunyi:
Aku datang ke istana sebagai bunga,
Aku pergi sebagai hantu.
Aku tidak menyesal cinta yang kubagi dengan kaisar,
Aku hanya menyesal nasib yang tak adil bagi kami.
Puisi itu menjadi saksi bisu dari tragedi yang menimpa Lady Cui dan ribuan selir lainnya.
Kisah mereka menjadi salah satu kisah paling menyedihkan dan menggugah dalam sejarah Tiongkok.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR