Penulis
Intisari - Online.com -Warga Muslim Indonesia adalah pendukung kuat warga Palestina.
Sudah banyak protes jalanan melawan Israel kapan pun masalah muncul di Gaza.
Seperti yang terjadi minggu Ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyuarakan keberatannya dalam pembukaan museum Holocaust di Sulawesi Utara.
Museum yang dijalankan oleh satu-satunya komunitas Yahudi dan sinagog Indonesia di kabupaten Tondano Barat dan dikurasi oleh Pusat Kenangan Holocaust Dunia di Jerusalem.
Muhyiddin Junaidi, wakil ketua MUI menyebut museum itu "mendukung kependudukan Israel di Palestina".
Ia mengatakan pada hari Selasa lalu jika akan lebih masuk akal "membangun museum bersejarah di Jakarta yang menunjukkan brutalitas Israel terhadap warga Palestina, sebagai dukungan dan solidaritas bagi perjuangan warga Palestina dibebaskan dari Zionis."
Namun kini muncul isu normalisasi hubungan Israel dengan Indonesia.
Mengutip SCMP, Dr Anthony Bergin, peneliti di lembaga penelitian Australian Strategic Policy Institute (ASPI) di Canberra, mengatakan: "Israel tentu senang melihat Indonesia masuk dalam Abraham Accords, tidak perlu ditanyakan lagi, tapi kurasa itu mungkin lebih dari dugaan saja, terlepas dari kenyataan jika Amerika Serikat (AS) benar-benar mendorong normalisasi Israel-Indonesia."
Sementara Abraham Accords dimulai di era Donald Trump, pemerintahan Joe Biden berniat memperluasnya untuk termasuk negara-negara Muslim di luar Timur Tengah.
The Jerusalem Post mengklaim jika Korporasi Keuangan Perkembangan Internasional AS (IDFC) "menawarkan investasinya dua kali lipat di Indonesia" jika Jakarta sepakat untuk normalisasi hubungan dengan Israel, tapi "tidak berhasil".
Pada 20 November, seorang delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan terbang ke Gedung Putih, ketika IDFV menandatangani kesepakatan investasi senilai USD 2 miliar dalam dana kekayaan Indonesia.
Peran negara Arab
Meski begitu, bukan AS yang kemungkinan berhasil meloloskan hubungan Indonesia-Israel ini, melainkan negara Arab.
Arab Saudi yang tidak menandatangani Abraham Accords, telah memberikan berkahnya secara diam-diam bagi negara-negara Muslim untuk normalisasi hubungan dengan Israel.
Namun dalam kasus Indonesia, kemungkinan yang mempermulus adalah Uni Emirat Arab.
Hal ini dikatakan oleh Gyorgy Busztin, peneliti dan profesor di Insititu Timur Tengah di National University of Singapore.
"Arab Saudi mungkin menerima apa yang dilakukan oleh yang lainnya yang tidak bisa mereka lakukan saat ini. Sebagai penjaga Kabah, Raja Salman tidak bisa mengambil langkah yang akan dipandang sangat memecah belah di dunia Islam, terutama mengenai status Jerusalem," ujarnya.
"Terbukti jika Indonesia maju dalam normalisasi hubungan dengan Israel maka akan membantu Arab Saudi, karena Israel adalah negara Islam terbesar, tapi sulit dikatakan jika ada dorongan dari Riyadh atau tidak.
"Namun dorongan spektakuler baru dari kerjasama antara Uni Emirat Arab dan Indonesia mungkin menjadi penguat."
UEA tahun lalu telah meningkatkan keterlibatan dan aktivitasnya dengan Jakarta.
Selama kunjungan Presiden Jokowi ke negara itu November lalu, Presiden berhasil membawa komitmen total investasi senilai USD 44,6 miliar dari beberapa perusahaan UEA, termasuk kepentingan oleh Abu Dhabi membantu Indonesia mengembangkan ibu kota baru.
Untuk sekarang, keterlibatan Indonesia dengan Israel masih di bawah radar guna tidak membuat marah warga Muslim Indonesia dengan jumlah lebih dari 236 juta, ujar Busztin.
"Bahwa Indonesia menyangkal perjalanan (mempelajari respon Covid-19 oleh Israel) adalah indikasi jika mereka masih tidak nyaman mengakui kontak apa pun dengan Israel, walaupun bertujuan menyelamatkan nyawa."
Pernyataan itu merujuk pada laporan jika Indonesia pergi ke Israel guna mempelajari Covid-19, yang segera disangkal oleh Kementerian Kesehatan.
Namun, ia menambahkan, "Bahwa ada upaya di Indonesia maju ke arah normalisasi Israel itu sangt mungkin, dalam dasar memperhitungkan keuntungan."
Busztin mengatakan: "Israel sangat aktif dalam berbagai penelitian ilmiah dan internasional dan keterlibatan antara kedua belah pihak sangatlah mungkin meskipun ketiadaan hubungan resmi. Israel pastinya mendorong itu dan Indonesia pastinya tidak melewatkan kesempatan menyelamatkan nyawa warganya sendiri."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini