Intisari - Online.com - Pengaruh ekonomi China di Indonesia akan menjadi pengambilan peran utama dalam perkembangan ibu kota baru.
Bulan lalu, DPR Indonesia meloloskan undang-undang untuk memindahkan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Sepaku, Kalimantan Timur di pulau Kalimantan.
Pembangunan ibu kota baru, kota Nusantara telah melahirkan debat hebat di Indonesia, dari biaya proyek yang memakan USD 32,5 miliar, sampai dampak lingkungan di lingkungan sekitarnya.
Di antara isu kontroversialnya adalah bagaimana ibu kota berperan dalam hubungan kompleks Indonesia dengan China.
Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa kritik pemerintah telah mengklaim proyek ibu kota baru akan menjadi "Beijing Baru" karena dugaan keterlibatan China dalam pembangunannya dan hubungan dekat antara Jakarta dan pemerintahan Presiden Xi Jinping, seperti mengutip The Diplomat.
Hal ini disangkal oleh Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Perkembangan Nasional, yang mengatakan bahwa ibu kota baru akan terbuka bagi siapa saja yang tertarik untuk berinvestasi, termasuk para investor dari Jepang, Timur Tengah, Amerika Utara, dan Eropa.
Namun, tampaknya "faktor China" akan menawarkan plot sampingan yang signifikan dalam pembangunan ibu kota baru, bahkan jika hal itu dilebih-lebihkan.
Salah satu isu mengkhawatirkan dari pembangunan pabrik semen yang didukung China di sekitar ibu kota yang direncanakan.
Menurut pengamatan Faisal Basri, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance yang ada di Jakarta, pabrik semen ini melibatkan sejumlah kejanggalan terkait keterlibatan dalam proyek Hongshi Holdings Group, perusahaan semen milik negara dari China.
Aktivitas Hongshi Group di Indonesia mundur pada 2018, ketika perusahaan itu berinvestasi dalam sebuah pabrik semen di Jember, Jawa Timur dalam kolaborasi dengan PT Semen Imasco Asiatic Indonesia, sebuah proyek dengan kapasitas tahunan 3 juta ton.
KOMENTAR