Ini dilaporkan oleh The Wall Street Journal pada Selasa (15/3/2022), bahwa pejabat Saudi Arabia dan China tengah dalam pembicaraan untuk menentukan harga beberapa penjualan minyak negara Teluk dalam yuan daripada dollar atau euro.
Seperti melansir dari The Hill, kedua negara tersebut telah membahas masalah ini selama enam tahun, namun pembicaraannya telah meningkat pada tahun 2022.
Menurut laporan, Riyadh tidak puas atas negosiasi nuklir Amerika Serikat dengan Iran dan kurangnya dukungan untuk operasi militer Arab Saudi di negara tetangga Yaman.
Mengutip WSJ, hampir 80 persen dari penjualan minyak global dihargai dalam dollar, dan sejak pertengahan 1970-an Saudi secara eksklusif menggunakan dollar untuk perdagangan minyak sebagai bagian dari perjanjian keamanan dengan pemerintah AS.
Pembicaraan tersebut merupakan upaya berkelanjutan oleh Beijing, untuk membuat mata uangnya dapat diperdagangkan di pasar minyak internasional dan memperkuat hubungannya dengan Saudi secara khusus.
Sebelumnya, China membantu Riyadh dalam pembangunan rudal balistik dan konsultasi tentang tenaga nuklir.
Berlawanan dengan hal itu, hubungan antara Arab Saudi dengan AS semakin renggang dalam beberapa tahun terakhir.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman akhirnya menampilkan citra publik sebagai seorang reformis, meliberalisasi kebijakan negara tentang hak-hak perempuan dan peradilan pidana.
Aksi pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di tahun 2018 telah menjadi bencana besar bagi hubungan antara putra mahkota dan Washington.
Saat banyak analis meragunakan keinginan China untuk menggantikan AS sebagai penjamin keamanan kawasan, justru hubungan ekonomi antara Beijing dan Riyadh telah tumbuh, seperti diberitakan dalam Middle East Eye.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR