Indonesia Jadi Bidikan Utama AS untuk Normalisasi dengan Israel, Jurnalis Ini Langsung Klaim 'Borok' para Pemimpin Palestina, Nama Yasser Arafat Ikut Terseret

May N

Penulis

Yasser Arafat

Intisari - Online.com -Normalisasi hubungan antara negara-negara Islam dengan Israel menjadi agenda utama Amerika Serikat untuk dilaksanakan.

Tidak heran, nama Palestina mendapat cercaan dari jurnalis AS.

Seperti yang ditulis oleh seorang jurnalis bernama Salah Uddin Shoaib Choudhury yang menulis untuk weeklyblitz.net ini.

"Berpuluh-puluh tahun lamanya di bawah dukungan langsung pengawas terorisme Iran, pemimpin PLO telah mengancam negara-negara Muslim dan memblokade prospek normalisasi hubungan dengan Negara Israel," tulisnya.

PLO atau Palestinian Liberation Organization adalah organisasi yang diklaim bergerak atas dasar pembebasan warga Palestina.

"Mengikuti normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab di bawah Abraham Accords, pria-pria PLO menyebut pemerintah UEA sebagai "pengkhianat" dan membuat taruhan payah menyabotase inisiatif cerdas ini. Namun negara-negara Muslim Arab tidak memperhatikan kegilaan pria-pria PLO."

Lebih lanjut ia mengatakan jika Abraham Accords adalah pernyataan gabungan antara Negara Israel, UEA dan AS yang dicapai pada 13 Agustus 2020.

Secara bertahap, maksud yang digunakan merujuk secara kolektif pada kesepakatan antara Israel dan UEA (kesepakatan normalisasi Israel dan UEA) dan Bahrain (kesepakatan normalisasi Bahrain-Israel).

Baca Juga: Tak Menyerah untuk Bikin Indonesia Normalisasi Hubungan dengan Israel, AS Kembali Bujuk Indonesia, Ini Tanggapan Indonesia

Baca Juga: Bak Tak Cukup Bikin Normalisasi Hubungan di Atas Darah Rakyat Palestina, Israel-UEA Kini Malah Bersiap Hancurkan Keanekaragaman Terbesar Seantero Bumi Gara-gara Proyek Rahasia Ini

Menurutnya, pernyataan ini menandai normalisasi hubungan publik pertama antara sebuah negara Arab dan Israel sejak Yordania pada 1994.

Abraham Accord ditandatangani oleh menteri luar negeri UEA, Abdullah bin Zayed Al Nahyan, menteri luar negeri Bahrain Abdullatif bin Rashin Al Zayani, mantan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan mantan presiden AS Donald Trump pada 15 September 2020 di Sayap Selatan Gedung Putih di Washington, D.C.

Kesepakatan itu disepakati oleh Jared Kushner dan Avi Berkowitz.

Choudhury mengatakan perjanjian itu menggunakan nama Abraham atau Ibrahim untuk menekankan asal-usul Yahudi dan Islam yang sama yaitu sama-sama agama yang berasal dari Abrahamik (Ibrahim) dan menekankan penyembahan tunggal kepada Allah SWT.

Kaum Yahudi dan Islam sendiri memang merupakan keturunan nabi Ibrahim AS dan kedua agama ini memang agama yang bersumber dari Allah SWT.

"Sementara Abraham Accords telah membuka jalan bagi negara-negara Muslim Arab untuk normalisasi hubungan dengan Negara Yahudi, kini ada tanda-tanda sejumlah negara Muslim non-Arab juga ikut dengan jalur ini dan menormalisasi hubungan dengan Israel.

"Menurut laporan-laporan media, Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyebut kemungkinan Indonesia menormalisasi hubungan diplomatiknya dengan Israel selama kunjungannya ke negara itu pada pertengahan Desember, seperti dikonfirmasi oleh kementerian luar negeri Indonesia."

Blinken sendiri memang meminta normalisasi itu ketika bertemu dengan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, selama kunjungan pada 13 dan 14 Desember.

Baca Juga: Sudah Pertaruhkan Banyak Hal Normalisasi Hubungan dengan Israel, Maroko Bak Tak Dapat Apa-apa, Janji AS untuk Memberikan Hal Ini Dipertanyakan

Baca Juga: Tak Sepenuhnya Diterima Meski Sudah Normalisasi Hubungan dengan Maroko, Israel Temui Kesulitan Ini Saat Jalankan Misi di Maroko

"Berita mengenai komentar Blinken pertama kali dilaporkan oleh outlet media AS Axios.

"Dikatakan jika administrasi Presiden AS Joe Biden mencoba membangun Abraham Accords era Trump, dan dalam hal ini melihat melampaui Timur Tengah ke negara terbesar yang tidak mengakui Israel."

Choudhury mengatakan jika para pejabat AS dan Israel "telah mendiskusikan cara-cara memperluas Abraham Accords dalam beberapa bulan ke depan, dan Indonesia telah masuk dalam sasarannya, menurut pejabat-pejabat Israel."

Selanjutnya Choudhury mengatakan keburukan dari para pemimpin PLO yang mengancam negara-negara Muslim jika memulai normalisasi hubungan dengan Israel.

"Mereka mengatakan normalisasi itu akan 'melukai Palestina' tapi kenyataannya klaim tersebut sangat tidak berdasar dan hanya bisa dilihat sebagai taktik memeras negara-negara Muslim dan mendapatkan jutaan dolar dengan berbagai alasan, sebagian besar akan berakhir dalam rekening-rekening rahasia dari para pria PLO."

Ia menyebut sudah ada tuduhan banyak akan hal ini kepada pejabat Otoritas Palestina, termasuk Mahmoud Abbas, yang telah menggelapkan dana publik.

Kemudian ia menyebut nama Yasser Arafat yang dituduh menggelapkan miliaran dolar uang Palestina.

"Ini mengarah pada korupsi dari kepemimpinan Fatah yang diyakini telah berkontribusi kepada kemenangan yang meyakinkan oleh teroris Hamas pada pemilihan parlemen Januari 2006.

Baca Juga: Biden Mulai Berani Buka-bukaan, Beberkan Negara-negara Muslim yang Diincar untuk Jalin Hubungan Diplomatik dengan Israel, Benarkah Indonesia Salah Satunya?

Baca Juga: Padahal Jelas-jelas Musuh Bebuyutan Amerika, Anak Emas AS Ini Malah Kepergok Memberi Senjata Militer Ini Secara Ilegal dari China, Apa Respon AS?

"Para pemimpin Fatah dituduh menggelapkan dana dari keuangan kementerian, meneruskan pekerjaan pengawasan ketat, menerima bantuan dan hadiah dari para pemasok dan kontraktor."

Menurut Choudhury, sumber tuduhan untuk Mahmoud Abbas adalah salah satu sekutu paling setia dari Arafat, Mohammed Rashid, yang dituduh oleh Otoritas Palestina telah korupsi ratusan juta dolar, yang mengancam mengekspos skandal korupsi di Otoritas Palestina.

Bertahun-tahun lamanya, Rashid bertugas sebagai penasihat finansial Yasser Arafat dan diberi wewenang memegang ratusan juta dolar yang dikucurkan kepada Otoritas Palestina dan PLO oleh pendonor AS, UEA dan Arab.

Choudhury menyebut jika menurut Rashid, kekayaan bersih Abbas mencapai USD 100 juta.

Pada 10 Juli 2012, Abbas dan anak-anaknya diserang di Kongres AS untuk tuduhan korupsi mereka.

"Debat itu berjudul Chronic Kleptocracy: Corruption Within the Palestinian Political Establishment. Dalam kesaksiannya kepada House Committee of Foreign Affaris, Subcommittee on Middle East and South Asia, Elliott Abrams menyatakan jika 'Korupsi adalah penghancur massal tidak hanya kepada keuangan publik Palestina tapi juga terhadap keyakinan kepada seluruh sistem politik. Dan hal ini tentunya memiliki dampak pada calon pendonor.

Choudhury mengatakan Abrams menyebut, "Aku bisa mengatakan dari pengalamanku sendiri, sebagai seorang pejabat AS mencari bantuan finansial untuk Otoritas Palestina dari pemerintahan negara-negara Teluk di Arab, bahwa aku sering diberi tahu 'mengapa kami harus memberikan mereka uang ketika pejabat mereka mencurinya?'"

Kekayaan mencurigakan dari anak-anak Abbas, Yasser dan Tarek, telah dicatat dalam masyarakat Palestina sejak setidaknya 2009, papar Choudhury.

Baca Juga: Sekutu Dekatnya Makin 'Mesra' dengan China, Amerika Buru-buru Peringatkan Israel Tentang Hal Ini

Baca Juga: Sudah Ada 120 Tahun yang Lalu, Begini Geliat Tumbuh Kembang Zionisme hingga Sekarang hingga Sukses Menyokong Populasi Yahudi Israel

"Ketika Reuters pertama kali mempublikasi serangkaian artikel mencoba membeberkan beberapa kesepakatan bisnis, termasuk sedikit yang didukung pembayar pajak," tulisnya.

Ia mengatakan penulis Jonathan Schanzer dalam artikel di Foreign Policy menyebut empat cara yang mana membuat keluarga Abbas kaya.

Pertama melibatkan monopoli rokok buatan AS yang dijual di teritori itu; kedua pendanaan USAID; ketiga proyek pekerjaan publik seperti jalan dan pembangunan sekolah atas nama Otoritas Palestina dan rujukan khusus untuk perusahaan retail.

Baca Juga: Luka Lama Terbuka Namun Dendam Belum Terbalaskan, Inilah Alasan Setiap Januari Iran Selalu Teringat dengan Jangi Ingin Hancurkan Donald Trump

Baca Juga: Dulu Jadi Andalan Garis Depan Bersama Para Pria, Mendadak Israel Berencana Pisahkan Tentara Pria dan Wanita Ternyata Ini Alasannya!

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait